Kamis, 17 September 2015

SHALAWAT





S H A L A W A T 
                                      

A.            DASAR DAN HUKUMNYA MEMBACA SHALAWAT

Dasar mengamalkan atau membaca shalawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad shollaalohu ‘alaihi wassallam adalah firman Allah dalam Surat Al Ahzab Ayat 56 :

¨bÎ) ©!$# ¼çmtGx6Í´¯»n=tBur tbq=|Áムn?tã ÄcÓÉ<¨Z9$# 4 $pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#q=|¹ Ïmøn=tã (#qßJÏk=yur $¸JŠÎ=ó¡n@.   33- الاحزاب : 56
Artinya kurang lebih :
          ”Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya membaca Shalawat kepada Nabi (SAW), wahai orang-orang yang beriman bacalah shalawat dan sampaikanlah salam sebaik-baiknnya kepada-Nya (Nabi SAW)” (33 Al-Ahzab : 56)

          Shalawat dari Allah SWT kepada Kanjeng Nabi SAW berupa penambahan rahmat dan kemulyaan (rahmat takhdim), sedangkan yang kepada selainnya Kanjeng Nabi SAW berupa rahmat dan maghfiroh (kasih sayang dan ampunan).
          Adapun shalawatnya para Malaikat kepada Kanjeng Nabi SAW berupa permohonan rahmat dan kemulyaan kepada Allah bagi Kanjeng Nabi SAW, dan yang kepada selain Kanjeng Nabi SAW berupa permohonan rahmat dan maghfiroh.
          Mengenai kedudukan hukumnya membaca shalawat, ada beberapa pendapat dari para ulama. Ada yang mengatakan wajib bil ijmal, ada yang mengatakan wajib satukali selama hidup, dan ada yang berpendapat sunnah muakkad. Akan tetapi membaca shalawat pada tahiyyat akhir dari sholat hukumnya wajib oleh karena sudah menjadi rukun dari pada shalat.
          Bagi kita para pengamal Shalawat Wahidiyah dan pada umumnya kita kaum mukminin dan kaum muslimin, di samping memperhatikan pendapat para ulama tentang kedudukan hukumnya membaca shalawat seperti di atas, yang penting lagi adalah menyadari dengan konsekuen bahwa membaca shalawat kepada Nabi SAW merupakan kewajiban moral dan keharusan budi nurani tiap-tiap manusia lebih-lebih kita kaum mukminin. Sebab, pertama kita diperintah membaca shalawat seperti pada ayat tersebut di atas. Kedua, kita semua berhutang budi kepada Kanjeng Nabi SAW, yang tak terhitung banyak dan besarnya, dhohiron wa batinan syar’an wa haqiqotan. Faedah dan manfaat membaca shalawat kembali kepada masyarakat dan bahkan makhluq-makhluq lain ikut merasakan manfaat dan barokahnya bacaan shalawat. Manfaat dan barokah yang luas sekali, baik untuk kepentingan dunia maupun kepentingan di akhirat. Manfaat lahir dan manfaat batin, manfaat material dan manfaat spiritual. Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad SAW sendiri tidak berkepentingan tergantung kepada bacaan shalawat para ummat. Adanya perintah membaca shalawat, justru manfaatnya kembali kepada ummat, untuk mengangkat derajat para ummat, untuk menigkatkan iman, taqwa dan mahabbah para ummat kepada Allah wa Rasuulihi SAW.

B.              FAEDAH DAN MANFAAT MEMBACA SHALAWAT
Ada banyak sekali sabda Hadis Rasulullah SAW. Menerangkan fadilah keutamaan dan manfaatnya membaca sholawat. Juga banyak hadis yang memberi peringatan dan bahkan kecaman terhadap mereka yang lemah kurang perhatian terhadap membaca sholawat. Hadis-hadis tersebut antara lain seperti dibawah ini

(1)  قَالَ  : مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا وَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ عَشْرًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ مِائَةُ، وَمَنْ صَلَّ عَلَىَّ مِائَةً كَتَبَ اللهُ بَيْنَ عَبْنَيْهِ بَرَاءَةً مِنَ النِّفَاقِ وَبَرَاءَةً مِنَ النَّارِ وَأَسْكَنَهُ يَوْمُ الْقِيَامَةِ مَعَ الشُّهَدَاءِ. رَوَاهُ الطَّبْرَانِىْ عَنْ اَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
(1)            Bersabda Rasulullah SAW.:
“Barang siapa membaca sholawat kepada-Ku satu kali, maka ALLAH membalas sholawat kepadanya sepuluh kali, dan barang siapa membaca sholawat-Ku sepuluh kali maka ALLAH membalas sholawat kepadanya seratus kali, dan barang siapa membaca sholawat kepada-Ku seratus kali, maka AllAh menulius pada antara kedua matanya :”bebas dari munafik dan dari neraka”,dan ALLAH besok menempatkanya pada Yaumul Qiyamah besama-sama dengang para syuuhadak”.
(Riwayat Thobroni dari Anas bin Malik)

          Betapa besarnya keuntungan yang dapat di peroleh dengan membaca shalawat kepada Nabi SAW. Satu kali, dibalas sepuluh kali; sepuluh kali sama dengan di balas seratus kali; dan seratus kali membaca shalawat dicatat dan di jamin bebas dari munafik dan neraka,disamping digolongkan dengan para syuhadak. Bahkan lebih dari itu. Shalawat dari ALLAH bagi para hamba-NYA jauh lebih berharaga, tidak dapat diperbandingkan dengan bacaan shalawat para hamba-NYA.
          “Munafik” adalah mental yang sudah menjadi wabah masyarakat (mental epidemi). Jika tidaj diadakan penanggulangan dan pengobatan pasti akan membawa kehancuran dan kesengsaraan ummat manusia. Sebab di dalam sifat munafik itu tersimpan “nuklir jahat” yang sangat besar potensialnya dan paling dahsyat akibat kehancuranya. Lebih dahsyat dari pada bom nuklir di Hirosima. Energi potensialnya yang jahat itu hanya bisa menghancurkan dunia seisinya!.
Firman Allah:

tygsß ßŠ$|¡xÿø9$# Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷ƒr& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ƒÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ ÇÍÊÈ  
          “telah nampak kerusakan di darat dan laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (30 Ar Rum : 41)

          Yakni akan kebenaran sabda hadist di atas, kita sebagai orang mukmin seharusnya berani dengan konsekwen menjadikan bacaan shalawat kepada Nabi SAW. Sebagai “resep obat penyakit munafik” yang bersarang di dalam hati kita masing-masing. Kita dan keluarga kita. Bahkan bagi kita dan bagi umat masyarakat.
 (2) قَالَ : أَجَلْ، أَتَانِى آتٍ مِنْ رَبِّى فَقَالَ : مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ مِنْ أُمَّتِكَ صَلَاةً كَتَبَ اللهُ لَهُ بِـهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ وَمَحَاعَنْهُ عَشْرَ سَيِّئَاتٍ وَرَفَعَ لَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ وَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَهَا
رَوَاهُ الْاِمَامُ اَحْمَدُ عَنْ اَبِى طَلْحَةَ الْاَنْصَارِىِّ
(2)            Bersabda Rasuulullah SAW.:
Ya benar, telah datang kepadaku seorangpendatang dari Tuhan-Ku kemdian berkata : “Barang siapa diantara umat-mu membaca shalawat kepadaMu satu shalawat, maka sebab bacaan shalawat tadi Allah menuliskan baginya sepuluh kebaikan, dan mengangkat derajatnya sepuluh tingkatan, dan Allah membalas shalawat kepada sepadan dengan denga shalawa yang di baca”.(Hadist Riwayat Imam Ahmad)  

          Dengan hadis no. (2) itu seharusnya lebih mantab perhatian kita terhadap membaca shalawat kepada Nabi SAW. Di situ disebutkan sebagai amal kebagusan, sebagai penghapus keburukan dan sebagai pengangkat derajat si pembaca shalawat. Derajat di sisi dan menurut pandangan allah.
 (3) قَالَ : إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُ هُمْ عَلَىَّ صَلَاةً. رَوَاهُ التِّرْمِذِىُّ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ. حَدِيْثٌ حَسَنٌ
(3)            Bersabda Rasuulullah SAW.;
“Sesungguhnya yang paling utama manusia di sisi-ku besok pada hari kiamat ialah mereka yang paling banyak membaca shalawat kepadaku-Ku”.(Hadits Hasan riwayat Tirmidzi dari Ibnu mas’ud).

Setiap ummat Muhammad SAW., tentu ingin dirinya berada dekat dengan Rasulullah SAW lebih-lebih besok pada Yaumul Qiyamah. Adakah kita sudah konsekwen dengan keinginan itu?. Artinya lalu usaha bagaimana agar supaya kita berada dekat dengan Rasulullah SAW?. Marilah kita perhatikan sabda Hadist di bawah ini!.
 (4) قَالَ : أَكْثَرُكُمْ عَلَىَّ صَلَاةً أَقْرَبُكُمْ مِنِّى غَدًا
ذَكَرَهُ صَاحَبُ الدُّرِّ الْمُنْظَمِ ( سعادة الدارين : 58 )
(4)            Bersabda Rasulullah SAW.;
“Yang paling banyak di antara kamu sekalian membaca shalawat kepada-Ku, dialah paling dekat dengan Aku besok di hari kiamat”.(Dari kitab Sa’aadatud-daaroini hal.58)

Sekalipun hadits tersebut mengunakan kalam khobar, akan tetapi tekananya adalah kalam insyak yang memberi jaminan atau garansi.
 (5) قَالَ : صَلُّوْا عَلَىَّ فَإِنَّ الصَّلَاةَ عَلَىَّ كَفَّارَةٌ لَكُمْ وَزَكَاةٌ وَمَنْ صَلَّى عَلَىَّ مَرَّةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا. رَوَاهُ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ اَنَسٍ
(5)            Bersabda Rasulullah SAW.:
“Bacalah kami sekalian shalawat kepada-Ku, maka sesungguhnya bacaan shalawat kepada-Ku itu menjadi penebusdosa dan pembersih bagi kaum sekalian dan barang siapa membaca shalawat kepada-Ku satu kali, Allah memberi shalawat kepadanya sepuluh kali”.
(Riwayat Ibnu Abi’ashim Anas bin Malik)

Dari hadits tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa membaca shalawat  kepada Nabi SAW, berfungsi istigfar dan memperoleh jaminan magfiroh dari Allah SWT.
 (6) قَالَ : أَكْثِرُوْا الصَّلَاةِ عَلَىَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ عَلَىَّ مَغْفِرَةٌ لِذُنُوْبِكُمْ وَاطْلُبُوْا لِى الدَّرَجَةَ وَالْوَسِيْلَةَ... الْحَدِيْثَ
رَوَاهُ ابْنُ عَسَاكِر عَنْ الْحَسَنِ بْنِ عَلِىٍّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا
(6)            Bersabda Rasulullah SAW.:
“Perbanyaklah membaca shalawat kepada-Ku : maka sesungguhnya bacaan shalawat kamu sekalian itu merupakan maghfiroh atas dosa-dosa kamu sekalian, dan carilah wasilah kepada-Ku...”.
(Hadits riwayat Ibnu ‘Asakir dari hasan bin Ali r.a)

 (7) قَالَ :صَلَاتَكُمْ عَلَىَّ مَحْرَزَةٌ لِدُعَآئِكُمْ وَمَرْضَاةٌ لِرَبِّكُمْ وَزَكَاةٌ لِأَعْمَالِكُمْ. رَوَاهُ الدَّيْلَمِى عَنْ عَلِىِّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ
(7)            Bersabda Rasulullah SAW:
“Shalawat kamu sekalian kepada-Ku itu merupakan pengawal bagi doa’ kamu sekalian dan memperoleh keridloan Tuhan-mu, dan merupakan pembersih amal-amal kamu sekalian”.
(Riwayat Dailami dari Sayyidina ‘Ali Karromallahu wajhah)

 (8) قَالَ : اَلدُّعَآءُ كُلُّهُ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يَكُوْنَ اَوَّلُهُ ثَنَآءً عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَصَلَاةً عَلَى النَّبِيِّ ثُمَّ يَدْعُوْ فَيُسْتَجَابُ لِدُعَآئِهِ.
رَوَاهُ النَّسَائِى عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بِسْرٍ
(8)            Bersabda Rasulullah SAW:
“Doa segala macamnya itu terhijab (terhalang/tertutup), sehingga permulaan berupa pujian kepada Allah ‘Azzawa Jalla dan Shalawat kepada Nabi SAW kemudian berdoa, maka doa itu di ijabah i.”(Riwayat Imam Nasaai)

Dari hadits tersebut jelas bahwa shalawat kepada Nabi SAW. Merupakan “kunci pembuka pintu hijabnya” doa hamba kepada Allah dan menjadi jaminan terkabulnya sesuatu doa. Dengan kata lain doa kepada Allah SWT. Yang tidak disertai atau yang tidak mengandung shalawat Nabi SAW tidak bisa sampai kepada Allah. Jangankan dikabulkan.

 (9) قَالَ : مَنْ صَلَّى عَلَىَّ فِىْ كُلِّ يَوْمٍ مَائَةَ مَرَّةٍ قَضَى اللهُ لَهُ مِائَةَ حَاجَةٍ، سَبْعِيْنَ مِنْهَا لِآخِرَتِهِ وَثَلَاثِيْنَ مِنْهَا لِدُنْيَاهُ
اَخْرَجَهُ اِبْنُ مُنْدِهِ عَنْ جَابِرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ
(9)            Bersabda Rasulallah SAW
“Barang siapa membaca Shalawat kepada_Ku tiap hari seratus kali , maka Allah mendatangkan baginya seratus macam hajat kebutuhanya :

Sudah barang tentu kita tidak boleh menyalahgunakan hadits tersebut dengan menganggap cukup memperbanyak membaca shalawat saja dan tidak usaha atau ikhtiar soal-soal yang  kita diwajibkan usaha atau ikhtiar. Sama sekali tidak boleh. Suu-ul adab dan beritikad buruk. Iktikat buruk kepada Allah wa Rasuulihi SAW!. Kita diwajibkan usaha dan bekerja melaksanakan bidang-bidang yang menjadi tugas kewajiban kita dengan setepat mungkin dan sesempurna-sempurnanya. Istilah di dalam Wahidiyah harus”YUKTIKULLADZIIHAQQINHAQQOH”.

Atas dasar hadits tersebut itulah antara lain di dalam pengamalan Shalawat wahidiyah 40 hari ada bagian shalawat yang harus dibaca 100 kali yaitu shalawat yang pertama “ALLOHUMMA YAA WAHIDU YAA AHAD.......”dengan demikian tidak perlu diragukan lagi bahwa banyak persoalan-persoalan problema hidup dan bermacam-macam hajat / kepentingan dikaruniai jalan keluar setelah mengamalkan Shalawat Wahidiyah selama 40 hari. Alhamdulillah!
 (10) قَالَ : مَنْ صَلَّى عَلَىَّ فِى يَوْمٍ أَلْفَ مَرَّةٍ لَمْ يَمُتْ حَنَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ. رَوَاهُ الضِّيَاءُ عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكِ
(10)   Bersabda Rasuululloh SAW :
               “Barang siapa membaca shalawat kepada-Ku tiap hari seribu , kali dia tidak akan mati sehingga dia melihat tempatnya di surga”. (Dari Anas Bin Malik)

          Juga kita tidakboleh menyalahgunakan hadist nomor (10) ini!. Akan tetapi kita harus yakin kebenaran hadist tersebut dan seharusnya usaha merealisir keyakinan kita itu demi meningkatkan iman dan taqwa serta mahabbah kita kepada Allah Wa Rasuulihi SAW !.

C.     KECAMAN TERHADAP ORANG YANG TIDAK MAU MEMBACA SHALAWAT.
 (11) قَالَ : مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَىَّ فَذَاكَ اَبْخَلُ النَّاسِ
رَوَاهُ ابْنُ اَبِى عَاصِمٍ عَنْ أَبِى ذَرٍّ الغَفَّارِىِّ
(11)  Bersabda Rasuululloh SAW :
         “Barang siapa (mendengar) AKU disebut didekatnya dan tidak membaca shalawat kepada-Ku, maka dia itulah sebakhil-bakhil manusia”. (Riwayat Ibnu Abi A’shim dari Abu \Dzarrin Al Ghiffari).
 (12) قَالَ :لَايَرَى وَجْهِى ثَلَاثَةُ أَنْفُسٍ : الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ وَتَارِكُ سُنَّتِىْ وَمَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ اِذَاذُكِرْتُ بَيْنَ يَدَيْهِ.
ذُكِرَفِى الْقَوْلِ الْبَدِيْعِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا مَرْفُوْعًا
(12)  Bersabda Rasuululloh SAW :
         “Tidak akan bisa melihat wajah-Ku tiga macam orang. Satu, orang yang durhaka kepada orang tuanya, nomor dua, orang yang meninggalkan (tidak mengerjakan) sunnah-Ku, dan ketiga, orang yang tidak membaca shalawat kepada-Ku ketika (mendengar) AKU disebut didekatnya”. (Hadist marfu’ dari Aisya radliyallahu’anhua).

Maka dari itu setiap kita mendengar nama kanjeng Nabi Muhammad atau sebutan Rasuululloh SAW., atau sebutan lain yang maksudnya adalah Kanjeng Nabi SAW., kita supaya selalu membaca shalawat!. Begitu juga seharusnya ketika kita membaca atau menulis!. Pada umumnya shalawat yang kita baca pada saat sepaerti itu adalah shalawat yang pendek atau singkat, misalnya :
                
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْه : صَلَّ اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ : صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
          Al Mukarrom Mbah K.H. Abdoel Majid Ma’roef Qs. Wa. Ra. Mualif Shalawat Wahidiyah senantiasa menganjurkan supaya memperbanyak membaca “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH” dimanapun kita berada!. Dibaca lisan atau secara sirri dalam batin, melihat situasi dan kondisi!.

          Dengan mempebanyak mebaca “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH” alhamdulillah bertambah banyak ingat kita kepada Rasuululloh SAW., dan dengan demikian makin bertambah pula ingat kita kepada ALLAH SWT. Ingat kepada urusan, spontan membawa ingat kepada Yang Mengutus.
 (13) قَالَ : مَنْ ذُكِرْتُ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَمْ يُصَلِّى عَلَىَّ صَلَاةً تَامَةً فَلَيْسَ مِنِّى وَلَاأَنَامِنْهُ. ثُمَّ قَالَ : اَللَّهُمَّ صِلْ مَنْ وَّصَلَنِى وَاقْطَعْ مَنْ لَمْ يَصِلْنِىْ. عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكِ
(13)  Bersabda Rasuululloh SAW :
“Barang siapa (mendengar) Aku disebut didekatnya dan tidak membaca shalawat kepada-Ku, maka dia bukan dari golongan-Ku. Dan Akupun bukan dari golongan dia. Kemudian Rasuululoh SAW. Melanjutkan sabdanya (dalam bentuk doa) : “Yaa Allah, pertemukanlah orang yang suka berhungan dengan Aku, dan putuskanlah (hubungan) orang yang tidak mau berhubungan dengan Aku”.( Diriwayatkan dari Anas bin Malik).

          Marilah sabda hadist-hadist tersebut diatas kita jadikan untuk mengoreksi pribadi kita masing-masing sampai seberapa dekat hubungan kita dengan Rasuululloh SAW !.
 (14) قَالَ : مَنْ صَلَّى عَلَىَّ فِى كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَآئِكَةُ تَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ مَادَامَ اسْمِى فِى ذَلِكَ الْكِتَابِ. رَوَاهُ الطَّبْرَانِى عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ
(14)  Bersabda Rasuululloh SAW :
“Barang siapa bershalawat (menuliskan shalawat) kepada-Ku didalam suatu kitab, maka para malaikat tiada henti-hentinya memohonkan ampunan baginya selama nama-Ku masih berada didalam kitab tersebut”. (Riwayat Tobroni dari Abi Huroiroh).
 (15) قَالَ : زَيِّنُوْا مَجَالِسَكُمْ بِالصَّلَاةِ عَلَىَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ عَلَىَّ نُوْرٌلَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. رَوَاهُ الدَّيْلَمِى عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْه
(15)  Bersabda Rasuululloh SAW :
“Hiasilah ruangan tempat pertemuanmu dengan bacaan shalawat kepada-Ku. Maka sesungguhnya bacaan shalawt kamu shalwat kepada-Ku itu menjadi “Nur” di hari kiamat.” (Diriwayatkan oleh Dailami dari ibnu umar).

Demikian hadist-hadist dan masih banyak lagi lainnya yang menrangfkan fadilah, manfaat dan kebaikan membaca shalawat, yang segala manfaat itu kembali kepada dan dirasakan oleh si pembaca shalawat, berguna bagi tetangganya, bagi masyarakat bangsa dan  negaranya, bahkan bagi makhluq pada umumnya. Manfaat lahiriyah dan batiniyah. Yang demikian itu harus kita sadari betapa agungnya fadol dan rahmat kasih sayang ALLAH SWT. Kepada kita manusia hamba-nya, yang dilewatkan Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Rahmat bagi seluruh ummat manusia bahkan bagi seluruh alamin. Firman ALLAH :
!$tBur š»oYù=yör& žwÎ) ZptHôqy šúüÏJn=»yèù=Ïj921- الانبياء : 107
Artinya kurang lebih :
Dan tiada AKU mengutus engkau (Muhammad SAW), melainkan melainkan sebagai rahmat-kasih sayang bagi seluruh alamin”. (21 Al—Anbiyaa’ :107).

          Betapa luhur dan agungnya derajat dan kemulyaan jujungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW., da sisi ALLAH!. Priagung satu—satunya di dunia yang memegang hak wewenang memberi syafaat pertolongan baik di dunia lebih-lebih di akhirat kelak. Pemimpin dunia yang menyelamatkan menuasia dari kesengsaraan dan kehancuran, yang mengangkat kita dari jurangkehinaan, yang membawa dan menuntun kita melalui jalan keselamatan menuju kota kebahagiaan , yang melindungi kita dari angkara murkanya perselisihan dan permusuhan.
Beliau Sholallahu alaihi wassalam telah mengorbankan kehidupan pribadi dan kelurga-Nya serta sahabat-sahabat-Nya demi untuk keselamatan dan kebahigiaan umat, kebahagiaan lahir batin, materiil dan spirituil, di dunia dan diakhirat. Walhasil kita tidak mampu menyusun kata-kata untuk menguraikan betapa agung dan luhurnya budi dan jasa beliau Rasuululloh SAW kepada kita para ummat, bahkan kepada sekalian makhluq pada umumnya. Jasa dan budi nurani yang meliputi jasadan wa ruuhan, sya’ran wa haqiqotan. Tinggal sampai sejauh mana tanggapan kita para ummat. Inilah yang harus senantiasa kita renungkan.



D.     MEMBACA SHALAWAT PADA HARI JUM’AT

Membaca shalwat pada hari jum’at, siang maupun malamnya, shalwat itu langsung ditrima oleh Rasuululloh SAW sendiri.

Betapa indah dan bahagia kita sebagai umat bahwa shalawat yang kita tujukan kepada Rasuululloh SAW yang kekasih dan utusan Allah SWT itu ditrima langsung oleh tangan beliau SAW sendiri!. Kita bayangkan seandainya kita menyampaikan sesuatu hadiah atau panghormatan kepada presiden misalnya, hadiah itu langsung ditrima oleh tangan Presiden sendiri, bukankah ini suatu kehormatan dan kegembiraan dan suatu kenang-kenagan yang mengesankan?. Itu bru kepada Presiden suatu negara  di dunia. Pada hal Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW adalah Presidennya jagad, Pemimpin di dunia dan Pemimpin serta Pembela di akhirat!. Seharusnya jauh lebih gembira, jauh lebih terkesan, jauh lebih terpesona kemudian lebih berterima kasih san lebih bersyukur.

Mari kita koreksi diri kita masing-masing, bagaimana adap kita ketika  membaca shalawat, lebih-lebih pada hari jum’at sudahkah kita menyesiakan diri seperti benar-benar di hadapan Rasuullloh SAW ketika membaca shalawat ? Ataukah malah sebaliknya hanya asal baca dan tidak ingat kepada Rasuululloh SAW. Padahal shalawat yang kita baca itu ditrima oleh Rasuululloh SAW ?.

AL FAATIHAH! BISMILLAAHIR RIHMAANIR ROHIM......
 (16) قَالَ : أَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلَاةِ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمْعَةِ فَإِنَّ صَلَاةَ اُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمْعَةِ... الحديث
رواه البيهقى بسند حسن عن ابى امامة
(16)  Bersabda Rasuululloh SAW :
“Perbanyaklah membaca shalwat kepada-Ku pada tiap hari jum’at maka sesungguhnya bacaan shalawat ummat-Ku pada tiap hari jum’at itu diperlihatkan kepada-Ku” (Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan Sanad Hasan dari Abi Umaamah)

          Ukuran banyak sedikitnya bacaan shalawat itu para Ulama Ahli Shalawat berbeda-beda pendapat. Ada yang menyebut bilangan 100, ada yang bilangan 313, ada yang 1000 dan seterusnya. Hadrotul Mukarrom Mualif Shalawat Wahidiyah menganjurkan apabila memperbanyak membaca shalawat supaya memilih bilangan ganjil. Misalnya 7, 11, 41, 100, 313, 1000, 5000, 11000 dan seterusnya.
 (17) قَالَ : أَكْثِرُوْا عَلَىَّ مِنَ الصَّلَاةِ فِى يَوْمِ الْجُمْعَةِ فَإِنَّهُ لَيْسَ اَحَدٌ يُصَلِّ عَلَىَّ يَوْمَ الْجُمْعَةِ إِلَّاعُرِضَتْ عَلَىَّ صَلَاتُهُ
رَوَاهُ الْحَاكِمُ وَغَيْرُهُ عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدِ
(17)  Bersabda Rasuululloh SAW :
         “Perbanyaklah membaca shalawat kepada-Ku tiap-tiap hari Jum’at. Maka sesungguhnya tidak seorangpun yang membaca shalawat kepada-Ku pada hari Jum’at melainkan diperlihatkan kepada-Ku shalawat yang is baca”.
         (Diriwayatkan oleh Al Hikam dan lainnya dari Ibnu Mas’ud).

          Adapun membaca shalawat di hari-hari selain hari Jum’at shalawat tersebut disampaikan kepada Rasuululloh SAW oleh Malaikat yang bertugas untuk itu. Akan tetapi apabila membacanya dengan penuh adab, sungguh-sungguh ta’dhim mahabbah dan syauq atau rindu yang mendalam, sekalipun diluar hati Jum’at, shalawat tersebut diterima secara langsung oleh Rasuululloh SAW. Disinilah perlunya kita harus beradab yang sebaik-baiknya sewaktu membaca shalawat. Adab kepada Allah SWT dan adab kepada Rasuululloh SAW.
 (18) قَالَ : إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَىَّ فَأَحْسِنُوْا الصَّلَاةَ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُوْنَ لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَىَّ... الْحَدِيْثُ. ارساد العباد : 62
رَوَاهُ الدَّيْلَمُّى عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِىَ اللهُ عَنْه
(18)  Bersabda Rasuululloh SAW :
         “Ketika kamu sekalian membaca shalawat kepada-Ku, maka bagusilah bacaan shalawat itu, Sesungguhnya kamu sekalian tidak mengerti sekiranya hal tersebut diperlihatkan kepada-Ku”.
(Riwayat Dailami dari Ibnu Mas’ud-Irsyaadul “Ibaad” hal 62)
          Hadrotul Mukarrom Mbah KH. Abdoel Madjid Ma’roef Qs. wa Ra. menganjurkan agar supaya menerapkan “ISTIDLOR” di dalam kita membaca shalawat. Shalawat apa saja. Istidlor artinya merasa seperti benar-benar berada di hadapan Rasuululloh SAW. Ini termasuk adab membaca shalawat di samping niat ikhlas LILLAH, seperti sudah diterangkan dimuka. Dengan istidlor seperti itu dengan sendirinya hati kita dapat lebih tawadhu’ tidak berani berkutik kesana kemari dan akan semakin tertanam lebih mendalam rasa mahabbah cinta kepada Rasuululloh SAW.
 (19) قَالَ : أَكْثِرُوْا الصَّلَاةَ عَلَىَّ فَإِنَّ اللهَ وَكَّلَ بِى مَلَكًا عِنْدَ قُبْرِىْ فَإِذَا صَلَّى عَلَىَّ رَجُلٌ مِنْ اُمَّتِى قَالَ لِى ذَلِكَ : يَامُحَمَّدُ إِنَّ فُلَانَ ابْنَ فُلَانٍ صَلَّى عَلَيْكَ. اَخْرَجَهُ الدَّيْلَمِىُّ عَنْ اَبِى بَكْرِ الصِّدِّيْقِ وَاَخْرَجَهُ النُمَيْرِى عَنْ حُمَّدِ الْكُوْفِى
(19)  Bersabda Rasuululloh SAW :
         “Perbanyaklah membaca shalawat kepada-Ku maka ssungguhnya Allah menugaskan bagi-Ku bertugas di kuburKu. Maka apabila seseorang dari ummat-Ku membaca shalawat kepada-Ku, Malaikat tadi berkata kepada-Ku “Yaa Muhammad sesungguhnya Fulan bin Fulan membaca shalawat kepada-Mu”
         (Dikeluarkan oleh Dailami dari Abu Bakar Siddiq dan oleh An-Namiri dari Hammad al Kufi).

          Jadi nama-nama orang yang membaca shalawat dan nama-nama orangtuanya yang dilaporkan kepada Rasuululloh SAW. Mari kita renungkan betapa barokahnya membaca shalawat.

AL FAATIHAH! BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM...
 (20) قَالَ : إِنَّ الِلَّهِ مَلَآئِكَةً سَيَّاحِيْنَ يُبَلِّغُوْنِى عَنْ أُمَّتِى السَّلَامَ
رَوَاهُ الْاِمَامُ عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ وَقَالَ الْحَاكِمُ صَحِيْحُ الْاِسْنَادِ
(20)  Bersabda Rasuululloh SAW :
         “Sesungguhnya Allah memiliki Malaikat-Malaikat yang bertebaran di langit yang tugasnya menyampaikan kepada-Ku salam dari ummat-Ku” (Riwayat Imam Ahmad dari Ibnu Mas’ud dan Al Hakim berkata sanadnya shoheh).
 (21) قَالَ : إِنَّ الِلَّهِ مَلَآئَكَةً يَسِيْحُوْنَ فِى الْاَرْضِ يُبَلِّغُوْنِى صَلَاةَ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ مِنْ أُمَّتِى. اَخْرَجَهُ الدَّارَقُطْنِىُ عَنْ عَلِىٍّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ
(21)  Bersabda Rasuululloh SAW :
         “Sesungguhnya Allah memiliki Malaikat-Malaikat yang bertebaran dibumi yang tugasnya menyampaikan kepada-Ku shalawatnya orang dari ummat-Ku yang membaca shalawat kepada-Ku”.
         (Dikeluarkan oleh Daroquthni dari Sayyidina ‘Ali Karromallahu Wajhah)

          Setelah kita mengetahui sedikit tentang faedah dan manfaatnya membaca shalawat, dan mengerti kedudukannya Beliau SAW disisi Allah serta fungsi dan peranan Beliau SAW bagi para ummat, maka adalah menjadi kewajiban kita untuk lebih meningkatkan adab-adab kita terhadap Beliau Rasuululloh SAW terutama batin kita ! Dan lebih-lebih ketika membaca shalawat.

          Di dalam Wahidiyah senantiasa diserukan agar supaya setiap kita membaca shalawat, shalawat apa saja, khususnya Shalawat Wahidiyah, supaya dengan adab lahir dan batin sebaik-baiknya. Antara lain yaitu niatnya harus betul-betul ikhlas beribadah kepada Allah – LILLAH tanpa pamrih suatu apapun. Selanjutnya ta’dhim dan mahabbah dan “istihdlor” merasa seolah-olah seperti benar-benar berada dihadapan Rasuululloh SAW!.

          Masalah adab kepada Rasuululloh SAW adalah hal yang sangat penting sekali untuk diperhatikan. Sekurang-kurangnya adab batin harus kita jaga! Dengan melestarikan membaca “YAA SAYYIDII YAA RASUULULLOH” kapan dan dimana saja kesempata, dibaca lisan atau batin melihat situasi, besar sekali menfaatnya bagi meningkatkan adab batin kita terhadap Rasuululloh SAW, di samping manfaat-manfaat lain yang banyak sekali. Mari kita terapkan untuk diri kita masing-masing dan keluarga kita! Bahkan oleh Hadrotul Mukarrom Mualif Shalawat Wahidiyah dianjurkan agar supaya disampaikan juga pada orang lain, kepada masyarakat luas, disamping diamalkan sendiri! membaca shalawat dan salam kepada Rasuululloh SAW, setiap keluar masuk rumah juga dianjurkan dengan kalimat :
اَلصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِكَ يَاسَيِّدِىْ يَارَسُوْلَ اللهِ

E       AQWAALUL ‘ULAMA MENGENAI SHALAWAT

          Banyak pandangan-pandangan dan pendapat para ulama mengenai shalawat. Ada yang diangkat dari qo’idah-qo’idah agama dan ada pula yang berdasar atas keyakinan dan pengalaman dzauqiyah dan dari hasil-hasil mukasyafah. Antara lain seperti di bawah ini :
 (1) أَقْرَبُ الطُّرُقِ إِلَى اللهِ فِى آخِرِ الزَّمَانِ خُصُوْصًا لِلْمُسْرِفِ كَثْرَةُ الْاِسْتِغْفَارِ وَالصَّلَاةِ عَلَى النَّبِىِّ ﷺ.
(1)    “Jalan yang paling dekat (menuju) kepada Allah pada akhir zaman khususnya bagi orang-orang yang berlarut-larut banyak dosa, adalah memperbanyak istighfar dan membaca shalawat kepada Nabi SAW”. (Dari kitab Sa’adatud-Daroini).
 (2) إِنَّ الصَّلَاةَ عَلَى النَّبِىِّ تُنَوِّرُ الْقُلُوْبَ وَتُوْصِلُ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ اِلَى عَلَّامِ الْغُيُوْبِ. سعادة الدارين : 36
(2)    “Sesungguhnya membaca shalawat kepada nabi SAW. Itu (dapat) menerangi hati dan mewushulkan tanpa Guru kepada Allah Dzat Yang Maha Mengetahui segala perkara ghaib”.
         (Sa’adatud Daroini hal : 36)

(3) وَبِالْجُمْلَةِ فَالصَّلَاةُ عَلَى النَّبِىِّ تُوْصِلُ إِلَى اللهِ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ لِأَنَّ الشَّيْخِ وَالسَّنَدَ فِيْهَا صَاحِبُهَا لِأَنَّهَا تُعْرَضُ عَلَيْهِ وَيُصَلِّى اللهُ عَلَى الْمُصَلِّى بِخِلَافِ غَيْرِهَا مِنَ الْأَذْكَارِ فَلَابُدَّ فِيْهَا مِنَ الشَّيْخِ الْعَارِفِ وَإِلَّا دَخَلَهَا الشَّيْطَانُ وَلَايَنْتَفِعُ صَاحِبُهَابِـهَا. كذافى سعادة الدّرين : 90
(3)    “Secara keseluruhan, membaca shalawat kepada Nabi SAW, itu (dapat) mewushulkan kepada Allah tanpa Guru. Oleh karena sesungguhnya Guru dan Sanad di dalam shalawat itu adalah shohibus-shalawat (yakni Rasuululloh SAW), oleh karena shalawat itu diperlihatkan kepada Beliau SAW dan Allah membalas (memberi) shalawat kepada sipembaca shalawat. Berbeda dengan lainnya shalawat dari bermacam-macam dzikir. Maka tidak boleh tidak didalam bermacam-macam dzikir itu (harus) ada guru (Mursyid) yang ‘Arif Billah. Kalau tidak, maka syetan akan masuk ke dalam amalan dzikir itu dan orang yang dzikir tidak dapat memperoleh manfaat daripada dzikirnya.
(Sa’adatud – Daroini : 90)

          Di dalam kitab Taqriibul Ushuul Fii Tashiilil Wushul Fii Ma’rifati Robbi War-Rosul SAW, karangan Syekh Zaini Dahlan diterangkan antara lain :
(4) وَإِنَّ الْعُلَمَآءَ اتَّفَقُوْا أَنَّ جَمِيْعَ الْأَعْمَالِ مِنْهَا الْمَقْبُوْلُ وَالْمَرْدُوْدُ إِلَّا الصَّلَاةَ عَلَى النَّبِىِّ فَإِنَّهَا مَقْبُوْلَةٌ قَطْعًا
تقريب الاصول : 57/كفاية الاتقياء : 48
(4)    “Dan sesungguhnya para ulama sudah sependapat bahwa sesungguhnya bermacam-macam amal itu ada yang diterima dan ada yang ditolak, terkecuali shalawat kepada Nabi SAW. Maka sesungguhnya shalawat kepada Nabi SAW. Itu “mazbuulatun qoth’an” – pasti diterima”.
(Taqriibul Ushuul hal.57 / Kifaayatul Atqiyaai hal.48)

          Pasti diterima artinya, sekalipun membacanya kurang hudlur, kurang khusyu’. Bahkan sekalipun membacanya dengan ujub, riyak, takabur, shalawatnya tetap diterima. Adapun ujub, riyak dan takaburnya itu ada perhitungan sendiri. artinya tidak menyebabkan ditolaknya shalawat. Berlainan dengan amalan-amalan selain shalawat. Disana ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Kelau tidak dipenuhi, amal tersebut tidak diterima oleh Allah SWT. Suatu amal (selain membaca shalawat) apabila dilaksanakan dengan riyak, ujub, takabur, amal itu tidak diterima. Bahkan disamping tidak diterima, kelak di akhirat dirupakan siksa untuk menyiksa orang yang beramal.

          Demikian pendapat (qoul) yang paling shoheh. Dalam hubungan ini Al Mukarrom Mualif Shalawat Wahidiyah menambahkan lebih lanjut, jadi jika shalawatnya diterima, otomatis nama sipembaca shalawat dan nama orangtuanya diperkenalkan kepada Kanjeng Nabi SAW. (lihat hadits no. 19 di hal 36 di muka). Otomatis Kanjeng Nabi mensyafaatinya, dan Allah memberi shalawat (rahmat dan maghfiroh) kepadanya, dan para malaikat ikut memohon rahmat dan ampunan bagi dirinya sipembaca shalawat.

(5)    Al Mukarrom As-Syekh Al’Arif Billah Al Haj Mbah KH. Abdoel Madjid Ma’roef Muallif Shalawat Wahidiyah menerangkan didalam suatu kesempatan memberikan Kuliah Wahidiyah antara lain bahwa membaca shalawat merupakan ibadah sunnah yang paling gampang yang diberi berbagai macam kebaikan yang tidak diperoleh pada ibadah-ibadah sunnah selain membaca Shalawat seperti dzikir, membaca Al Qur’an, shalat sunnah, dan ibadah-ibadah sunnah lainnya. Kebaikannya antara lain yaitu sekali membaca shalawat, spontan disyafaati oleh Rasuululloh SAW. Disamping mendapat pahalanya membaca shalawat itu sendiri. lebih-lebih jika membacanya dengan sungguh-sungguh ikhlas dan disertai adab-adab lahir batin sebaik-baiknya.

          Setengah daripada kebaikan membaca shalawat lagi yaitu disamping ingat kepada Kanjeng Nabi SAW sekaligus menjadi ingat kepada Allah. Ingat kepada utusan tentu ingat kepada yang mengutus. Dengan kata lain membaca shalawat sudah mengandung dzikir Allah. Berarti, membaca syalawat sudah mencakup isi dan makna dua kalimat syahadat : “ASYHADU ANLAA ILLAHA ILLALLOH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR ROSUULULLOH SAW”. Sedangkan dzikir kepada Allah belum tentu ingat kepada Kanjeng Nabi SAW. Lagi, diantara manfaat membaca shalawat yaitu bahwa shalawat sudah mengandung istighfar, mohon ampunan Allah Ta’ala dan mengandung do’a “Liqodloil hajat” dan lain-lain (lihat hadits dimuka).

          Membaca shalawat dikatakan merupakan ibadah sunnah yang paling gampang, sebab disitu tidak ada syarat-syarat harus begini harus begitu, berbeda dengan ibadah-ibadah sunnah yang lain. Seperti dzikir misalnya, syaratnya dzikir antara lain hati harus benar-benar hudlur dan didalam menuju wushul sadar kepada Allah, dzikir harus ada guru mursyid yang menuntunnya. Jika tidak, seperti diterangkan dimuka “dakholahas syaithon falaa yantafi’u biha shohibuha” – tergoda oleh setan dan orang yang berdzikir tidak memperoleh manfaat daripada dzikirnya. Membaca Al-Qur’an juga harus begitu.  Harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Kalau tidak, salah-salah malah bisa dikecam oleh Al-Qur’an itu sendiri sebagaimana disebutkan :
رُبَّ تَالٍ لِلْقُرْآنِ وَالْقُرْآنُ يَلْعَنُهَ. قَالَهُ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ
          “Banyak orang membaca Qur’an, dan melaknati mengecam si pembacanya”. (Dikatakan oleh Anas bin Malik).

          Hal tersebut disebabkan antara lain karena kurang tepat bacaan dan adab-adabnya. Kurang tepat tajwidnya dan mahrojnya. Apabila tepat segala-galanya dan lebih-lebih sambil menghayati maknanya maka, membaca Al Qur’an adalah “afdlolul ibaadah” = paling utamanya ibadah sunnah sebagaiman sebda hadits :
أَفْضَلُ عِبَادَةِ أُمَّتِىْ تِلَاوَةُ الْقُرْآنِ. رَوَاهُ الْبَيْهَقِى عَنِ النُعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ
          “Paling utamanya ibadah ummat-Ku adalah Tilawatil Qur’an”. (Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Nu’man bin Basyir)

          Keterangan dan uraian tersebut diatas kita tidak boleh salah mengartikan, tidak boleh kita salahgunakan. Kemudian kita tidak boleh meremehkan ibadah-ibadah sunnah selain membaca shalawat! Sama sekali tidak boleh! Keterangan tersebut dimuka malah harus justru mendorong kita untuk lebih berhati-hati di dalam menjalakan ibadah-ibadah  kepada Allah, baik ibadah-ibadah sunnah dan lebih-lebih ibadah-ibadah yang wajib seperti shalat lima waktu, puasa dan lain-lain. Ibadah sunnah seperti membaca Qur’an, membaca dzikir, tahlil, tasbih, shalawat, shalat sunnah dan lain-lain harus kita jalankan dengan adab-adab lahir batin yang sebaik-baiknya di samping memenuhi syarat rukunnya. Membaca Al-Qur’an misalnya, cara duduk dan menghadapnya, dalam keadaan suci dan sebagainya. Itu adab lahir. Sedangkan adab batin antara lain harus dengan niat ibadah kepada Allah dengan ikhlas tanpa pamrih, LILLAH di dalam istilah Wahidiyah, hatinya harus hudlur dan menyadari bahwa yang dibaca adalah Kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasuululloh SAW. Dan bagi yang mungkin, sambil mengangan-angan dan menghayati maknanya. Bagi yang belum dapat memenuhi adab-adab seperti di atas harus ada usaha untuk belajar!

          Inilah antara lain yang menjadi tugas pendidikan kanak-kanak muslim sejak mulai tamyis sampai menginjak dewasa, dan seterusnya.

          Kembali tentang faedah membaca shalawat. Dari keterangan-keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa, membaca Shalawat boleh dikatakan merupakan “jembatan emas” yang menyeberangkan manusia kepada pantai perbaikan, peningkatan dan penyempurnaan ibadah kepada Allah SWT. Shalawat boleh diibaratkan sebagai “kendaraan angkasa” yang membawa pembacanya kepada tingkat iman dan taqwa yang lebih tinggi, dan memperbaiki serta menyempurnakan akhlaqul kariimah atau budi pekerti.

          Maka oleh karena itu membaca shalawat kepada Kanjeng Nabi SAW. Termasuk sarana batiniyah yang penting di dalam mewujudkan masyarakat toto tentrem adil makmur bahagia lahir batin di dunia dan di akhirat yang diridloi Allah, oleh karena dengan meningkatkan iman dan taqwa maka akan muncul berbagai macam barokah yang memberi manfaat yang luas kepada segenap makhluq sebagaimana firman Allah dalam Surat Al A’rof ayat : 96

öqs9ur ¨br& Ÿ@÷dr& #tà)ø9$# (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur $uZóstGxÿs9 NÍköŽn=tã ;M»x.tt/ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur `Å3»s9ur (#qç/¤x. Mßg»tRõs{r'sù $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 tbqç7Å¡õ3tƒ. 7- الأعراف : 96
          “Dan sekirannya ahli desa (negara) benar-benar iman dan taqwa, pasti kami bukukan bagi mereka bermacam-macam barokah dari langit dan dari bumi (dari arah yang dapat diperhitungkan dan yang tidak dapat diperhitungkan). Akan tetapi (sayangnya) mereka membohongkan (tidak konsekuen), maka KAMI siksa mereka disebabkan karena perbuatan mereka”. (7 Al-A’raaf : 96)

(6)    Di dalam kitab Sa’adatud Daroini Fii-Sholaati ‘Ala Sayyidinaa Kau-naini SAW. Diterangkan bahwa diantara faedah shalawat yang besar adalah terbayangnya hati sipembaca kepada Rasuululloh SAW.

وَمِنْ أَعْظَمِ فَآئِدَتِـهَا انْطِبَاعُ صُوْرَتِهِ عَلَى قَلْبِ الْمُصَلِّى
سَعَادَةُ الدَّارَيْنِ : 506
          “Setengah daripada faedah membaca shalawat yang paling besar adalah tercetaknya shuroh Rasuululloh SAW. Di dalam hati si pembaca shalawat”. (Sa’adaatud Daaroini hal 506)

          Dalam bahasa jawa “tansah keton-ketonan” Kanjeng Nabi SAW = hati selalu terbayang kepada Kanjeng Nabi SAW. Alhamdulillah di antara para Pengamal Wahidiyah banyak yang memperoleh pengalaman seperti itu.

          Hubungan dengan hal tersebut, di dalam Wahidiyah sering diserukan supaya melatih hati dengan Istihdlor, yakni merasa seperti seolah-olah berada di hadapan Rasuululloh SAW, baik ketika membaca shalawat, maupun di luar membaca shalawat. Atau merasa seolah-olah seperti mengikuti Rasuululloh SAW. Di manapun kita berada. Dengan terus-menerus membaca “YAA SAYYIDII YAA RASUULLALLOH”, alhamdulillah dikaruniai dapat lebih mudah mengetrapkan istihdlor seperti itu.

          Orang yang hatinya senantiasa istihdlor seperti itu sendiri tidak berani melakukan soal-soal atau perbuatan yang dilarang oleh agama. Tidak berani melanggar larangan-larangan Allah dan Rasul-NYA SAW. Tidak berani melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan, baik merugikan diri sendiri lebih-lebih merugikan orang lain. Senantiasa berhati-hati di dalam segala hal dan tingkah laku. Takut kala-kalau tidak diridloi Allah wa Rasuulihi SAW. Dengan kondisi batiniyah seperti itu ia akan selalu mendapat Pancaran Nur Nabian atau Nuuru Nubuwwatihi SAW. Makin kuat dan makin mendalam istihdlornya, makin bertambah-tambah pula pancaran Nur ke-Nabian menyinari hatinya dan menembus kepada budi pekerti melahirkan akhlaqul karimah yang sempurna. Otomatis kondisi batiniyahnya seperti itu menjadikan orang yang bersangkutan senantiasa bertaholluq (berbudi pekerti) seperti budi pekerti Allah wa Rasuululloh SAW.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنْ هَؤُلَآءِ. آمِيْن
          Semoga Allah menjadikan kita dan mereka termasuk golongan orang-orang seperti diatas! Amin!

          Hidup dan kehidupan orang yang seperti di atas sudah  berang tentu akan memberi manfaat kepada dirinya sendiri dan keluarganya. Membuahkan bagi orang lain, bagi masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan bagi makhluq-makhluq pada umumnya.

          Dengan senantiasa “ISTIHDLOR” kepada Kanjeng Nabi SAW seperti di atas, orang akan benar-benar bisa menempati “HAQIIQOTUL MUTAABA’AH”, yaitu hakikatnya mengikuti yang sempurna. Mengikuti dalam arti yang seluas-luasnya dan selengkap-lengkapnya. Mengikuti tingkah laku orang yang diikuti, kemudian meniru akhlaqnya, meniru perangainya meniru cara-caranya berbuat dan bertindak, melakukan, apa yang disukai lebih-lebih yang diikuti, dan menjauhi apa-apa yang tidak disukai lebih-lebih yang dilarang oleh orang yang diikuti. Tidak berbeda dengan keadaan orang yang sedang dimabuk cinta atau mahabbah yang mendalam. Kemanapun dan dimanapun ia berada selalu ingat dan terbayang kepada orang yang dicintai. Sampai-sampai ucapannya, tingkah lakunya, gerak-geriknya meniru ucapan, tingkah laku dan gerak-gerik orang yang dicintai. Dia selalu terbayang atau “istihdlor” kepada orang yang dicintai. Tepat sekali yang diterangkan di dalam Kitab Taqriibul Ushuul 55 atau kitab Sa’aadatud Daaroini hal 35 sebagai berikut :

قَالَ الشَّاذَلِىُّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ : رَأَيْتَ رَسُوْلَ اللهِ فَقُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ، مَاحَقِيْقَةُ الْمُتَابَعَةِ؟ فَقَالَ : حَقِيْقَةُ الْمُتَابَعَةِ رَؤْيَةُ الْمَتْبُوْعِ عِنْدَ كُلِّ شَيْئٍ وَمَعَ كُلِّ شَيْئٍ وَفِى كُلِّ شَيْئٍ (الْمُرَادُ بِـهَا رَؤْيَةُ الشَّهُوْدِ) تقريب الاصول : 55 / جامع الاصول : 35
          “Berkata Imam Syadzali rodliyallohu ‘anhu “Aku melihat Rasuululloh SAW. Kemudian aku bertanya : Yaa Rasuululloh, apakah haqiqotul mutaaba’ah itu, Rasuululloh menjawab : “rukyattul matbu’inda kuli syai-in wa ma’a kulli syai-in” = melihat yang diikuti berada di sampingnya segala sesuatu dan bersama segala sesuatu dan di dalam segala sesuatu yang dimaksud”. Yang dimaksud adalah Ru’yah Syuhud / melihat secara nyata.

          Maka jika benar-benar haqqul yakin mengikuti Rasuululloh SAW, seharusnya bisa melihat Beliau SAW. Dimana saja dan kapan saja. Istilah yang lebih ringan “terbayang” atau “ingat”. Melihat disini, dengan mata hati atau disebut “bashiroh”. Akan tetapi juga mungkindengan mata lahir apa bila kondisi batiniyahnya cukup kuat. Sudah tentu tidak sembarang hati yang dikaruniai bashiroh seperti itu. Hanya hati yang bersih dan jernih saja yang mempunyai bashiroh. Makin bersih, makin jernih dan makin suci, makin tajam dan makin kuat pula bashirohnya sehingga bisa menembus pada penglihatan mata lahir. Dikatakan juga “mukasyafah”, melihat Rasuululloh SAW. ‘Yaqodhotan’ = dalam keadaan jaga (bahasa jawa melek-melekan). Mengenai bertemu Rasuululloh SAW. Ini insyaallah akan dibahas dibelakang.

          Orang mengikuti apabila tidak bisa melihat kepada yang diikuti besar kemungkinan mengalami kebingungan bahkan bisa tersesat jalan terpisah dari yang diikuti tidak merasa. Mari kita koreksi diri kita masing-masing selama ini yang mengaku pengikut Rasuululloh SAW atau sebagai ummat Muhammad SAW. Jangan-jangan telah tersesat tidak merasa! Na’uudzu Billah min dzalik! Ibarat shalat berjamaah, kita para ummat adalah makmum dan Rasuululloh SAW imamnya. Apabila makmum tidak mengikuti gerakan imam menjadi batal makmumnya. Batalnya makmum didalam shalat bisa diqodho pada kesempatan lain. Akan tetapi batalnya makmum kepada Rasuululloh SAW bisa membawa akibat fatal, menjadi batal Iman Islam kita! Na’uudzu Billah. Oleh karena itu mari kita senantiasa koreksi diri bagaimana hubungan bathin kita terhadap Rasuululloh SAW!

AL FAATIHAH...
YAA SYAAFI’ AL KHOLQISH SHOLAATU WASSALAM...
YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH!
AL FAATIHAH!

          Syekh Abul Abbas Al Mursyi mengatakan sebagaimana dimuat didalam Kitab Taqriibul Ushuul hal 55 dan kitab Sa’aadatud Daaroini hal 440 sebagai berikut :

قَالَ السَّيِّدُ الشَّيْخُ اَبُوْالْعَبَّاسِىُّ : لَوْ حُجِبْتُ عَنْهُ طَرْفَتَ عَيْنٍ مَاأَعْدَدْتُ نَفْسِىْ مِنْ جُمْلَةِ الْمُسْلِمِيْنَ. سعادة الدارين:44/تقريب الاصول:55
          “Seandainya aku terhijab dari (tidak melihat atau mengingat) Rasuululloh SAW. Sekejap mata saya, aku tidak berani menghitung diriku dari golongannya kaum Muslimin”.

          Demikian tebal dan kuatnya iman seseorang yang hatinya senantiasa dipercaya oleh “Nur Cahaya Kebenaran” atau “Nuuru Nubuwwatihi SAW”. Tidak tanggung-tanggung mengoreksi dirinya sendiri. berani menghukum dirinya dengan jujur.

          Sesungguhnya “Nuuru Nubuwwatihi SAW” itu tiada putus-putusnya senantiasa menyinari kalbu kaum mukminin dan muslimin terus-menerus. Akan tetapi hanya hati yang bersih bening dan dilingkari oleh iman yang membaja saja yang bisa melihat dan menyadari terhadap pancaran “Nuuru Nubuwwatihi SAW” yang menyinari ke dalam dirinya. Sedangkan hati yang masih kotor, yakni hati yang masih tertutup tebal oleh belenggunya aghyaar (apa-apa selain Allah), hati yang masih dikotori oleh kabut pedutnya nafsu, hati yang dibelenggu oleh rantai imperealis ananiyah, sekalipun masih ada iman sedikit-sedikit akan tetapi tidak dikaruniai “bashiroh” atau penglihatan batin sehingga tidak menyadari bahwa dirinya adalah hanya sebagai hamba Allah, sebagai ABDULLOH yang tidak memiliki kemampuan apa-apa, bahwa dirinya adalah sebagai umat Rasuululloh SAW, yang senantiasa menerima jasa dan oleh karena itu seharusnya senantiasa sadar dan ingat kepada Rasuululloh SAW.

          Jadi hati manusia itu ibaratnya seperti kaca cermin (kaca pengillon). Jika kotor tertutup oleh debu tidak bisa dipakai bercermin sebab tidak bisa memantulkan cahaya yang menyinarinya. Baru bisa dipakai bercermin apabila digosok dibersihkan debu-debu dan kotoran yang menempel. Begitu juga hati manusia apabila kotor, tidak jernih, tidak bisa memantulkan cahaya kebenaran yang memancar ke dalam dirinya. Maka dari itu usaha menjernihkan hati harus dilakukan secara terus-menerus. Tidak cukup hanya satu kali. Operasi mental merupakan proses yang harus berkesinambungan, supaya hati tetap dalam keadaan jernih  dan bersih dari kotoran-kotoran dosa yang dapat terjadi sewaktu-waktu.

          Satusatunya obat pembersih hati yang paling muujarab, paling paten adalah yang seperti disebutkan didalam Al Qur’an yaitu “DZIKRULLOH” ingat dan sadar kepada Allah. Dzikrullah bukan hanya diucapkan dengan lisan yang pokok adalah dzikrul-qolbi atau ingatannya hati kepada Allah. Sekalipun lisan terus-menerus mengucapkan Allah-Allah, akan tetapi jika hatinya itdak hudlur bersih hati, melainkan bahkan bisa menjadi makin kotor karena berkemampuan yang umumnya tidak disadari orang sebagai dosa. Padahal justru merupakan dosa besar bahkan dosa palin besar, sebab disitulah timbulnya coup atau pemberontakan terhadap kekuasaan Allah, mempersekutukan Allah secara samar-samar yang disebut : “SYIRIK KHOUFI”. Mempersekutukan Allah dalam dirinya dengan merasa bahwa dirinya ada dan mempunyai kemampuan. Lupa dan tidak sadar segala sesuatu itu adalah ciptaan dan digerakkan oleh Allah.

          Fungsi dan hikmah shalat adalah dzikrullah sebagaimana firman Allah ;
إِنَّنِى أَنَااللهُ لَآإِلَهَ إِلَّاأَنَا فَاعْبُدْنِى وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِىْ. 20- طه : 14
Artinya kurang lebih :
          “Sesungguhnya AKU ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain AKU, maka sembahlah AKU dan dirikanlah shalat untuk mengingat AKU”. (20 Thoha : 14)

          Jika hikmah tersebut bisa diperoleh oleh orang yang menjalankan shalat, maka otomatis hatinya menjadi bersih, tenang dan tentram.

Firman Allah menjamin hal itu :
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% ̍ø.ÉÎ/ «!$# 3 Ÿwr& ̍ò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$#.    13- الرعد : 28
Artinya kurang lebih :
          “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tentram”. (13 Ar Ro’d : 28)

žcÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍s3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çŽt9ò2r& 3 .  29- العنكبوت : 45
Artinya kurang lebih :
          “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain)”. (29 Al-Ankabut:45)

          Demikianlah jaminan yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang menjalankan shalat. Akan tetapi mengapa kenyataannya tidak seperti itu? Kita juga sudah aktif menjalankan shalat akan tetapi mengapa hati kita masih sering bingung, tidak tenang, tidak tentram,  tidak mutmainah, tidak banyak ingat kepada Allah, dan kita masih sering terjerumus ke dalam perbuatan munkar dan maksiat? Jawabnya harus kita cari di dalam diri kita sendiri. yaitu antara lain shalat kita masih belum benar. Kita melaksanakan shalat belum memenuhi syarat dan adab-adabnya shalat. Adab lahir maupun adab batin. Maka kita tidak bisa memperoleh jaminan yang diberikan oleh Allah SWT tersebut. Hati kita masih tetap kotor, dikotori oleh kepentingan-kepentingan hawa nafsu, kita tidak merasa. Misalnya, kita melaksanakan shalat tidak dengan niat ikhlas beribadah kepada Allah melainkan ada keinginan-keinginan, ingin pahala, ingin surga, dan lain-lain sehingga nilai ikhlas kita tidak murni.

          Maka oleh karena itu perlu terus usaha meningkatkan dan memperbaiki shalat kita. Dan disamping itu perlu ada kegiatan lain untuk menunjang berhasilnya operasi mental membersihkan dan menjernihkan hati. Antara lain yaitu dengan memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi SAW. Sudah kita bahas dimuka. Shalawat apa saja, khususnya Shalawat Wahidiyah, oleh karena Shalawat Wahidiyah memang dikhususkan untuk menjernihkan hati dan ma’rifat sadar kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Dingkatnya, jalan pintas untuk memperoleh kejernihan hati untuk menuju sadar ma’rifat kepada Allah wa Rasuulihi SAW adalah :

-         Memperbanyak berdepe-depe taqorrub mendekatkan diri, bertobat memohon ampunan kepada Allah SWT.
-         Memperbanyak membaca Shalawat kepada Nabi SAW
-         Memperbanyak tasyafu’an memohon syafa’at kepada Rasuululloh SAW:
Memohon bantuan (morit) memohon doa restu, memohon barokah, karomah, nadroh Ghoutsu Hadzaz Zaman dan para Auliya’ kekasih Allah SWT Rodliyallohu Ta’ala ‘anhum, agar beliau-beliau berkenan membantu permohonan kita kepada Allah SWT.


MUJAHADAH

          Mengamalkan Shalawat Wahidiyah menurut cara-cara yang telah dituntunkan disebut MUJAHADAH WAHIDIYAH atau disingkat MUJAHADAH begitu saja. Dengan bermujahadah insyaallah sudah tercakup keempat kegiatan jalan pintas yang disebutkan dimuka. Dan alhamdulillah di dalam praktek kenyataannya besar menfaatnya berupa kejernihan hati, ketenangan batin dan ketentraman jiwa sehingga hati lebih banyak ingat kepada Allah lebih banyak dzikrullah di samping ingat kepada Rasuululloh SAW. Pemimpin dan panutan kita semua.

          Hati yang sudah jernih seperti itupun masih bisa menjadi kotor keruh kembali, yaitu akibat dosa dan maksiat yang diperbuat olehnya. Akan tetapi alhamdulillah tidak sampai berlarut-larut dan kemudian cepat-cepat bertobat memohon ampunan kepada Allah SWT dan berubah sikap. Jadi setidak-tidaknya “mahfudh” = terpelihara tidak sampai berlarut-larut dalam perbuatan dosa. Alhamdulillah!

          Sedangkan hati yang masih kotor belum pernah dicuci bersih seperti di atas apabila ketempelan debu maksiat dan dosa, pada umumnya sukar sekali untuk menyadari dosa maksiat yang diperbuatnya jika tidak mendapat pertolongan dari Allah SWT. Akibatnya menjadi makin berlarut-larut di dalam lautan belukarnya maksiat dan mungkarot. Jika tidak segera melakukang langkah-langkah perbaikan, pasti kelak diakhirot akan merasakan penderitaan dan kesengsaraan yang tidak dapat digambarkan ngeri dan dahsyatnya. Dengan memperbanyak dan tekun  melaksanakan Mujahadah Wahidiyah alhamdulillah dikaruniai banyak sekali taufiq hidayah dan pertolongan dari Allah SWT, dikaruniai syafa’at tarbiyah Rasuululloh SAW, Barokah Karomah dan Nadroh Ghoutsu Hadzaz Zaman wa A’wanihi wa Saairi Auliyaaillahi rodliyallohu Ta’ala ‘anhum, sehingga dikaruniai berbagai kebaikan dan manfaat lahir dan batin yang tidak sedikit di samping ketenangan batin dan ketentraman jiwa seperti di atas.

          Sekali lagi alhamdulillah, Shalawat Wahidiyah dikaruniai kegunaan dan manfaat yang banyak sekali, dan sangat efektif buat segala macam kepentingan dunia dan akhirat, buat kebutuhan jasmani dan rohani, buat kepentingan spiritual maupun kepentingan yang bersifat material. Akan tetapi tidak boleh disalahgunakan! Artinya, jangan kita bermujahadah karena kita didorong oleh kepentingan-kepentingan tersebut, melainkan harus semata-mata niat beribadah kepada Allah dengan ikhlas LILLAH – tanpa pamrih dan dijiwai sadar BILLAH – “LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAH”. Demikian amanat Muallif dan pemberi ijazah Shalawat Wahidiyah.

          Siapa saja diberi kemampuan oleh Allah SWT asal betul-betul dan sungguh-sungguh di dalam bermujahadah. Firman Allah didalam Al Qur’an :
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِ يَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ. العنكبوت:69
Artinya kurang lebih :
          “Dan mereka orang-orang yang bersungguh-sungguh didalam menuju kepada KAMI, sungguh akan KAMI tunjukkan kepada mereka berbagai jalan KAMI. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (29 Al Ankabut : 69)

          Jaahadu bersungguh-sungguh, di dalam Wahidiyah disebut Mujahadah.

F.      MACAM - MACAMNYA SHALAWAT (ANWAA ‘US -  SHALAWAT).

          Shalawat kepada Kanjeng Nabi SAW, yang beraneka macam dan ragamnya itu dapat digolongkan kedalam dua golongan yaitu “SHALAWAT MAKTSUUROH” dan “SHALAWAT GHOIRU MAKTSUUROH”.

SHALAWAT MAKTSUUROH
         
          Shalawat Maktsuuroh ialah shalawat yang redaksinya langsung diajarkan oleh Rasuululloh SAW. Salah satu contoh ialah “Shalawat Ibrohimiyah” yaitu seperti yang kita baca didalam takhiyyatnya shalat. Kalimahnya yang masyhur yaitu :

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَّعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ اِبْرَاهِيْمَ.
          Jadi tidak memakai kalimah “Sayyidina”. Memang semua Shalawat Maktsuuroh tidak ada yang memakai kalimah itu. Ini menunjukkan keluhuran budi Rasuululloh SAW.yang tidak pernah menonjolkan diri selalu bertawadlu’ berlemah lembut pada siapapun. Suatu sikap budi luhur yang seharusnya ditiru oleh para umat.
          Adapun kita sering membacanya dengan tambahan kata “SAYYIDINA”, kata itu tambahan oleh para Shahabat Nabi SAW sebagai cetusan rasa takdhim dan mahabbah. Sudah sewajarnya kita para umat menyebut  Kanjeng Nabi SAW. Dengan “Sayyidina” atau kata lain yang dimaksutnya sama, misalnya “Kanjeng”, “Gusti”, “Bendara” dan sebagainya.

          Lebih-lebih terhadap Rasuululloh SAW. Bukankah Kanjeng Nabi Muhammad SAW adalah “Sayyidul Anviyaa  Wal Mursalin”, Pemimpinnya para Nabi para Utusan Allah, bahkan “Sayyidul Kholqi Aj Ma’in”, Sayyid atau Pemimpinnya seluruh makhluq!.

          Jadi penggunaan kalimah “Sayyidina” terhadap Kanjeng Nabi SAW., baik didalam bacaan Shalawat ataupun diluar bacaan Shalawat merupakan cetusan rasa ta’dhim memulyakan dan rasa mahabbah-cinta yang mulus. Dan sesuai dengan hadist :
قَالَ : أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ أَدَمَ وَلَا فَخْرَ... الْحَدِيْثَ
رَوَاهُ اَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِىُّ وَابْنُ مَاجَهٍ عَنْ أَبِى سَعِيْدٍ الْحُذْرِىِّ
          “Aku adalah Sayyidnya anak cucu Adam dan tidak membanggakan diri.....”.(Riawayat Imam Ahamd dan Thirmidzi dan Ibnu Majah dari Sa’id al khudri).

          Ini mengajarkan kepada kita suapaya lebih memurnikan tauhid kita kepada Allah SWT. Pada kesempata lain Rasuululloh SAW. Besabda yang artinya :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : لَاتَقُوْلُوْا لِلْمُنَافِقِ سَيِّدٌ فَإِنَّهُ وَإِنْ يَكُ سَيِّدًا فَقَدْ أَسْخَطَتُمْ رَبُّكُمْ عَزَّوَجَلَّ    رواه ابو داود باسناد صحيح
           Abu Hurairah Ra berkata : Rasuululloh SAW besabda “Janganlah kamu memanggil orang munafiq dengan sayyid. Kalau memang benar ia oran terhormat. Maka berarti kamu telah memurkakan Tuhan kamu” (HR. Abu Dawur Sahih).

          Allah SWT, melarang tidak boleh mengundang Kanjeng Nabi SAW. Hanya dengan menyebut “Yaa Muhammad” atau “Yaa Abal Qoshim” dan panggilan lain yang tidak mengandung nilai ta’dhim. Firman Allah :
žw (#qè=yèøgrB uä!$tãߊ ÉAqß§9$# öNà6oY÷t/ Ïä!%tæßx. Nä3ÅÒ÷èt/ $VÒ÷èt/. 24- النور : 63
          “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain)”.
Didalam ayat lain disebutkan larangan Allah :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#þqãèsùös? öNä3s?ºuqô¹r& s-öqsù ÏNöq|¹ ÄcÓÉ<¨Y9$# Ÿwur (#rãygøgrB ¼çms9 ÉAöqs)ø9$$Î/ ̍ôgyfx. öNà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 br& xÝt7øtrB öNä3è=»yJôãr& óOçFRr&ur Ÿw tbrâßêô±s?.   49- الْحُجُرَات : 2
Artinya kurang lebih :
          “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggalkan suara kamu melebihi Nabi (SAW), dan janganlah berkata kepada-Nya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang yang lain, salah-salah menjadi hapus amal-amal kamu sekalian da kamu sekalian tidak menyadari”. (49-Al Hujurot:2).

          Kedua  ayat tersebut betitik berat pada bidang adap terhadap Rasuululoh SAW.memanggil nama kanjeng Nabi SAW. Dengan “menjangkar” istilah orang jawa, artinya memanggil Nabi SAW adalah sangat tidak sopan  dan merupakan suu-ul adap yang bisa mengakibatkan terhapusnya amal-amal kebaikan.

          Kita para ummat wajib menghormat dan memulyakan Kanjeng Nabi SAW. Syekh Abul Abbas At-Tijani berkata sebagaimana disabutkan didalam kitab Sa’aadatud-Daaroini halaman 11 bahwa “siyaadah” (sebutan sayyidi) adalah termasuk ibadah. Sebab maksud pokok dari pada membaca Shalawat adalah menghormat mengagungkan Kanjeng Nabi SAW. Jadi apabila meninggalkan “siyaadah” di dalam membaca Shalawat, berarti tidak menghormat tidak memulyakan Kanjeng Nabi SAW. Ini perlu kita perhatikan !.

SHALAWAT GHOIRU MAKTSUUROH
          Shalawat Ghoiru Maktsuuroh adalah shalawat yang disusun oleh selain Kanjeng Nabi SAW. Yaitu oleh para Sahabat, para Tabi’in, para Sholihin, para Auliya’, para Ulama dan oleh umumnya orang Islam. Maka tidak aneh bahwa umumnya Shalawat Ghoiru Maktsuuroh itu kalimatnya ada yang panjang-panjang, susunan bahasanya disertai kata-kata yang indah-indah, mengekspresikan penghormatan, pujian dan sanjungan yang romantik sebagai cetusan dari getaran jiwa mahabbah dan syauq atau rindu yang mendalam. Bahkan tidak sedikit yang disusun dengan menggunakan kesastraan yang tinggi, menggunakan kalimat-kalimat yang baliigh dalam bentuk nadhom atau syair, sajak dan puisi. Dan di samping Shalawat banyak disertakan doa-doa munajad kepada Allah SWT dan kalimat-kalimat tasyafu’an memohon syafaat kepada Rasuululloh SAW. Hal tersebut menambah ikrom, ta’dhim dan rasa mahabbah yang makin mendalam.

          Ada banyak sekali macamnya Shalawat Ghoiru Maktsuuroh dengan name yang bermacam-macam pula. Berpuluh, beratus bahkan beratus ribu. Allahu A’lamu !

          Ada yang diberi nama dengan nama Muallifnya dan ada yang diberi nama menurut fadilah dan faedah yang terkandung didalamnya. Contoh Ghoiru Maktsuuroh antara lain Shalawat Munjiyat, Shalawat Naariyah, Shalawat Badawi, Shalawat Badar, Shalawat Burdah, Shalawat Masyisyiyah dan masih banyak lagi. Shalawat Wahidiyah termasuk Shalawat Ghoiru Maktsuuroh, dan nama “Wahidiyah” diambil dari salah satu Asmaul Husna yang terdapat didalamnya yaitu “ALLOHUMMA YAA WAHIDUU...”.

          Mari kita menyatakan syukur kepada Allah SWT dengan membaca surat Al Fatihah satu kali dihaturkan sebagai hadiyah disamping kepada Rasuululloh SAW. Kepada Beliau-Beliau Mullif Shalawat-Shalawat tersebut diatas.
AL FAATIHAH...

          Banyak Shalawat Ghoiru Maktsuuroh yang mengandung ajaran yang penting-penting. Ada yang mengandung ajaran bidang akhlaq dan bidang adab, ada yang mengandung bidang Ajaran Tauhid, Ajaran Haqiqot dan Ma’rifat, dan ada yang mengandung ajaran Syariah. Shalawat Masyisyiyah yang ditaklif oleh Syekh Abdus Salam bin Masyisy berisi ajaran Tauhid. Shalawat burdah taklifan, Syekh Bushiri mengandung dorongan batin yang menggugah dan menumbuhkan rasa mahabbah dan rindu kepada Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

          Dan Shalawat Wahidiyah yang mengandung ajaran yang meliputi bidang haqiqot dan bidang syariat, mencakup bidang akhlaq dan bidang adab, bidang tauhid, bidang iman, bidang Islam dan bidang Ihsan, pokoknya bidang Ubudiyah dan bidang kemasyarakatan. Shalawat Wahidiyah mengandung dan memberikan bimbingan praktis didalam merealisasi pelaksanaan “HABLUM MANILLOH WA HABLUM MINANNAS”, yakni membimbing pelaksanaan dan realisasi  kewajiban serta tanggungjawab terhadap Allah wa Rasuulihi SAW, terhadap keluarga, terhadap bangsa dan negara, terhadap sesama ummat manusia, terhadap agama, bahkan terhadap sesama makhluq pada umumnya.

          Bimbingan praktis tersebut dituangkan dengan kalimah-kalimah yang baliigh tetapi mudah difahami dan mudah diterapkan dan dilaksanakan seperti dapat kita saksikan di dalam Lembaran Shalawat Wahidiyah yang disampaikan kepada masyarakat luas dengan cuma-Cuma. Titik fokus yang menjadi tujuan daripada bimbingan praktis tersebut adalah bidang wushul ilallohi atau bidang Ma’rifat atau sadar kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Begitu baliigh susunan bahasanya, sehingga untuk mendalaminya perlu dibeberkan dengan bahasa yang praktis dan dengan penjelasan-penjelasan yang luas untuk lebih memudahkan di dalam pengamalan dan penerapannya.

          Itulah antara lain tugas Buku Kuliah Wahidiyah ini dan buku-buku Wahidiyah lainnya. Seperti :
-         Risalah Penjelasan Mengenai Shalawat Wahidiyah dan ajaran Wahidiyah
-         Pedoman Pokok-Pokok Ajaran Wahidiyah
-         Tuntunan Mujahadah dan acara-acara Wajidiyah
-         Tuntunan Mujahadah kanak-kanak Wahidiyah
-         Tuntunan Pembinaan Wanita Wahidiyah
-         Mingguan Wahidiyah dan
-         Brosure-brosure Wahidiyah yang dikeluarkan oleh Penyiar Shalawat Wahidiyah Pusat.
Baik Shalawat Maktsuuroh atau Shalawat Ghoiru Maktsuuroh adalah cukup memenuhi untuk pelaksanaan dari Firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 56 :
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#q=|¹ Ïmøn=tã (#qßJÏk=yur $¸JŠÎ=ó¡n@
          “... wahai orang-orang yang beriman bacalah Shalawat kepada Nabi (SAW) dan sampaikan salam hormat yang sebaik-baiknya”.

          Seperti diuraikan dimuka bahwa macamnya Shalawat ada banyak sekali dan kita tidak mampu menghitungnya. Masing-masing Shalawat dikaruniai faedah dan manfaat sendiri-sendiri yang satu sama lain tidak sama. Hanya Allah dan Rasul-NYA SAW< yang mengetahui.
          Ditinjau dari Muallifnya, sudah tentu Shalawat Maktsurooh adalah yang paling utama sebab ditaklif oleh Rasuululloh SAW sendiri. Akan tetapi juga tidak sedikit Shalawat Ghoiru Maktsuuroh yang dikaruniai faedah dan manfaat yang sangat berguna bagi para ummat. Manfaat lahiriyah dan manfaat batiniyah, baik untuk kepentingan didunia maupun kepentingan diakhirat. Banyak Shalawat Ghoiru Maktsuuroh yang membuahkan rasa ta’dhim dan mahabbah serta kesadaran kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Jadi pada dasarnya semua Shalawat adalah baik, dan dikaruniai manfaat kebaikan yang tidak sedikit. Antara lain tergantung kepada sipembaca Shalawat. Sangatlah tercale dan dikhawatirkan suu-ul adab apabila kita memperbandingkan satu Shalawat dengan Shalawat yang lain. Suu-ul adab kepada Muallif Shalawat dan suu-ul adab kepada Rasuululloh SAW!

          Al Mukarrom Romo KH. Abdul Madjid Ma’roef Qs. Wa Ra. Muallif Shalawat Wahidiyah di dalam suatu kuliah wahidiyahnya menerangkan bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap fadilah kebaikan Shalawat. Yaitu, disamping fadlol dari Allah SWT dan syafaat Rasuululloh SAW, fadilahnya suatu Shalawat ada hubungannya dengan antara lain :
1. Kondisi Muallif Shalawat. Terutama kondisi batiniyah.
2. Susunan redaksi Shalawat
3. Situasi dan Kondisi Masyarakat ketika shalawat itu ditaklif
4. Tujuan Shalawat itu ditaklif
5. Situasi dan kondisi si pembaca Shalawat
6. Adab lahir dan batin ketika membaca Shalawat.
          Bagi kita yang paling penting adalah perhatikan adab-adab ketika membaca Shalawat. Antara lain yaitu :
1.      Niat ikhlas beribadah kepada Allah tanpa pamrih
2.      Menta’dhim dan mahabbah kepada Rasuululloh SAW
3.      Hatinya Hudlur kepada Allah dan istidlor = merasa seperti di hadapan Rasuululloh SAW
4.      Tawaddlu’ merendah diri, merasa butuh sekali kepada pertolongan Allah SWT, butuh sekali syafaat dan bantuan (moril) dari Rasuululloh SAW.

          Kemudian dari sekian banyak Shalawat yang berbeda-beda fadillah dan manfaatnya itu sudah pasti kita boleh memilih shalawat apa yang akan kita amalkan, sesuai dengan kebutuhan dan hajat kita tanpa mengurangi hormat dan perhatian kita terhadap Shalawat yang lain-lain.

          Sesuai dengan situasi dan tuntutan zaman pada masa akhir ini dimana berbagai macam pengaruh datang membuat kegoncangan di dalam hati kita sehingga hidup kita menjadi tidak tenang dan tidak tentram. Maka sudah seharusnya kita mengamalkan Shalawat yang membuahkan atau yang membekas ketenangan batin dan ketentraman jiwa, pokoknya Shalawat yang mendatangkan kesejahteraan rohani. Sebab dengan kesejahteraan rohani akan mudah dibangun kesejahteraan jasmani yang kokoh dan stabil.

          Kesejahteraan rohani tersebut tidak lain adalah berupa penigkatan iman dan taqwa, peningkatan ingat dan sadar kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Shalawat yang memberi faedah seperti itulah yang seharusnya kita amalkan di samping amalan-amalan atau doa-doa lain.

          Alhamdulillah Shalawat Wahidiyah dikaruniai faedah yang cocok dengan tuntutan kebutuhan seperti tersebut di atas. Pengamalan Shalawat Wahidiyah Alhamdulillah membuahkan kejernihan hati, ketenangan batin dan ketentraman jiwa dan makin bertambah banyak ingat kepada Allah wa Rasuulihi SAW, suatu kondisi batiniyah yang menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir batin di dunia dan akhirat. Dengan kondisi batiniyah seperti itu maka akan lahir akhlaq-akhlaq dan perbuatan-perbuatan yang baik didalam menjalankan ibadah pengabdian diri kepada Allah SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa dan didalam hubungan dalam pergaulan hidup di masyarakat. Maka oleh karena itu pengamalan Shalawat Wahidiyah perlu kita usahakan,  perlu kita perhatikan dengan tidak mengesampingkan lebih-lebih meremehkan atau mengurangi perhatian terhadap amalan-amalan selain Shalawat Wahidiyah.

          Ditinjau dari segi redaksi atau susunan tata bahasanya, Shalawat Ghoiru Maktsuuroh ada yang berbentuk permohonan kepada Allah SWT. Seperti umpamanya dengan kalimah : “ALLOHUMMA...” dan ada juga yang secara langsung menyampaikan shalawat itu kepada Rasuululloh SAW seperti : “AS SHOLAWATU WASSALAAMU ‘ALAIKA WA’ALA AALIKA YAA SAYYIDII YAA RASUULULLOH”
الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِكَ يَاسَيِّدِيْ رَسُوْلَ اللهِ
          Di dalam Shalawat Wahidiyah kita jumpai ada bentuk shalawat dengan “Allahuma sholli...” dan ada yang bentuk menyampaikan langsung kepada Rasuululloh SAW, yaitu shalawat yang ketiga : “YAA SYAFI’AL KHOLQIS-SHOLAATU WASSALAM...” dan shalawat yang keempat : “YAA SYAFI’AL KHOLQI HABIIBALLOHI...”

          Shalawat yang ketiga “Yaa Syafi’al Kholqis-sholatu wassalam... “ disebut “SHALAWAT TSALJUL QULUUB” yang berarti “saljunya hati”. Nama lengkapnya agak panjang yaitu :
صَلَوَةُ ثَلْجِ الْغُيُوْبِ فِى تَبْرِيْدِ حَرَارَةِ الْقَلُوْبِ
(Shalawat Salju Ghoib untuk mendinginkan hati yang panas)

          Dan alhamdulillah memang nyata shalawat “Yaa syafi’al Kholqis-sholaatu wassalam...” tersebut memberi rangsangan dalam hati menjadi dingin tidak mudah meluap panas tetapi juga tidak menjadi beku.

          Baik shalawat yang menggunakan “Allohuma sholi” maupun yang langsung disampaikan kepada Rasuululloh SAW. Masing-masing ada khosyiyahnya sendiri-sendiri. Beliau Muallif Shalawat Wahidiyah menerangkan bahwa shalawat yang tidak memakai lafal “ALLAH” diantara fadilahnya adalah membekas rasadingin dan tenang dan tentram di dalam hati. Sedangkan shalawat yang memakai lafal “ALLAH” merangsang rasa panas didalam hati, artinya hati menjadi bersemangat dan bergairah, bergairah untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik diridloi Allah wa Rasuulihi SAW.

          Kemudian mana yang perlu kita perbanyak pengamalannya, apakah shalawat yang memakai lafal “ALLAH” atau tidak memakai lafal “ALLAH”, itu tidak menentu tergantung “waaridun Ilahiyyun’ (getaran hati dari Allah) yang diberikan kepada hati seseorang. Suatu ketika mungkin shalawat yang menggunakan lafal “ALLAHUMMA” atau lafal “ALLAH” seperti misalnya “SHOLLALLOHU ‘ALA MUHAMMAD” yang meninggalkan kesan yang baik didalam hati. Akan tetapi mungkin pada suatu tempo justru shalawat yang redaksinya langsung kepada Rasuululloh SAW dan tidak mengadung lafal “ALLAH” yang memberikan kesan atau rangsangan yang baik di dalam hati.

          Shalawat Wahidiyah terdiri dari rangkaian dua bentuk redaksi shalawat seperti di atas. Ada yang bentuk “ALLAHUMMA...” dan ada yang langsung disampaikan kepada Rasuululloh SAW. Tanpa disertai lafal “ALLAH”. Maka logis apabila faedah yang diberikan Allah SWT kepada Shalawat Wahidiyah benar-benar cocok dengan apa yang dibutuhkan oleh umat dan masyarakat dewasa ini. Yakni hati yang dingin, tenang dan tentram tetapi bersemangat dan bergairah.

          Selain itu Shalawat Wahidiyah disamping shalawat yang menjadi intinya, disertakan pula doa-doa permohonan kepada Allah SWT. Hal-hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang. Yaitu misalnya pada shalawat kedua “ALLAHUMMA KAMAA ANTAAHLUH...” ditambahkan lagi dengan pemohonan kebaikan bagi pribadi, keluarga, bangsa dan negara, bahkan bagi ummat masyarakat manusia seluruh dunia, baik yang masih hidup maupun yang masih meninggal dunia. Nenek moyang kita, leluhur kita dan saudara-saudara kita yang sudah berada di alam kubur tidak ketinggalan menjadi sasaran penting yang dimohonkan di dalam Shalawat Wahidiyah. Kesejahteraan dan barokah bagi bangsa dan negara, bahkan bagi seluruh makhluq ciptaan Allah termasuk objek yang harus dimohonkan di dalam Mujahadah Shalawat Wahidiyah. Ditambah lagi dengan permohonan barokah bagi mujahadah yang sedang kita laksanakan, kemudian diakhiri dengan getaran jiwa yang kuat mengetuk hati jami’al ‘alamin – umat seluruh dunia termasuk diri kita sendiri terutama, yaitu ajakan “FAFIRRUU ILALLOOH” = larilah kembali kepada Allah (wa Rasuulihi SAW). Arti pada “barokah” adalah bertambahnya kebaikan.

          Yang penting lagi, didalam Wahidiyah kita dibimbing oleh Muallif Shalawat Wahidiyah. Antara lain yaitu didalam setiap kita berdoa, kita harus husnulyaqin = berbaik kebaikan bahwa permohonan kita dikabulkan oleh Allah SWT, yaitu menerapkan sabda hadits :
إِذَادَعَوْتُمْ فَأَيْقِنُوْا بِالْاِجَابَةِ.  رَوَاهُ التِّرْمِذِىُّ عَنْ ابِى هُرَيْرَةَ
Artinya :
          “Apabila kamu sekalian berdoa maka yakinlah (doamu) diijabahi oleh Allah SWT”. (Riwayat Tirmidzi dari Abu Huroiroh)

          Akan tetapi kita tidak boleh terpancang hanya memandang terkabulnya doa saja! Didalam berdoa kita harus menitikberatkan doa kita itu sebagai pelaksanaan ibadah kepada Allah. Kita memang diperintah untuk berdoa. Firman Allah :
tA$s%ur ãNà6š/u þÎTqãã÷Š$# ó=ÉftGór& ö/ä3s9.   40- الْمُؤْمِنْ : 60
Artinya kurang lebih :
          “Dan Tuhanmu berfirman : “Berdoalah (memohonlah) kamu sekalian kepada-KU, niscaya akan kuijabahi bagimu”. (40 Al mukmin :60)

          Jadi kita berdoa untuk melaksanakan perintah-NYA yaitu “UD’UUNI”.  Berdoa dengan niat ibadah kepada Allah dengan ikhlas tanpa pamrih “LILLAH” istilah di dalam Wahidiyah. Dan disamping LILLAH harus pula ada niat “LIRROSUL” mengikuti tuntunan Rasul SAW, dan dijiwai sadar kepada Allah wa Rasuulihi SAW! Lihat Ajaran Wahidiyah di belakang!


G      ATTA’ALLUQ BIJANAABIHI SAW
          (HUBUNGAN DENGAN RASUULULLOH SAW)

          Dimuka sudah kita bahas bahwa faedah membaca shalawat yang paling besar menfaatnya adalah “inthibaa ‘ushuurotihi SAW ‘ala qolbil-musholi” = tercetaknya pribadi (shuuroh) Rasuululloh SAW di dalam hati sipembaca shalawat. Dengan kata lain selalu terbayang kepada Rasuululloh SAW. Dengan demikian terjalin hubungan jiwa yang sanga erat antara sipembaca shalawat dengan Rasuululloh SAW. Kita yakin bahwa eratnya hubungan jiwa dengan Rasuululloh SAW merupakan pusaka dan pondasinya iman dan taqwa, dan menjadi patrinya mahabbah kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Dan kita yakin bahwa iman, taqwa dan mahabbah merupakan bangunannya keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin rohani dan jasmani di dunia dan di akhirat.

          Maka oleh karena itu hubungan kita sebagai ummat terhadap Rasuululloh SAWsebagai pemimpin kita, sebagai pembimbing kita, sebagai pembela kita dari kesesatan dan kehancuran perlu dipupuk, ditingkatkan dan disempurnakan yang sebaik-baiknya! Hubungan yang masih bersifat formalitas ala syarii’ah harus ditingkatkan menjadi semacam hubungan molekuler yang lebih kokoh lahir dan batin.

          Bukankah Rasuululloh SAW sendiri sesuai dengan kepribadian Beliau yang “ROHMATAN LIL ALAMIN” dan “BIL MUKMINIINA ROUUFUR-ROHIIM” telah melekatkan dan meratakan “lem perekat” hubungan terhadap, sekalian para umat.

Firman Allah didalam Al Qur’an memberitahukan hal itu kepada kita antara lain :
ôs)s9 öNà2uä!%y` Ñ^qßu ô`ÏiB öNà6Å¡àÿRr& îƒÍtã Ïmøn=tã $tB óOšGÏYtã ëȃ̍ym Nà6øn=tæ šúüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ Ô$râäu ÒOŠÏm§.  9- التَّوْبَه : 128
Artinya kurang lebih :
          “Sesungguhnya telah datang kepadamu sekalian seorang Rasul dari kalangan kamu sekalian yang sangat berat memprihatinkan kamu sekalian, yang mencurahkan kasih terhadap kamu sekalian dan berkasih sayang terhadap orang-orang mukmin”. (9 Al Taubah : 128)

          Begitu mendalam keakraban hubungan batin Rasuululloh SAW terhadap para ummat sampai Beliau SAW memanggilnya sebagai “ikhwan” sebagai “kawan”, sebagai “saudara” dengan sabdanya :

وَشَوْقَاهْ إِلَى إِخْوَانِى الَّذِيْنَ يَأْتُوْنَ مِنْ بَعْدِىْ ( إِنْسَانْ كَامِل 2/88 )
Artinya kurang lebih :
          “Betapa rindu-Ku kepada saudara-saudara-Ku yaitu mereka yang datang sesudah-Ku”. (Insan Kamil II hal 88)

          Jadi kita para ummatnya seharusnya tinggal menempelkan dan melekatkan hubungan jiwa dengan Rasuululloh SAW yang “lem perekatnya” sudah ada dan sudah diratakan oleh Rasuululloh SAW sendiri. mari kita renungkan hal ini dan kita adakan koreksi diri bagaiman hubungan kita selama ini terhadap Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Pemimpin kita, Pembimbing kita dan Pembela kita yang sangat menyayangi kita!

AL FAATIHAH!
YAA SYAAFI’AL KHOLQIS-SHOOLATU WASSALAM...
YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH....

          Adapun cara-cara mengadakan dan memperbaiki hubungan yang akrab kepada Rasuululloh SAW atau yang disebut “ATTA’ALLUQ BIJANAABIHI SAW” ada dua jalan, yaitu seperti diterangkan didalam kitab Sa’aadatud-Daaroini fis-sholaati ‘Ala Sayyidil Kaunaini SAW, karangan Syekh Yusuf bin Ismail An Nabhani. ATTA’ALLUQ SHUURIYYUN dan ATTA’ALLUQ MAKNAWAYYUN.


TA’ALLUQ SHUURIYYUN atau hubungan secara formal dapat ditempuh melalui dua jalan :

(1)    Menjalankan segala apa yang diperintahkan dan menjauhi atau meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Rasuululloh SAW. Jadi menjalannkan syari’ah Islam secara komplit lahir dan batin dengan tepat dan sempurna di dalam segala hubungan. Baik itu dalam hubungan kepada Allah wa Rasuulihi SAW, maupun di dalam hubungan dengan masyarakat, terhadap keluarga, terhadap tetangga, terhadap bangsa dan negaranya, terhadap sesama ummat manusia segala bangsa terhadap agamanya bahkan terhadap sesama makhluq pada umumnya.

(2)    Fanak atau lebur di dalam lautan mahabbah atau cinta kepada Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, antara lain dengan memperbanyak membaca shalawat, memperbanyak dan mengangan-angan penuh rindu dan syauq kepada Rasuululloh SAW. Memperbanyak membaca dan mendengarkan uraian-uraian atau hikayah-hikayah yang mengandung pujian dan sanjungan terhadap kebesaran dan kemulyaan Rasuululloh SAW. Sehingga tumbuh rasa mahabbah dan rindu yang mendalam. Juga dengan berangan-angan dan berfikir tentang jasa-jasa dan pengorbanan serta perjuangan Rasuululloh SAW di dalam membela ummat.

TA’ALLUQ MAKNAWAYYUN atau secara hubungan maknawi juga dapat ditempuh melalui dua jalan :

(1)    Melatih hati membayangkan atau istihdlor kepada pribadi Beliau SAW yang mulia dan agung itu dengan sepenuh ta’dhim, mahabbah atau kagum. Ini bagi mereka yang sudah pernah bertemu Rasuululloh SAW, dalam mimpi atau dalam keadaan jaga (tidak tidur) atau yaqodhotan. Bagi yang belum pernah membayangkan sifat-sifat dan budi pekerti Beliau SAW yang luhur itu. Bagi yang sudah pernah ziarah ke Makkah dan Madinah dapat membayangkan Ka’bah, membayangkan Maqom Rasuululloh SAW, membayangkan Masjid atau tempat-tempat lain yang bersejarah yang dipergunakan oleh Beliau SAW di dalam memperjuangkan agama Islam dan di dalam memberikan tuntunan dan bimbingan kepada para sahabat radliyallohu ta’ala ’anhum. Semua itu harus kita lakukang dengan beradab ta’dhim dan tawadhu’.

         MASALAH MIMPI BERTEMU KANJENG NABI BESAR MUHAMMAD SAW.
                             Mimpi bertemu Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW adalah mimpi baik, mimpi yang benar, mimpi yang hak. Siapapun orangnya yang bermimpi dan bagaimanapun keadaan mimpinya, itu mimpi yang benar. Sebab syetan tidak dapat tamatsul atau menyerupakan diri (mendo-mendo-Jawa) dengan Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Bersabda dalam Hadits :

مَنْ رَآنِى فَقَدْرَأَ الْحَثَّ فَإِنَ الشَّيْطَانَ لَايَتَمَثَّلُ بِى. رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَغَيْرُهُ
          Artinya kurang lebih :
         “Barang siapa melihat AKU dalam mimpi maka sungguh ia melihat kebenaran (melihat Rasuululloh SAW, dengan sebenarnya). Oleh karena sesungguhnya syetan tidak dapat menyerupakan diri sebagai aku”. (Riwayat Imam Muslim dan lainnya)

         Di dalam kitab Ta’thiirul Anaam “MAN ROAANI” diberi tafsir yang shokheh : “WALAU ‘ALA AYYI SHUUROTIN WA HAA LATIN” = sekalipun dalam rupa dan keadaan yang bagaimanapun juga.

         Memang, hasil impian seseorang bisa jadi tidak sama. Ada yang bermimpi bertemu Rasuululloh SAW, persis seperti apa yang disifatkan dan diterangkan di dalam kitab-kitab sejarah. Tetapi ada yang menyimpang dari itu. Tetapi keduanya sama-sama benar menurut hadits tersebut di atas. Perbedaan itu disebabkan antara lain karena situasi dan kondisi batiniyah dari orang yang bermimpi. Pada umumnya semakin bersih semakin jernih hati orang yang bermimpi, msemakin dekat dengan yang sebenarnya. Ibaratnya sebagai kaca cermin. Semakin bersih dan semakin tinggi mutu kaca cermin, semakin jelas dan semakin sempurna hasil percerminan yang diperoleh.

         Masalah mimpi boleh dikatakan termasuk di dalam lingkungan metafisika, termasuk perkara ghoib yang sampai sekarang masih belum biasa atau memang tidak bisa diungkap secara ilmiah, tidak terjangkau oleh pendekatan rasional seperti halnya bidang exacta. Akan tetapi sebagai ummat Muhammad SAW, yang percaya dan yakin akan kebenaran sabda Rasuululloh SAW, yang maksudnya kurang lebih bahwa mimpi yang baik adalah “juz-unmunan-Nubuwwah” = bagian daripada kenabian. Maka dari itu kita harus bergembira dan wajib bersyukur kepada Allah SWT, apabila kita bermimpi baik, dan seharusnya prihatin dan mawas diri serta banyak istighfar memohon ampunan kepada Allah SWT. Apabila kita bermimpi buruk.

(2)    cara “TA’ALLUQ MAKNAWI” yang kedua ialah mengetrapkan dalam hati (merasa) “BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYAH”. Itu merupakan syuhuudul qolbi dari para Ahwaalul Kariimah. Yaitu senantiasa sadar dan merasa bahwa asal kejadian segala makhluq (termasuk diri kita) adalah “NUR MUHAMMAD” (SAW). Hati senantiasa merasa (kroso dalam bahasa jawa) apa yang disabdakan dalam Hadits Qudsi :
خَلَقْتُكَ مِنْ نُوْرِىْ وَخَلَقْتُ الْخَلْقَ مِنْ نُوْرِكَ
         Artinya kurang lebih :
         “AKU (Allah) menciptakan Engkau (Muhammad SAW) dari NUR-KU dan AKU menciptakan makhluq dari NUR-MU”

          Jadi hakikat asal kejadian makhluq adalah “NUR MUHAMMAD SAW”. Berarti segala makhluq tidak terpisah sedetikpun dari Nur Muhammad. Baik makhluq jenis kasar maupun yang jenis halus yang kelihatan mata, yang dapat diraba dan yang tidak dapat diraba, yang exacta dan metafisika, yang lahir dan yang batin, mahluq dunia maupun makhluq-makhluq akhirat, makhluq bumi maupun makhluq akhirat. Segalanya itu harus disadari dan bisa terasa di dalam hati pada segala saat dan keadaan. Tentang bagaimana wujudnya “NUR MUHAMMAD”, kita tidak mampu mengindra dengan khoyal, lebih-lebih dengan rasio. Yang penting harus kita yakini segala hakikat yang benar. Jadi kita berfikir, berangan-angan, kita merasakan sesuatu, merasa gembira atau merasa sedih, begitu juga penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan lain sebagainya, itu semua berasal kejadian dari “NUR MUHAHHAD SAW”. Itu harus kita rasa kita latih dalah hati tidak cukup dengan pengertian ilmiah saja. Sebab masalah ini adalah masalah “dzauq” masalah rasa, masalah feeling.

          Untuk memudahkan pemahaman, kita memakai gambaran seperti di bawah ini. Akan tetapi harus diingat bahwa gambaran tidak sama persis dengan yang digambarkan. Sebuah foto tidak persis dengan orang yang punya foto. Gambaran tersebut ialah KAIN-BENANG-KAPAS. Kain ibarat makhluq, benang ibaratnya Nur Muhammad dan kapas ibarat Nur Allah.
          Kain tersusun dari benang. Wujudnya kain sebab wujudnya benang. Tidak pernah ada kain yang tanpa benang. Jadi pada hakikatnya kain itu adalah benang. Kain itu sendiri tidak punya hakikat wujud. Begitu pula makhluq. Wujudnya makhluq sebab wujudnya “NUR MUHAMMAD”. Jadi pada hakikatnya makhluq itu adalah Nur Muhammad. Pada hakikatnya tidak satupun makhluq tanpa Nur Muhammad. Jika makhluq dihindari oleh Nur Muhammad otomatis spontan menjadi ‘adam, tidak wujud. Sekali lagi ini adalah masalah dzouq, masalah rasa tidak dapat hanya diperhitungkan atau dipertimbangkan atau dianalisa dengan rasio atau akal pikiran. Pengertian dan pemahaman oleh akal pikiran hanya membantu meresapnya rasa dalam hati.


          Sekali lagi, makhluq itu tidak mempunyai hakikat wujud sendiri. wujudnya makhluq sebab diwujudkan atau sebab wujudnya Nur Muhammad. Inilah yang harus kita rasa di dalam hati. Melihat makhluq (diri kita pun juga makhluq) harus spontan merasa NUR MUHAMMAD. Begitu juga kita mendengar, mencium, merasa dan sebagainya harus spontan merasa NUR MUHAMMAD SAW, itulah orang yang terhijab. Tertutup mata hatinya. Tertutup dari kebenaran hakiki. Jika tidak ada usaha mengadakan perbaikan untuk membuka tabir hijab dirinya, maka selamanya akan tetap terhijab dan semakin tebal. Dan kelak di akhirat akan dimasukkan ke dalam “Naarul hijab” atau “Naarul Bu’di” – “Nerakanya jauh” dari Allah SWT. Suatu penderitaan yang paling pedih karena tidak bisa ikut mencicipi kenikmatan “Jannatul-Qurdi” - “Surganya dekat” kepada Allah wa Rasuulihi SAW.

          Semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh fadlol dari Allah SWT, memperoleh Syafa’at Tarbiyah Rasuululloh SAW. Memperoleh barokah Nadroh Ghoutsu Hadzaz Zaman seperti tersebut di atas.
          Amiin!

AL FAATIHAH!...
          Pemahaman selanjutnya. Benang terbentuk atau terjadi dari kapas. Tanpa kapas benang itu sendiri tidak ada, tidak wujud. Adanya benang sebab adanya kapas. Jadi hakikat wujudnya benang adalah kapas. Benang sendiri tidak mempunyai hakikat wujud. Wujudnya benang sebab wujudnya kapas, atau sebab kapas, begitu saja singkatnya. Begitu juga “NUR MUHAMMAD” hakikat wujudnya Nur Muhammad adalah “NUR ALLAH”. Begitu juga seterusnya hakikat wujud daripada makhluq adalah Nur Allah. Makhluq itu sendiri tidak mempunyai sifat wujud. Yang memiliki sifat wujud hanya Allah. Sedangkan wujudnya makhluq sebab diwujudkan oleh Allah. Makhluq tidak wujud jika tidak diwujudkan oleh Allah. Wujudnya makhluq sebab Allah! Istilah dalam Wahidiyah, wujudnya makhluq itu BILLAH. “LAA HAULAA WA LA QUATA ILAA BILLAH = tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Allah, sebab Allah (BILLAH). Pemahaman lebih lengkap tentang BILLAH dan BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYAH periksa bab Ajaran Wahidiyah di belakang!.

          Pengertian BILLAH dan BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYAH harus sungguh-sungguh meresap kedalam hati, dan diterapkan dengan rasa! Tidak cukup dan tidak boleh hanya menjadi pengertian ilmiah saja! Harus ditembuskan menjadi penerapan rasa dzauqiyah! Lebih-lebih tidak boleh hanya digunakan sebagai bahan percakapan, lebih-lebih untuk bermujahadah dan dijadikan meteri diskusi perdebatan! Tidak boleh mengadakan pembahasan masalah ini harus disertai penerapannya didalm hati. Hati harus terus-menerus dilatih merasa BILLAH dan BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYAH.

          Permulaan mungkin sulit. Akan tetapi jika terus-menerus dilatih dan ada perhatian dan kemauan yang sungguh-sungguh, insyaallah lama-lama mendapat kemajuan. Disamping melatih hati terus-menerus supaya giat melakukan Mujahadah Wahidiyah. Alhamdulillah dalam pengalaman banyak dikaruniai kemajuan.

          Di bawah ini dinukilkan Shalawat bernadhom yang juga ditaklif oleh Hadrotul Mukarrom Mbah Kyai Haji Abdoel Madjid Ma’roef Muallif Shalawat Wahidiyah, yang apabila diperbanyak, membacanya syukur dimudawamahkan atau dilestarikan disamping  Mujahadah Wahidiyah, alhamdulillah besar sekali menfaatnya bagi meningkatnya kesadaran BILLAH dan BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYAH.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامْ ~ عَلَيْكَ وَالْآلِ اَيَا خَيْرَ الْاَنَامْ
ALHAMDU LILLAHIS-SHOLATU WASSALAM ‘ALAIKA WAL ALI AYA KHOIROLANAAM

“Segala puji bagi Allah : shalawat dan salam semoga senantiasa melimpah kepangkuan-Mu serta keluarga duhai (Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baik manusia”.

رَبٌّ كَرِيْم وَاَنْتَ ذُوْخُلْقٍ عَظِيْم ~ فَاشْفَعْ لَنَا فَاشْفَعْ لَنَاعِنْدَ لْكَرِيْم
ROBBUN KARIIM WA ANTA DZUU KHULQIN ‘ADHIIM FASYFA’LANA FASYFA’LANAA ‘INDAL KARIIM.

“Tuhan Maha Mulia, sedangkan Engkau (Kanjeng Nabi) memiliki akhlaq yang agung. Maka syafa’atilah kami, syafa’atilah kami disisi Tuhan Yang Maha Mulia”.

يَامَنْ ِبِهِ قَدْعُرِفَ الْخَلَاقُ ~ لَوْلَاكَ مَاخُلِقَتِ الْخَلَآئِقُ
YAA MAN BIHI QOD’URIFAL KHOLLAQU LAULAAKA MAA KHULIQOTIL KHOLAAIQU

“Duhai (Kanjeng Nabi SAW) orang yang menjadi sebab dikenalnya Tuhan Maha Pencipta, sekiranya tidak karena Engkau, tidaklah segala makhluq ini diciptakan”.

Disabdakan didalam Hadits kurang lebih :
لَوْلَاكَ لَوْلَاكَ مَاخَلَقْتُ الْاَفْلَاكَ. جامع الاصول : 89
Artinya kurang lebih :
“Jika tidak karena Engkau (Muhammad SAW), jika tidak karena Engkau, sungguh AKU tidak menciptakan cakrawala”.

مِنْ نُوْرِكَ الْخَلْقُ جَمِيْعًا خُلِقَا ~ وَاَنْتَ مِنْ نُوْرِالَّذِى قَدْ خَلَقَا
MIN NUURIKAL-KHOLQU JAMII’AN KHULIQO WA ANTA MIN NUURIL-LADZII QOD KHOLAQO

“Dari Nur-Mu segala makhluq diciptakan, sedangkan Engkau diciptakan dari Nur Tuhan Yang Maha Pencipta”.

يَاخَيْرَ خَلْقَ اللهِ حَقًّا اَجْمَعِيْن ~ اَنْتَ اِمَامُ الْاَنْبِيَا وَالْمُرْسَلِيْن
YAA KHOIRO KHOLQILLAHI HAQQON AJMA’IIN ANTA IMAAMUL-ANBIYA WAL MURSALIN

“Duhai (Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baiknya semua makhluq Allah, sungguh benar Engkau adalah Pemimpinnya para Nabi dan para Utusan”.

يَااَيُّهَا الرَّسُوْلُ يَامُحَـــــــمَّدُ ~ يَاصَاحِبَ الْمَقَامِ يَامَحْمُوْدُ
YAA AYYUHAR-ROSUULU YAA MUHAMMADU YAA SHOHINAL-MAQOOMI YAA MAHMUUDU

“Duhai Kanjeng Rasul, duhai Kanjeng Nabi Muhammad yang menduduki maqom (yang tertinggi), duhai Kanjeng Nabi yang terpuji”.

يَاأَيُّهَا الشَّفِيْعُ يَامُشَفَّعُ ~ كُلُّ شَفِيْعٍ هُوَ مِنْكَ يَشْفَعُ
YAA AYYUHASY-SYAFII’U YAA MUSYAFFA’U KULLU SYAFI’IN HUWA MINKA YASYFA’U

“Duhai Kanjeng Nabi yang banyak memberi syafaat, duhai Kanjeng Nabi yang diterima Syafaatnya, setiap yang mensyafaai itu dari Engkau jua dapatnya mensyafaati”.
يَاشَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامْ × عَلَيْكَ نُوْرَ الْخَلْقِ هَادِىَ الْأَنَامْ
وَأَصْـــــــــــلَـهُ وَ رُوْحَـــــــهُ أَدْرِكْــــــــــنِــى × فَـــــقَدْ ظَـــــلَمْـــتُ أَبَــــــدًا وَرَبِّــــــــــــنِـى
وَلَـــيْسَ لِى يَـــاسَــــــــيِّدِىْ سِـــــوَاكَا × فَإِنْ تَرُدَّكُـــنْتُ شَــخْصًا هَالِــكَا
يَاسَـــيِّدِىْ يَارَسُـــوْلَ الله
          Terjemah lihat halaman ... dimuka.

          Kembali masalah “TA’ALLUQ BIJANAABIHI SAW”.

          Muallif Shalawat Wahidiyah senantiasa menganjur-amanatkan agar supaya disamping Mujahadah Wahidiyah memperbanyak membaca :
يَاسَـــيِّدِىْ يَارَسُـــوْلَ الله
YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH
Dimana dan kapan saja ada kesempatan dan sambil melakukan pekerjaan apa saja. Dibaca lisan atau dalam hati, melihat situasi dan kondisi. Mujahadah Wahidiyah dengan hitungan yang sebanyak-banyaknya. Misalnya dibaca sekian ribu kali atau selama sekian jam tidak terbatas. Semakin banyak semakin baik, lebih-lebih apabila ada kepentingan atau mempunyai suatu hajat. Asalkan tidak disalahgunakan harus dijiwai LILLAH-BILLAH, LIRROSUL-BIRROSUL dan seterusnya. Alhamdulillah manfaatnya besar sekali bagi terjalinnya hubungan jiwa yang lebih akrab, lebih mendalam dan lebih mesra dengan Rasuululloh SAW. Dan selain itu dikaruniai pula manfaat-manfaat lain yang tidak dapat diperkirakan nilainya dan diluar perhitungan akal pikiran. Manfaat lahir dan manfaat batin, soal materi dan non materi, manfaat dunia dan manfaat ukhrowi. Alhamdulillah.

          Atas dasar pengalaman seperti tersebut di atas, maka memperbanyak membaca “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH” merupakan cara “TA’ALLUQ BIJANAABIHI SAW” yang paling gampang. Kami tidak atau mungkin belum mampu membuat uraian analisa secara ilmiah yang konkrit, akan tetapi secara imani kita percaya dan yakin akan kebenaran fakta pengalaman yang nyata seperti diatas. Sebab “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOOH” adalah sebutan nida’ dan panggilan langsung kepada Rasuululloh SAW yang mengandung makna “tasyafu’an” = (memohon syafa’at yang dijiwai dengan ta’dhim, mahabbah, tadhollum dan idtiqor / memulyakan, cinta, pernyataan diri dholim / berdosa dan cetusan rasa butuh). Sedangkan Kanjeng Nabi SAW bersifat rouf rohim kasih sayang dan banyak memberikan pengorbanan bagi para ummat. Firman Allah :

ôs)s9 öNà2uä!%y` Ñ^qßu ô`ÏiB öNà6Å¡àÿRr& îƒÍtã Ïmøn=tã $tB óOšGÏYtã ëȃ̍ym Nà6øn=tæ šúüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ Ô$râäu ÒOŠÏm§.  9- التوبه : 128
Artinya kurang lebih :
“Sungguh telah datag kepadamu sekalian Rasul dari kaummu sendiri, yang berat terasa olehnya penderitaanmu sekalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu sekalian, amal belas kasihan dan menyayangi orang-orang mukmin”. (9 At-Taubah : 128)

          Maka kita yakin dengan adanya panggilan “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH” pasti Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW tidak sampai hati membiarkannya dan pasti mengulurkan syafaatnya.

          Para Kahlul Kasyfi menerangkan bahwa “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH” adalah “Iltijaa-ul ummah ila sayiddihim” = mengungsikan ummat kepada Pemimpinnya yakni Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Dan pada saat yang demikian itu Kanjeng Nabi SAW yang menjawab dengan penuh kasih sayang, dengan untaian KALIMAT...
مَاحَاجَتُكَ يَاأُمَّتِى؟
“Apa gerangan hajat kebutuhanmu wahai umat-Ku?”

          Sekalipun sudah berada di alam kubur, Rasuululloh SAW diperlihatkan / diperdengarkan bacaa shalawat para ummat.
          Lihat hadits tentang Shalawat dimuka.


H      HAL SYAFA’AT
          “SYAFAAT” maknanya adalah “PERTOLONGAN”. “Syafa’atan hasanatan” berarti pertolongan yang membawa kepada kebagusan, dan syafa’atan sayyiatan adalah pertolongan yang menyeret kepada kejahatan dan kekejian. Di dalam pembahasan ini yang dimaksud adalah syafaatan hasanatan. Di dalam Syarah Sulam hal.7 dikatakan :
اَلشَّفَاعَةُ سُؤَالُ الْخَيْرِ مِنَ الْغَيْرِ لِلْغَيْرِ
          Yang disebut syafaat adalah memohon kebaikan dari atau orang lain untuk orang lain. Atau mudahnya, mengusahakan kebaikan bagi orang lain. Atau memberikan jasa-jasa baik kepada orang lain tanpa mengharap upah atau imbalan jasa. Memberi jasa baik dimintai maupun tidak diminta.
         
          Di dalam penggunaan istilah, pada umumnya sebutan Syafaat dipakai untuk pertolongan yang khusus dari Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, sedangkan pertolongan yang diberikan oleh selain Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW umpamanya oleh para Auliya Allah, oleh Ulama’ atau Sholihin atau oleh orang yang lebih tua umurnya disebut barokah atau doa restu, bantuan, dukungan atau jangkuan sesungguhnya semua itu tidak lain syafaat juga namanya. Syafaat dalam arti pertolongan.

          Syafaat Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW itu terjadi di dunia akhirat. Yang didunia antara lain dan ini yang paling berharga dan tak ternilai dengan harga adalah iman dan Islam didada setiap mukmin dan muslim. Boleh dikatakan bahwa syareat islam tuntunan Rasuululloh SAW adalah syafaat dari Nabi SAW. Dan seperti kita sadari dari kenyataan bahwa tuntunan Rasuululloh SAW tersebut disalurkan dan disampaikan kepada kita melalui proses yang panjang. Melalui para sahabat Rodliyallohu Ta’ala ‘Anhum, kepada para Tabi’in-para Tabi’it Kholaf- para Kyai, para cendekiawa-Ustad, para guru akhirnya sampai kepada kita. Berarti mereka-mereka adalah perantara antara kita dengan Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Mereka-mereka itu adalah penyambung / penyalur syafaat Rasuululloh SAW kepada para umat. Dapat kita fahami bahwa mereka dapat menjalankan fungsinya sebagai penyalur syafaat adalah juga dari syafaat Rasuululloh SAW. Dan begitu seterusnya, sambung menyambung. Tanpa Rasuululloh SAW mereka tidak melakukan hal-hal seperti itu, kitapun tidak memiliki iman dan islam dan faham-faham keagamaan seperti sekarang ini.

          Begitu gambaran luasnya syafaat-syafaat Rasuululloh SAW di dunia ini dan begitu penting dan berharga bagi kita para ummat sehingga kita tidak mampu menghitung betapa besarnya nilai syafaat Rasuululloh SAW. Ini suatu pertolongan yang sangat kita butuhkan. Kita butuhkan untuk membawa diri kita kepada kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Kita butuhkan untuk membebaskan dan menyelamatkan diri kita kari bahaya kejahatan dan kekejian yang akan menyeret kepada kesengsaraan dan kehancuran dunia akhirat.

          Adapun syafaat Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW di akhirat kelak yang disebut “SYAFA’ATUL UDZMA” adalah pertolongan agung yang sangat dibutuhkan oleh seluruh ummat manusia di padang makhsyar kelak di akhirat. Di padang makhsyar itu nanti seluruh ummat manusia dari jaman nenek moyang kita kanjeng Nabi Adam ‘alaihis sholatu was salam, sampai manusia yang terakhir menemui hari qiyamah dikumpulkan semua. Terjadilah peristiwa yang maha dasyat suatu tragedi kebingungan yang sangat memuncak dan belum pernah dialami sebelumnya. Di bawah pembakaran terik panas sinar matahari yang pada saat itu dikebawahkan oleh Allah hanya tinggal setinggi galah, tiap-tiap menusia mengalami problem-problemnya sendiri-sendiri sebagai akibat tindak lakunya ketika hidup di dunia. Disebut “Yaumul Hasyri” atau hari berkontrontasi saling berhadap-hadapan satu sama lain. Baik bapak, ibu, anak, saudara dan sebagainya saling tuntut-menuntut, saling tuduh-menuduh satu sama lain. Satu sama lain melarikan diri ketakutan, takut karena tuntutan.

#sŒÎ*sù ÏNuä!%y` èp¨z!$¢Á9$#.tPöqtƒ Ïÿtƒ âäöpRùQ$# ô`ÏB ÏmÅzr&. ¾ÏmÏiBé&ur ÏmÎ/r&ur.  ¾ÏmÏFt7Ås»|¹ur ÏmŠÏ^t/ur.  Èe@ä3Ï9 <͐öD$# öNåk÷]ÏiB 7Í´tBöqtƒ ×bù'x© ÏmŠÏZøóãƒ. 80- عبس : 33-37
Artinya kurang lebih :
          “Maka apabila datang suara yang memekakan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari seseorang melarikan diri (karena takut dituntut) dari saudaranya dari ibu dan bapaknya, dari sitri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang sangat menyibukkan”. (80 ‘Abbasa :33-37)

          Akan tetapi kemanapun larinya toh akhirnya dipertemukan juga satu lawan yang lain. Terjadilah pertengkaran yang seru saling tuntut menuntut dan saling tuduh menuduh. Ada yang menang dan ada yang kalah. Siapa yang kalah, terjatuh masuk ke dalam jurang neraka. Mungkin ada yang sama-sama kuat, dan keduanya terjungkir masuk kedalam jurang neraka bersama-sama.

          Di dalam peristiwa yang dasyat di padang Mahsyar seperti di atas itulah timbul kepanikan yang sangat memuncak, kemudian para manusia sama minta pertolongan kepada Nabi-Nabi mulai Kanjeng Nabi Adam ‘alaihis sholatu wassalam dan seterusnya agar dapat terlepas dari peristiwa yang dasyat itu. Akan tetapi semua Nabi-Nabi yang akan dimintai syafaat atau pertolongan itu sibuk oleh dirinya sendiri.

          Akhirnya Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Rasuululloh SAW yang tampil cancut tali wondho memberikan pembelaan bagi para ummat dengan bersungkur sujud memohon ampunan dan kasih sayang kepada Allah SWT bagi para ummat. Dan Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayangpun kemudian berkenan mengabulkan Munajat Nabi dan Kekasih-Nya nomor satu itu. Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Rasuululloh SAW pembela dan pembebas ummat dari kesengsaraan. Inilah yang dimaksud “SYAFA’ATUL UDZMA” syafaat paling agung.

          Sebagai ummat Kanjeng Nabi SAW kita harus menyadari betapa besar pengorbana Beliau SAW di dalam membela ummat. Kemudian kita perlu koreksi diri sampai seberapa mendalamnya mahabbah dan ta’dhim kita kepada Beliau shollallohu alaihi wassalam.

AL FAATIHAH...

          Ada sebagian pendapat yang ingkar tidak mempercayai adanya “syafa’at” dengan mengemukakan ayat 48 surat no.74 Al Mudatstsir :
$yJsù óOßgãèxÿZs? èpyè»xÿx© tûüÏèÏÿ»¤±9$#.  74- المدثر : 48
Artinya kurang lebih :
          “Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at”. (74 Al-Mudatstsir : 48)

          Pendapat ini tidak akan dapat dibenarkan oleh karena yang dimaksud “mereka” dalam ayat tersebut adalah Kuffar minal mujrimiin, orang-orang kafir yang mendustakan atau tidak mempercayai adanya “yaumud-diin” hari pembalasan sebagaimana disebutkan pada ayat sebelumnya yaitu ayat no.46 :
$¨Zä.ur Ü>Éjs3çR ÏQöquÎ/ ÈûïÏd9$#.  74- المدثر : 46
Artinya kurang lebih :
          “Dan adalah kami mendustakan Hari Pembalasan”. (74 Al-Mudatstsir : 64)

          Sedangkan syafa’at yang dimaksud seperti diatas adalah dalam hubungannya dengan orang mukmin. Adapun pendapat yang mempercayai adanya syafa’at menggunakan dasar Surat no.20 Thoha ayat 109 :
7Í´tBöqtƒ žw ßìxÿZs? èpyè»xÿ¤±9$# žwÎ) ô`tB tbÏŒr& ã&s! ß`»oH÷q§9$# zÓÅÌuur ¼çms9 Zwöqs%. 20- طه : 109
Artinya kurang lebih :
          “Pada hari itu tidaklah berguna sesuatu syafa’at, kecuali (syafa’atnya orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi ijin kepada-Nya dan Dia tidak meridloi perkataannya)”. (20 Thoha : 109)

          Jelas dari ayat tersebut bahwa ada orang yang diijinkan dan diridloi Allah memberikan syafa’at. Dan kita yakin, Beliau Rasuululloh SAW diberi mandat penuh oleh Allah untuk memberikan Syafa’at. Sebab, Beliau SAW adalah Nabi, Utusan dan Kekasih Allah nomer satu yang diberi predikat “Sayyidul anbiyaa wal Mursalin” yang “Dhuukhulqin ‘adhim” berbudi luhur dan yang menjalankan fungsi “rohmatan lil’alamin”.

          Dalam hubungan syafa’at Rasuululloh bersabda :
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلَا فَخْرَ وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تُنْشَقُّ عَنْهُ الْاَرْضُ وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ، بَيَدِى لِوَاءُ الْحَمْدِ تَحْتَهُ اَدَمَ فَمَنْ دُوْنَهُ
رَوَاهُ التِّرْمِذِىُّ وَابْنُ مَاجَهٍ عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ الْحُذْرِىِّ وَالْحَاكِمُ عَنْ جَابِرٍ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ
Artinya kurang lebih :
          “Aku adalah sayyid dari anak cucu Adam dan tidak membanggakan diri, dan Aku adalah orang yang pertama memberikan syafa’at dan orang pertama yang diterima syafa’atnya. Ditangan-Kulah “BENDERA PUJI” dan dibawah bendera itu bernaung Nabi Adam kemudian orang-orang lainnya (anak cucu Adam)”. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Maajah dari Abu Sa’id Al Khurdi dan Al Hikam dari Jabir dengan sanad yang shoheh)
يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلَاثَةٌ : الْأَنْبِيَآءُ ثُمَّ الْعُلَمَآءُ ثُمَّ الشُّهَدَآءُ
رَوَاهُ إِبْنُ مَاجَهٍ عَنْ عُثْمَانَ
Artinya kurang lebih :
          “Yang dapat memberi syafa’at besok pada Yaumul Qiyamah ada tiga : yaitu para Anbiya’ kemudian para Ulama, kemudian para Syuhadak”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah dari Usman Ra)

حَيَاتِىْ خَيْرٌلَكُمْ وَمَمَاتِىْ خَيْرُلَكُمْ، وَأَمَّا حَيَاتِىْ فَأَسُنُّ لَكُمُ السُّنَنَ وَأَشْرَعُ لَكُمُ الشَّرَائِعَ، وَأَمَّا مَمَاتِىْ فَإِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَىَّ فَمَارَاَيْتُ مِنْهَا حَسَنًا حَمِدْتُ اللهَ عَلَيْهِ وَمَارَأَيْتُ سَيِّئَا إِسْتَغْفَرْتُ اللهَ لَكُمْ. رَوَاهُ الْبَزَّرُ عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ
          “Hidup-Ku adalah kebaikan bagi kamu sekalian dan kematian-Ku pun kebaikan bagi kamu sekalian. Adapun hidup-Ku maka AKU memberikan tuntunan berbagai sunnah kepada kamu sekalian dan mengajrkan berbagai macam syari’at kepada kamu sekalian. Sedangkan kematian-Ku (yang juga kebaikan bagi kamu sekalian), oleh karena sesungguhnya amal-amal kamu sekalian diperlihatkan kepada-Ku. Maka apa saja yang AKU lihat daripadanya kebaikan, Aku memuji kepada Allah atas kebaikan itu, dan apa Aku melihatnya keburukan, maka Aku memohon ampunan kepada Allah bagi kamu sekalian”. (Diriwayatkan oleh Bazzar dari Abdullah bin Mas’ud dengan sanad yang shoheh)

          Jelaslah bahwa syafa’at Rasuululloh SAW itu meliputi dunia dan akhirat. Di dunia memeberikan syafa’at berupa bimbingan, tuntunan dan tarbiyah lahir batin, syar’an wa haqiqotan, materiil dan moril spirituil, bahkan boleh dikatakan jasa waruuhan. Iman dan Islam kita ini adalah Syafa’at dan jasa dari Rasuululloh SAW, bahkan lebih lagi daripada itu. Segala hidup dan kehidupan kita dan segala apa yang ada di dunia ini adalah sebab syafa’at atau jasa dari Rasuululloh SAW. Mari kita renungkan Ayat 103 Surat Ali Imron :
÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE.  3- ال عمران : 103
Artinya kurang lebih :
          “Dan kamu sekalian sudah berada ditebingnya jurang neraka, kemudian Allah menyelamatkan kamu sekalian dari padanya, demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu sekalian agar kamu sekalian mendapat petunjuk”. (3 Ali Imron : 103)

          Kita para manusia waktu itu yaitu pada zaman jahiliyah sudah berada ditebingnya jurang neraka dan sudah akan menjerumus kepada kehancuran akibat ulah manusia itu sendiri semakin jauh dari Tuhan sehingga nyaris sudah kehilangan sifat-sifat kemanusiaannya. Tingkah laku perbuatannya sudah menyerupai binatang bahkan lebih buas daripada binatang buas. Kemudian Allah SWT menyelamatkan manusia dengan mengutus Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW untuk menjadi juru penerang dalam kegelapan dan Juru Selamat dari kesengsaraan dan kehancuran, sebagai perwujudan rahmat kasih sayang Allah SWT kepada seluruh alam.
!$tBur š»oYù=yör& žwÎ) ZptHôqy šúüÏJn=»yèù=Ïj9.  21- الْاَنْبِيَآء : 107
Artinya kurang lebih :
          “Dan tiada AKU mengutus Engkau (Muhammad SAW) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alamin”. (21 Al-Anbiyaa : 107

Ditetapkannya Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW sebagai Rasul utusan Allah itu bukan hanya terbatas buat Bangsa Arab saja, melainkan meliputi seluruh ummat manusia.
!$tBur y7»oYù=yör& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽÏ±o0 #\ƒÉtRur £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ.  34- سباء : 28
Artinya kurang lebih :
          “Dan tiada AKU mengutus Engkau (Muhammad SAW) melainkan meliputi buat seluruh ummat manusia seluruh dunia sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Akan tetapi sebagian besar manusia tidak mau mengerti”. (34 As-Sabaa : 28)

          Demikian itulah fungsinya Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW Utusan Allah, Pemimpin seluruh ummat bangsa manusia sedunia, yang telah membebaskan manusia dari belenggu imperealisme nafsu angkara murka dan menyelamatkan manusia dari ranjau kebiadapan. Maka oleh karena itu kita sebagai ummat yang telah diselamatkan seharusnya menyadari hal itu dan seharusnya beradab lahir batin yang sebaik-baiknya terhadap Beliau Rasuululloh SAW dimanapun dan kapan saja serta apapun yang sedang kita kerjakan. Lebih-lebih ketika membaca shalawat. Shalawat apa saja.

          Setengah daripada adab ketika membaca Shalawat seperti sudah kita singgung dimuka, yaitu harus disertai niat ibadah kepada Allah dengan ikhlas LILLAHI TA”ALA, semata-mata melaksanakan perintah Allah, tanpa ada pamrih atau keinginan suatu apapun. Melaksanakan perintah Allah dengan sepenuh ta’dhim dan mahabbah semurni-murninya. Jangan sampai kita maunya membaca Shalawat menengok lebih-lebih kepincut ingin memperoleh fadilah-fadilahnya membaca Shalawat. Ingin pahala, ingin surga, ingin terkenal, ingin diberi keistimewaan-keistimewaan, ingin ini ingin itu dan lain-lain, jangan. Sebab yang demikian itu akan merusak atau mengurangi ta’dhim dan mahabbah kita kepada Allah wa Rasuulihi SAW untuk kepentingan nafsu! Ini sangat Suu’ul adab sekali.

          Ingin kepada kebaikan-kebaikan dan fadilahnya membaca Shalawat, baik kebaikan dunia maupun kebaikan akhirat boleh saja, bahkan memang kita diperintahkan agar usaha mencari kebaikan dan meninggalkan hal-hal yang buruk. Dalam segala hal apa saja. Ketika menghadapi kesulitan misalnya, disamping harus sabar dan ridlo dan tawakal harus ikhtiar mencari kesembuhan atau mencari obat. Hanya sabar, ridlo dan tawakal tidak ikhtiar atau usaha jalan keluarnya adalah terkecam dan termasuk dosa. Begitu seharusnya. Akan tetapi janganlah “keinginan-keinginan” seperti itu yang menjadi dasar dan yang mendorong kita mau membaca Shalawat. Dasar ta’dhim dan mahabbah dan niat ibadah kepada Allah SWT dengan ikhlas LILLAH karena Allah harus senantiasa menjiwai di dalam kita membaca Shalawat atau di dalam kita menjalankan ibadah-ibadah lainnya.

          Sabda hadits-hadits dimuka ada keterangan lainnya tentang fadilah kebaikannya membaca Shalawat justru harus kita jadikan pendorong untuk menigkatkan dan memperkuat iman dan mahabbah kita kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Justru harus kita jadikan pendorong dan penguat rasa ta’dhim dan kagum kita terhadap kebesaran kasih sayang Allah wa Rasuulihi SAW kepada kita para ummat, justru harus kita jadikan untuk menigkatkan syukur kita kepada Allah SWT. Sehingga denga demikian, dengan memperbanyak membaca Shalawat, akan tumbuhlah rasa syauq atau rindu yang mendalam didalam lubuk hati nurani kita, sehingga kita benar-benar secara lahiriyah dan secara batiniyah menjadi ABDULLAH hamba Allah yang benar, menjadi UMAT MUHAMMAD SAW, yang taat setia secara utuh dan konsekuen, sehingga kita bisa meniru budi, sikap dan kepemimpinan Rasuululloh SAW yang “rohmatalil ‘alamin” yang “dzukhulqin ‘adhiim” yang “bil-mukminiina rouufur-rohim” yang senantiasa memberi manfaat kepada orang lain, berguna bagi bangsa, negara dan masyarakat ummat manusia dan bagi makhluq lingkungan hidupnya. Manfaat lahir manfaat batin, manfaat di dunia dan manfaat di akhirat.






********************

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar