S H A L A W A T
A.
DASAR DAN HUKUMNYA MEMBACA SHALAWAT
Dasar
mengamalkan atau membaca shalawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad shollaalohu
‘alaihi wassallam adalah firman Allah dalam Surat Al Ahzab Ayat 56 :
¨bÎ) ©!$# ¼çmtGx6Í´¯»n=tBur tbq=|Áã n?tã ÄcÓÉ<¨Z9$# 4 $pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#q=|¹ Ïmøn=tã (#qßJÏk=yur $¸JÎ=ó¡n@. 33- الاحزاب : 56
Artinya kurang lebih :
”Sesungguhnya
Allah dan para Malaikat-Nya membaca Shalawat kepada Nabi (SAW), wahai
orang-orang yang beriman bacalah shalawat dan sampaikanlah salam
sebaik-baiknnya kepada-Nya (Nabi SAW)” (33 Al-Ahzab : 56)
Shalawat dari Allah
SWT kepada Kanjeng Nabi SAW berupa penambahan rahmat dan kemulyaan (rahmat
takhdim), sedangkan yang kepada selainnya Kanjeng Nabi SAW berupa rahmat dan
maghfiroh (kasih sayang dan ampunan).
Adapun shalawatnya
para Malaikat kepada Kanjeng Nabi SAW berupa permohonan rahmat dan kemulyaan
kepada Allah bagi Kanjeng Nabi SAW, dan yang kepada selain Kanjeng Nabi SAW
berupa permohonan rahmat dan maghfiroh.
Mengenai kedudukan
hukumnya membaca shalawat, ada beberapa pendapat dari para ulama. Ada yang
mengatakan wajib bil ijmal, ada yang mengatakan wajib satukali selama hidup,
dan ada yang berpendapat sunnah muakkad. Akan tetapi membaca shalawat pada
tahiyyat akhir dari sholat hukumnya wajib oleh karena sudah menjadi rukun dari
pada shalat.
Bagi kita para
pengamal Shalawat Wahidiyah dan pada umumnya kita kaum mukminin dan kaum
muslimin, di samping memperhatikan pendapat para ulama tentang kedudukan
hukumnya membaca shalawat seperti di atas, yang penting lagi adalah menyadari
dengan konsekuen bahwa membaca shalawat kepada Nabi SAW merupakan kewajiban
moral dan keharusan budi nurani tiap-tiap manusia lebih-lebih kita kaum
mukminin. Sebab, pertama kita diperintah membaca shalawat seperti pada ayat
tersebut di atas. Kedua, kita semua berhutang budi kepada Kanjeng Nabi SAW,
yang tak terhitung banyak dan besarnya, dhohiron wa batinan syar’an wa
haqiqotan. Faedah dan manfaat membaca shalawat kembali kepada masyarakat dan
bahkan makhluq-makhluq lain ikut merasakan manfaat dan barokahnya bacaan
shalawat. Manfaat dan barokah yang luas sekali, baik untuk kepentingan dunia
maupun kepentingan di akhirat. Manfaat lahir dan manfaat batin, manfaat
material dan manfaat spiritual. Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad SAW
sendiri tidak berkepentingan tergantung kepada bacaan shalawat para ummat.
Adanya perintah membaca shalawat, justru manfaatnya kembali kepada ummat, untuk
mengangkat derajat para ummat, untuk menigkatkan iman, taqwa dan mahabbah para
ummat kepada Allah wa Rasuulihi SAW.
B.
FAEDAH DAN MANFAAT MEMBACA SHALAWAT
Ada banyak
sekali sabda Hadis Rasulullah SAW. Menerangkan fadilah keutamaan dan manfaatnya
membaca sholawat. Juga banyak hadis yang memberi peringatan dan bahkan kecaman
terhadap mereka yang lemah kurang perhatian terhadap membaca sholawat.
Hadis-hadis tersebut antara lain seperti dibawah ini
(1) قَالَ : مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلَاةً وَاحِدَةً
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا وَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ عَشْرًا صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ مِائَةُ، وَمَنْ صَلَّ عَلَىَّ مِائَةً كَتَبَ اللهُ بَيْنَ عَبْنَيْهِ
بَرَاءَةً مِنَ النِّفَاقِ وَبَرَاءَةً مِنَ النَّارِ وَأَسْكَنَهُ يَوْمُ
الْقِيَامَةِ مَعَ الشُّهَدَاءِ. رَوَاهُ الطَّبْرَانِىْ عَنْ اَنَسِ
ابْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
(1)
Bersabda Rasulullah SAW.:
“Barang siapa
membaca sholawat kepada-Ku satu kali, maka ALLAH membalas sholawat kepadanya
sepuluh kali, dan barang siapa membaca sholawat-Ku sepuluh kali maka ALLAH
membalas sholawat kepadanya seratus kali, dan barang siapa membaca sholawat
kepada-Ku seratus kali, maka AllAh menulius pada antara kedua matanya :”bebas
dari munafik dan dari neraka”,dan ALLAH besok menempatkanya pada Yaumul Qiyamah
besama-sama dengang para syuuhadak”.
(Riwayat
Thobroni dari Anas bin Malik)
Betapa besarnya keuntungan yang dapat
di peroleh dengan membaca shalawat kepada Nabi SAW. Satu kali, dibalas sepuluh
kali; sepuluh kali sama dengan di balas seratus kali; dan seratus kali membaca
shalawat dicatat dan di jamin bebas dari munafik dan neraka,disamping
digolongkan dengan para syuhadak. Bahkan lebih dari itu. Shalawat dari ALLAH
bagi para hamba-NYA jauh lebih berharaga, tidak dapat diperbandingkan dengan
bacaan shalawat para hamba-NYA.
“Munafik” adalah mental yang sudah
menjadi wabah masyarakat (mental epidemi). Jika tidaj diadakan penanggulangan
dan pengobatan pasti akan membawa kehancuran dan kesengsaraan ummat manusia.
Sebab di dalam sifat munafik itu tersimpan “nuklir jahat” yang sangat besar
potensialnya dan paling dahsyat akibat kehancuranya. Lebih dahsyat dari pada
bom nuklir di Hirosima. Energi potensialnya yang jahat itu hanya bisa
menghancurkan dunia seisinya!.
Firman
Allah:
tygsß ß$|¡xÿø9$# Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷r& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_öt ÇÍÊÈ
“telah nampak kerusakan di darat
dan laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali ke
jalan yang benar.” (30 Ar Rum : 41)
Yakni akan kebenaran sabda hadist di
atas, kita sebagai orang mukmin seharusnya berani dengan konsekwen menjadikan
bacaan shalawat kepada Nabi SAW. Sebagai “resep obat penyakit munafik” yang
bersarang di dalam hati kita masing-masing. Kita dan keluarga kita. Bahkan bagi
kita dan bagi umat masyarakat.
(2)
قَالَ ﷺ :
أَجَلْ، أَتَانِى آتٍ مِنْ رَبِّى فَقَالَ : مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ مِنْ أُمَّتِكَ
صَلَاةً كَتَبَ اللهُ لَهُ بِـهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ وَمَحَاعَنْهُ عَشْرَ
سَيِّئَاتٍ وَرَفَعَ لَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ وَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَهَا
رَوَاهُ
الْاِمَامُ اَحْمَدُ عَنْ اَبِى طَلْحَةَ الْاَنْصَارِىِّ
(2)
Bersabda Rasuulullah SAW.:
“Ya benar,
telah datang kepadaku seorangpendatang dari Tuhan-Ku kemdian berkata : “Barang
siapa diantara umat-mu membaca shalawat kepadaMu satu shalawat, maka sebab
bacaan shalawat tadi Allah menuliskan baginya sepuluh kebaikan, dan mengangkat
derajatnya sepuluh tingkatan, dan Allah membalas shalawat kepada sepadan dengan
denga shalawa yang di baca”.(Hadist Riwayat Imam Ahmad)
Dengan hadis no. (2)
itu seharusnya lebih mantab perhatian kita terhadap membaca shalawat kepada
Nabi SAW. Di situ disebutkan sebagai amal kebagusan, sebagai penghapus
keburukan dan sebagai pengangkat derajat si pembaca shalawat. Derajat di sisi
dan menurut pandangan allah.
(3) قَالَ ﷺ : إِنَّ
أَوْلَى النَّاسِ بِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُ هُمْ عَلَىَّ صَلَاةً.
رَوَاهُ التِّرْمِذِىُّ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ. حَدِيْثٌ حَسَنٌ
(3)
Bersabda Rasuulullah SAW.;
“Sesungguhnya
yang paling utama manusia di sisi-ku besok pada hari kiamat ialah mereka yang
paling banyak membaca shalawat kepadaku-Ku”.(Hadits Hasan riwayat Tirmidzi dari
Ibnu mas’ud).
Setiap
ummat Muhammad SAW., tentu ingin dirinya berada dekat dengan Rasulullah SAW
lebih-lebih besok pada Yaumul Qiyamah. Adakah kita sudah konsekwen dengan
keinginan itu?. Artinya lalu usaha bagaimana agar supaya kita berada dekat
dengan Rasulullah SAW?. Marilah kita perhatikan sabda Hadist di bawah ini!.
(4) قَالَ ﷺ :
أَكْثَرُكُمْ عَلَىَّ صَلَاةً أَقْرَبُكُمْ مِنِّى غَدًا
ذَكَرَهُ
صَاحَبُ الدُّرِّ الْمُنْظَمِ ( سعادة الدارين : 58 )
(4)
Bersabda Rasulullah SAW.;
“Yang paling
banyak di antara kamu sekalian membaca shalawat kepada-Ku, dialah paling dekat
dengan Aku besok di hari kiamat”.(Dari kitab Sa’aadatud-daaroini hal.58)
Sekalipun
hadits tersebut mengunakan kalam khobar, akan tetapi tekananya adalah kalam
insyak yang memberi jaminan atau garansi.
(5) قَالَ ﷺ : صَلُّوْا
عَلَىَّ فَإِنَّ الصَّلَاةَ عَلَىَّ كَفَّارَةٌ لَكُمْ وَزَكَاةٌ وَمَنْ صَلَّى
عَلَىَّ مَرَّةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا. رَوَاهُ بْنِ
عَاصِمٍ عَنْ اَنَسٍ
(5)
Bersabda Rasulullah SAW.:
“Bacalah kami
sekalian shalawat kepada-Ku, maka sesungguhnya bacaan shalawat kepada-Ku itu
menjadi penebusdosa dan pembersih bagi kaum sekalian dan barang siapa membaca
shalawat kepada-Ku satu kali, Allah memberi shalawat kepadanya sepuluh kali”.
(Riwayat
Ibnu Abi’ashim Anas bin Malik)
Dari
hadits tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa membaca shalawat kepada Nabi SAW, berfungsi istigfar dan
memperoleh jaminan magfiroh dari Allah SWT.
(6) قَالَ ﷺ :
أَكْثِرُوْا الصَّلَاةِ عَلَىَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ عَلَىَّ مَغْفِرَةٌ
لِذُنُوْبِكُمْ وَاطْلُبُوْا لِى الدَّرَجَةَ وَالْوَسِيْلَةَ... الْحَدِيْثَ
رَوَاهُ
ابْنُ عَسَاكِر عَنْ الْحَسَنِ بْنِ عَلِىٍّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا
(6)
Bersabda Rasulullah SAW.:
“Perbanyaklah
membaca shalawat kepada-Ku : maka sesungguhnya bacaan shalawat kamu sekalian
itu merupakan maghfiroh atas dosa-dosa kamu sekalian, dan carilah wasilah
kepada-Ku...”.
(Hadits
riwayat Ibnu ‘Asakir dari hasan bin Ali r.a)
(7) قَالَ ﷺ
:صَلَاتَكُمْ عَلَىَّ مَحْرَزَةٌ لِدُعَآئِكُمْ وَمَرْضَاةٌ لِرَبِّكُمْ وَزَكَاةٌ
لِأَعْمَالِكُمْ. رَوَاهُ الدَّيْلَمِى عَنْ عَلِىِّ كَرَّمَ اللهُ
وَجْهَهُ
(7)
Bersabda Rasulullah SAW:
“Shalawat kamu sekalian
kepada-Ku itu merupakan pengawal bagi doa’ kamu sekalian dan memperoleh
keridloan Tuhan-mu, dan merupakan pembersih amal-amal kamu sekalian”.
(Riwayat
Dailami dari Sayyidina ‘Ali Karromallahu wajhah)
(8) قَالَ ﷺ :
اَلدُّعَآءُ كُلُّهُ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يَكُوْنَ اَوَّلُهُ ثَنَآءً عَلَى اللهِ
عَزَّ وَجَلَّ وَصَلَاةً عَلَى النَّبِيِّ ﷺ ثُمَّ
يَدْعُوْ فَيُسْتَجَابُ لِدُعَآئِهِ.
رَوَاهُ النَّسَائِى عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ بِسْرٍ
(8)
Bersabda Rasulullah SAW:
“Doa segala
macamnya itu terhijab (terhalang/tertutup), sehingga permulaan berupa pujian
kepada Allah ‘Azzawa Jalla dan Shalawat kepada Nabi SAW kemudian berdoa, maka
doa itu di ijabah i.”(Riwayat Imam Nasaai)
Dari
hadits tersebut jelas bahwa shalawat kepada Nabi SAW. Merupakan “kunci pembuka
pintu hijabnya” doa hamba kepada Allah dan menjadi jaminan terkabulnya sesuatu doa.
Dengan kata lain doa kepada Allah SWT. Yang tidak disertai atau yang tidak
mengandung shalawat Nabi SAW tidak bisa sampai kepada Allah. Jangankan
dikabulkan.
(9) قَالَ ﷺ :
مَنْ صَلَّى عَلَىَّ فِىْ كُلِّ يَوْمٍ مَائَةَ مَرَّةٍ قَضَى اللهُ لَهُ مِائَةَ
حَاجَةٍ، سَبْعِيْنَ مِنْهَا لِآخِرَتِهِ وَثَلَاثِيْنَ مِنْهَا لِدُنْيَاهُ
اَخْرَجَهُ اِبْنُ مُنْدِهِ عَنْ
جَابِرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ
(9)
Bersabda Rasulallah SAW
“Barang siapa
membaca Shalawat kepada_Ku tiap hari seratus kali , maka Allah mendatangkan
baginya seratus macam hajat kebutuhanya :
Sudah
barang tentu kita tidak boleh menyalahgunakan hadits tersebut dengan menganggap
cukup memperbanyak membaca shalawat saja dan tidak usaha atau ikhtiar soal-soal
yang kita diwajibkan usaha atau ikhtiar.
Sama sekali tidak boleh. Suu-ul adab dan beritikad buruk. Iktikat buruk kepada
Allah wa Rasuulihi SAW!. Kita diwajibkan usaha dan bekerja melaksanakan
bidang-bidang yang menjadi tugas kewajiban kita dengan setepat mungkin dan
sesempurna-sempurnanya. Istilah di dalam Wahidiyah
harus”YUKTIKULLADZIIHAQQINHAQQOH”.
Atas
dasar hadits
tersebut itulah antara lain di dalam pengamalan Shalawat wahidiyah 40 hari ada
bagian shalawat yang harus dibaca 100 kali yaitu shalawat yang pertama
“ALLOHUMMA YAA WAHIDU YAA AHAD.......”dengan demikian tidak perlu diragukan
lagi bahwa banyak persoalan-persoalan problema hidup dan bermacam-macam hajat /
kepentingan dikaruniai jalan keluar setelah mengamalkan Shalawat Wahidiyah
selama 40 hari. Alhamdulillah!
(10)
قَالَ ﷺ :
مَنْ صَلَّى عَلَىَّ فِى يَوْمٍ أَلْفَ مَرَّةٍ لَمْ يَمُتْ حَنَّى يَرَى
مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ. رَوَاهُ الضِّيَاءُ عَنْ أَنَسِ ابْنِ
مَالِكِ
(10) Bersabda Rasuululloh SAW :
“Barang
siapa membaca shalawat kepada-Ku tiap hari seribu , kali dia tidak akan mati
sehingga dia melihat tempatnya di surga”. (Dari Anas Bin Malik)
Juga kita tidakboleh menyalahgunakan
hadist nomor (10) ini!. Akan tetapi kita harus yakin kebenaran hadist tersebut
dan seharusnya usaha merealisir keyakinan kita itu demi meningkatkan iman dan
taqwa serta mahabbah kita kepada Allah Wa Rasuulihi SAW !.
C. KECAMAN TERHADAP ORANG YANG TIDAK MAU
MEMBACA SHALAWAT.
(11) قَالَ ﷺ :
مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَىَّ فَذَاكَ اَبْخَلُ النَّاسِ
رَوَاهُ ابْنُ اَبِى عَاصِمٍ عَنْ
أَبِى ذَرٍّ الغَفَّارِىِّ
(11) Bersabda Rasuululloh SAW :
“Barang siapa (mendengar) AKU
disebut didekatnya dan tidak membaca shalawat kepada-Ku, maka dia itulah
sebakhil-bakhil manusia”. (Riwayat Ibnu Abi A’shim dari Abu \Dzarrin Al
Ghiffari).
(12) قَالَ ﷺ
:لَايَرَى وَجْهِى ثَلَاثَةُ أَنْفُسٍ : الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ وَتَارِكُ
سُنَّتِىْ وَمَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ اِذَاذُكِرْتُ بَيْنَ يَدَيْهِ.
ذُكِرَفِى الْقَوْلِ
الْبَدِيْعِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا مَرْفُوْعًا
(12) Bersabda Rasuululloh
SAW :
“Tidak akan bisa melihat wajah-Ku
tiga macam orang. Satu, orang yang durhaka kepada orang tuanya, nomor dua,
orang yang meninggalkan (tidak mengerjakan) sunnah-Ku, dan ketiga, orang yang
tidak membaca shalawat kepada-Ku ketika (mendengar) AKU disebut didekatnya”.
(Hadist marfu’ dari Aisya radliyallahu’anhua).
Maka
dari itu setiap kita mendengar nama kanjeng Nabi Muhammad atau sebutan Rasuululloh
SAW., atau sebutan lain yang maksudnya adalah Kanjeng Nabi SAW., kita supaya
selalu membaca shalawat!. Begitu juga seharusnya ketika kita membaca atau
menulis!. Pada umumnya shalawat yang kita baca pada saat sepaerti itu adalah
shalawat yang pendek atau singkat, misalnya :
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْه :
صَلَّ اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ : صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Al Mukarrom Mbah K.H. Abdoel Majid
Ma’roef Qs. Wa. Ra. Mualif Shalawat Wahidiyah senantiasa menganjurkan supaya
memperbanyak membaca “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH” dimanapun kita berada!.
Dibaca lisan atau secara sirri dalam batin, melihat situasi dan kondisi!.
Dengan mempebanyak mebaca “YAA
SAYYIDII YAA RASUULALLOH” alhamdulillah bertambah banyak ingat kita kepada
Rasuululloh SAW., dan dengan demikian makin bertambah pula ingat kita kepada
ALLAH SWT. Ingat kepada urusan, spontan membawa ingat kepada Yang Mengutus.
(13) قَالَ ﷺ :
مَنْ ذُكِرْتُ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَمْ يُصَلِّى عَلَىَّ صَلَاةً تَامَةً فَلَيْسَ
مِنِّى وَلَاأَنَامِنْهُ. ثُمَّ قَالَ ﷺ :
اَللَّهُمَّ صِلْ مَنْ وَّصَلَنِى وَاقْطَعْ مَنْ لَمْ يَصِلْنِىْ.
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكِ
(13) Bersabda Rasuululloh SAW :
“Barang
siapa (mendengar) Aku disebut didekatnya dan tidak membaca shalawat kepada-Ku,
maka dia bukan dari golongan-Ku. Dan Akupun bukan dari golongan dia. Kemudian
Rasuululoh SAW. Melanjutkan sabdanya (dalam bentuk doa) : “Yaa Allah,
pertemukanlah orang yang suka berhungan dengan Aku, dan putuskanlah (hubungan)
orang yang tidak mau berhubungan dengan Aku”.( Diriwayatkan dari Anas bin
Malik).
Marilah sabda
hadist-hadist tersebut diatas kita jadikan untuk mengoreksi pribadi kita
masing-masing sampai seberapa dekat hubungan kita dengan Rasuululloh SAW !.
(14) قَالَ ﷺ :
مَنْ صَلَّى عَلَىَّ فِى كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَآئِكَةُ تَسْتَغْفِرُوْنَ
لَهُ مَادَامَ اسْمِى فِى ذَلِكَ الْكِتَابِ. رَوَاهُ
الطَّبْرَانِى عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ
(14) Bersabda Rasuululloh SAW
:
“Barang
siapa bershalawat (menuliskan shalawat) kepada-Ku didalam suatu kitab, maka
para malaikat tiada henti-hentinya memohonkan ampunan baginya selama nama-Ku
masih berada didalam kitab tersebut”. (Riwayat Tobroni dari Abi Huroiroh).
(15)
قَالَ ﷺ :
زَيِّنُوْا مَجَالِسَكُمْ بِالصَّلَاةِ عَلَىَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ عَلَىَّ
نُوْرٌلَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. رَوَاهُ الدَّيْلَمِى عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْه
(15) Bersabda Rasuululloh SAW
:
“Hiasilah
ruangan tempat pertemuanmu dengan bacaan shalawat kepada-Ku. Maka sesungguhnya
bacaan shalawt kamu shalwat kepada-Ku itu menjadi “Nur” di hari kiamat.”
(Diriwayatkan oleh Dailami dari ibnu umar).
Demikian
hadist-hadist dan masih banyak lagi lainnya yang menrangfkan fadilah, manfaat
dan kebaikan membaca shalawat, yang segala manfaat itu kembali kepada dan
dirasakan oleh si pembaca shalawat, berguna bagi tetangganya, bagi masyarakat
bangsa dan negaranya, bahkan bagi
makhluq pada umumnya. Manfaat lahiriyah dan batiniyah. Yang demikian itu harus
kita sadari betapa agungnya fadol dan rahmat kasih sayang ALLAH SWT. Kepada
kita manusia hamba-nya, yang dilewatkan Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar
Muhammad SAW. Rahmat bagi seluruh ummat manusia bahkan bagi seluruh alamin.
Firman ALLAH :
!$tBur »oYù=yör& wÎ) ZptHôqy úüÏJn=»yèù=Ïj9. 21- الانبياء : 107
Artinya kurang lebih :
Dan tiada AKU
mengutus engkau (Muhammad SAW), melainkan melainkan sebagai rahmat-kasih sayang
bagi seluruh alamin”. (21 Al—Anbiyaa’ :107).
Betapa luhur dan
agungnya derajat dan kemulyaan jujungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW.,
da sisi ALLAH!. Priagung satu—satunya di dunia yang memegang hak wewenang
memberi syafaat pertolongan baik di dunia lebih-lebih di akhirat kelak.
Pemimpin dunia yang menyelamatkan menuasia dari kesengsaraan dan kehancuran,
yang mengangkat kita dari jurangkehinaan, yang membawa dan menuntun kita
melalui jalan keselamatan menuju kota kebahagiaan , yang melindungi kita dari
angkara murkanya perselisihan dan permusuhan.
Beliau
Sholallahu alaihi wassalam telah mengorbankan kehidupan pribadi dan kelurga-Nya
serta sahabat-sahabat-Nya demi untuk keselamatan dan kebahigiaan umat,
kebahagiaan lahir batin, materiil dan spirituil, di dunia dan diakhirat.
Walhasil kita tidak mampu menyusun kata-kata untuk menguraikan betapa agung dan
luhurnya budi dan jasa beliau Rasuululloh SAW kepada kita para ummat, bahkan
kepada sekalian makhluq pada umumnya. Jasa dan budi nurani yang meliputi
jasadan wa ruuhan, sya’ran wa haqiqotan. Tinggal sampai sejauh mana tanggapan
kita para ummat. Inilah yang harus senantiasa kita renungkan.
D. MEMBACA SHALAWAT PADA HARI JUM’AT
Membaca shalwat
pada hari jum’at, siang maupun malamnya, shalwat itu langsung ditrima oleh
Rasuululloh SAW sendiri.
Betapa indah
dan bahagia kita sebagai umat bahwa shalawat yang kita tujukan kepada
Rasuululloh SAW yang kekasih dan utusan Allah SWT itu ditrima langsung oleh
tangan beliau SAW sendiri!. Kita bayangkan seandainya kita menyampaikan sesuatu
hadiah atau panghormatan kepada presiden misalnya, hadiah itu langsung ditrima
oleh tangan Presiden sendiri, bukankah ini suatu kehormatan dan kegembiraan dan
suatu kenang-kenagan yang mengesankan?. Itu bru kepada Presiden suatu
negara di dunia. Pada hal Junjungan kita
Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW adalah Presidennya jagad, Pemimpin di dunia dan
Pemimpin serta Pembela di akhirat!. Seharusnya jauh lebih gembira, jauh lebih
terkesan, jauh lebih terpesona kemudian lebih berterima kasih san lebih
bersyukur.
Mari kita
koreksi diri kita masing-masing, bagaimana adap kita ketika membaca shalawat, lebih-lebih pada hari
jum’at sudahkah kita menyesiakan diri seperti benar-benar di hadapan Rasuullloh
SAW ketika membaca shalawat ? Ataukah malah sebaliknya hanya asal baca dan
tidak ingat kepada Rasuululloh SAW. Padahal shalawat yang kita baca itu ditrima
oleh Rasuululloh SAW ?.
AL FAATIHAH! BISMILLAAHIR RIHMAANIR ROHIM......
(16) قَالَ ﷺ :
أَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلَاةِ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمْعَةِ
فَإِنَّ صَلَاةَ اُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمْعَةِ... الحديث
رواه
البيهقى بسند حسن عن ابى امامة
(16) Bersabda Rasuululloh SAW
:
“Perbanyaklah
membaca shalwat kepada-Ku pada tiap hari jum’at maka sesungguhnya bacaan
shalawat ummat-Ku pada tiap hari jum’at itu diperlihatkan kepada-Ku”
(Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan Sanad Hasan dari Abi Umaamah)
Ukuran banyak
sedikitnya bacaan shalawat itu para Ulama Ahli Shalawat berbeda-beda pendapat.
Ada yang menyebut bilangan 100, ada yang bilangan 313, ada yang 1000 dan
seterusnya. Hadrotul Mukarrom Mualif Shalawat Wahidiyah menganjurkan apabila
memperbanyak membaca shalawat supaya memilih bilangan ganjil. Misalnya 7, 11, 41,
100, 313, 1000, 5000, 11000 dan seterusnya.
(17) قَالَ ﷺ :
أَكْثِرُوْا عَلَىَّ مِنَ الصَّلَاةِ فِى يَوْمِ الْجُمْعَةِ فَإِنَّهُ لَيْسَ
اَحَدٌ يُصَلِّ عَلَىَّ يَوْمَ الْجُمْعَةِ إِلَّاعُرِضَتْ عَلَىَّ صَلَاتُهُ
رَوَاهُ
الْحَاكِمُ وَغَيْرُهُ عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدِ
(17) Bersabda Rasuululloh SAW
:
“Perbanyaklah
membaca shalawat kepada-Ku tiap-tiap hari Jum’at. Maka sesungguhnya tidak
seorangpun yang membaca shalawat kepada-Ku pada hari Jum’at melainkan
diperlihatkan kepada-Ku shalawat yang is baca”.
(Diriwayatkan oleh Al
Hikam dan lainnya dari Ibnu Mas’ud).
Adapun membaca
shalawat di hari-hari selain hari Jum’at shalawat tersebut disampaikan kepada
Rasuululloh SAW oleh Malaikat yang bertugas untuk itu. Akan tetapi apabila
membacanya dengan penuh adab, sungguh-sungguh ta’dhim mahabbah dan syauq atau
rindu yang mendalam, sekalipun diluar hati Jum’at, shalawat tersebut diterima
secara langsung oleh Rasuululloh SAW. Disinilah perlunya kita harus beradab
yang sebaik-baiknya sewaktu membaca shalawat. Adab kepada Allah SWT dan adab
kepada Rasuululloh SAW.
(18) قَالَ ﷺ :
إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَىَّ فَأَحْسِنُوْا الصَّلَاةَ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُوْنَ
لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَىَّ... الْحَدِيْثُ. ارساد العباد
: 62
رَوَاهُ
الدَّيْلَمُّى عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِىَ اللهُ عَنْه
(18) Bersabda Rasuululloh SAW :
“Ketika kamu
sekalian membaca shalawat kepada-Ku, maka bagusilah bacaan shalawat itu,
Sesungguhnya kamu sekalian tidak mengerti sekiranya hal tersebut diperlihatkan
kepada-Ku”.
(Riwayat
Dailami dari Ibnu Mas’ud-Irsyaadul “Ibaad” hal 62)
Hadrotul Mukarrom
Mbah KH. Abdoel Madjid Ma’roef Qs. wa Ra. menganjurkan agar supaya menerapkan
“ISTIDLOR” di dalam kita membaca shalawat. Shalawat apa saja. Istidlor artinya
merasa seperti benar-benar berada di hadapan Rasuululloh SAW. Ini termasuk adab
membaca shalawat di samping niat ikhlas LILLAH, seperti sudah diterangkan
dimuka. Dengan istidlor seperti itu dengan sendirinya hati kita dapat lebih
tawadhu’ tidak berani berkutik kesana kemari dan akan semakin tertanam lebih mendalam
rasa mahabbah cinta kepada Rasuululloh SAW.
(19) قَالَ ﷺ :
أَكْثِرُوْا الصَّلَاةَ عَلَىَّ فَإِنَّ اللهَ وَكَّلَ بِى مَلَكًا عِنْدَ
قُبْرِىْ فَإِذَا صَلَّى عَلَىَّ رَجُلٌ مِنْ اُمَّتِى قَالَ لِى ذَلِكَ :
يَامُحَمَّدُ إِنَّ فُلَانَ ابْنَ فُلَانٍ صَلَّى عَلَيْكَ. اَخْرَجَهُ
الدَّيْلَمِىُّ عَنْ اَبِى بَكْرِ الصِّدِّيْقِ وَاَخْرَجَهُ النُمَيْرِى عَنْ
حُمَّدِ الْكُوْفِى
(19) Bersabda Rasuululloh SAW
:
“Perbanyaklah
membaca shalawat kepada-Ku maka ssungguhnya Allah menugaskan bagi-Ku bertugas
di kuburKu. Maka apabila seseorang dari ummat-Ku membaca shalawat kepada-Ku,
Malaikat tadi berkata kepada-Ku “Yaa Muhammad sesungguhnya Fulan bin Fulan
membaca shalawat kepada-Mu”
(Dikeluarkan oleh
Dailami dari Abu Bakar Siddiq dan oleh An-Namiri dari Hammad al Kufi).
Jadi nama-nama orang
yang membaca shalawat dan nama-nama orangtuanya yang dilaporkan kepada
Rasuululloh SAW. Mari kita renungkan betapa barokahnya membaca shalawat.
AL FAATIHAH! BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM...
(20) قَالَ ﷺ :
إِنَّ الِلَّهِ مَلَآئِكَةً سَيَّاحِيْنَ يُبَلِّغُوْنِى عَنْ أُمَّتِى السَّلَامَ
رَوَاهُ
الْاِمَامُ عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ وَقَالَ الْحَاكِمُ صَحِيْحُ الْاِسْنَادِ
(20) Bersabda Rasuululloh SAW
:
“Sesungguhnya
Allah memiliki Malaikat-Malaikat yang bertebaran di langit yang tugasnya
menyampaikan kepada-Ku salam dari ummat-Ku” (Riwayat Imam Ahmad dari Ibnu
Mas’ud dan Al Hakim berkata sanadnya shoheh).
(21)
قَالَ ﷺ :
إِنَّ الِلَّهِ مَلَآئَكَةً يَسِيْحُوْنَ فِى الْاَرْضِ يُبَلِّغُوْنِى صَلَاةَ مَنْ
صَلَّى عَلَىَّ مِنْ أُمَّتِى. اَخْرَجَهُ الدَّارَقُطْنِىُ عَنْ
عَلِىٍّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ
(21) Bersabda Rasuululloh SAW :
“Sesungguhnya
Allah memiliki Malaikat-Malaikat yang bertebaran dibumi yang tugasnya
menyampaikan kepada-Ku shalawatnya orang dari ummat-Ku yang membaca shalawat
kepada-Ku”.
(Dikeluarkan oleh Daroquthni
dari Sayyidina ‘Ali Karromallahu Wajhah)
Setelah kita
mengetahui sedikit tentang faedah dan manfaatnya membaca shalawat, dan mengerti
kedudukannya Beliau SAW disisi Allah serta fungsi dan peranan Beliau SAW bagi
para ummat, maka adalah menjadi kewajiban kita untuk lebih meningkatkan
adab-adab kita terhadap Beliau Rasuululloh SAW terutama batin kita ! Dan
lebih-lebih ketika membaca shalawat.
Di dalam Wahidiyah
senantiasa diserukan agar supaya setiap kita membaca shalawat, shalawat apa
saja, khususnya Shalawat Wahidiyah, supaya dengan adab lahir dan batin
sebaik-baiknya. Antara lain yaitu niatnya harus betul-betul ikhlas beribadah
kepada Allah – LILLAH tanpa pamrih suatu apapun. Selanjutnya ta’dhim dan
mahabbah dan “istihdlor” merasa seolah-olah seperti benar-benar berada
dihadapan Rasuululloh SAW!.
Masalah adab kepada
Rasuululloh SAW adalah hal yang sangat penting sekali untuk diperhatikan.
Sekurang-kurangnya adab batin harus kita jaga! Dengan melestarikan membaca “YAA
SAYYIDII YAA RASUULULLOH” kapan dan dimana saja kesempata, dibaca lisan atau
batin melihat situasi, besar sekali menfaatnya bagi meningkatkan adab batin
kita terhadap Rasuululloh SAW, di samping manfaat-manfaat lain yang banyak
sekali. Mari kita terapkan untuk diri kita masing-masing dan keluarga kita!
Bahkan oleh Hadrotul Mukarrom Mualif Shalawat Wahidiyah dianjurkan agar supaya
disampaikan juga pada orang lain, kepada masyarakat luas, disamping diamalkan
sendiri! membaca shalawat dan salam kepada Rasuululloh SAW, setiap keluar masuk
rumah juga dianjurkan dengan kalimat :
اَلصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِكَ يَاسَيِّدِىْ يَارَسُوْلَ اللهِ
E AQWAALUL ‘ULAMA
MENGENAI SHALAWAT
Banyak
pandangan-pandangan dan pendapat para ulama mengenai shalawat. Ada yang
diangkat dari qo’idah-qo’idah agama dan ada pula yang berdasar atas keyakinan
dan pengalaman dzauqiyah dan dari hasil-hasil mukasyafah. Antara lain seperti
di bawah ini :
(1) أَقْرَبُ الطُّرُقِ
إِلَى اللهِ فِى آخِرِ الزَّمَانِ خُصُوْصًا لِلْمُسْرِفِ كَثْرَةُ
الْاِسْتِغْفَارِ وَالصَّلَاةِ عَلَى النَّبِىِّ ﷺ.
(1) “Jalan yang paling
dekat (menuju) kepada Allah pada akhir zaman khususnya bagi orang-orang yang
berlarut-larut banyak dosa, adalah memperbanyak istighfar dan membaca shalawat
kepada Nabi SAW”. (Dari kitab Sa’adatud-Daroini).
(2) إِنَّ
الصَّلَاةَ عَلَى النَّبِىِّ ﷺ تُنَوِّرُ
الْقُلُوْبَ وَتُوْصِلُ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ اِلَى عَلَّامِ الْغُيُوْبِ. سعادة
الدارين : 36
(2) “Sesungguhnya
membaca shalawat kepada nabi SAW. Itu (dapat) menerangi hati dan mewushulkan
tanpa Guru kepada Allah Dzat Yang Maha Mengetahui segala perkara ghaib”.
(Sa’adatud Daroini
hal : 36)
(3) وَبِالْجُمْلَةِ فَالصَّلَاةُ عَلَى النَّبِىِّ ﷺ
تُوْصِلُ إِلَى اللهِ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ لِأَنَّ الشَّيْخِ وَالسَّنَدَ فِيْهَا
صَاحِبُهَا لِأَنَّهَا تُعْرَضُ عَلَيْهِ وَيُصَلِّى اللهُ عَلَى الْمُصَلِّى
بِخِلَافِ غَيْرِهَا مِنَ الْأَذْكَارِ فَلَابُدَّ فِيْهَا مِنَ الشَّيْخِ
الْعَارِفِ وَإِلَّا دَخَلَهَا الشَّيْطَانُ وَلَايَنْتَفِعُ صَاحِبُهَابِـهَا. كذافى
سعادة الدّرين : 90
(3) “Secara keseluruhan,
membaca shalawat kepada Nabi SAW, itu (dapat) mewushulkan kepada Allah tanpa
Guru. Oleh karena sesungguhnya Guru dan Sanad di dalam shalawat itu adalah
shohibus-shalawat (yakni Rasuululloh SAW), oleh karena shalawat itu
diperlihatkan kepada Beliau SAW dan Allah membalas (memberi) shalawat kepada
sipembaca shalawat. Berbeda dengan lainnya shalawat dari bermacam-macam dzikir.
Maka tidak boleh tidak didalam bermacam-macam dzikir itu (harus) ada guru (Mursyid)
yang ‘Arif Billah. Kalau tidak, maka syetan akan masuk ke dalam amalan dzikir
itu dan orang yang dzikir tidak dapat memperoleh manfaat daripada dzikirnya.
(Sa’adatud –
Daroini : 90)
Di dalam kitab
Taqriibul Ushuul Fii Tashiilil Wushul Fii Ma’rifati Robbi War-Rosul SAW,
karangan Syekh Zaini Dahlan diterangkan antara lain :
(4) وَإِنَّ الْعُلَمَآءَ اتَّفَقُوْا أَنَّ جَمِيْعَ الْأَعْمَالِ
مِنْهَا الْمَقْبُوْلُ وَالْمَرْدُوْدُ إِلَّا الصَّلَاةَ عَلَى النَّبِىِّ ﷺ
فَإِنَّهَا مَقْبُوْلَةٌ قَطْعًا
تقريب الاصول
: 57/كفاية الاتقياء : 48
(4) “Dan sesungguhnya
para ulama sudah sependapat bahwa sesungguhnya bermacam-macam amal itu ada yang
diterima dan ada yang ditolak, terkecuali shalawat kepada Nabi SAW. Maka
sesungguhnya shalawat kepada Nabi SAW. Itu “mazbuulatun qoth’an” – pasti
diterima”.
(Taqriibul
Ushuul hal.57 / Kifaayatul Atqiyaai hal.48)
Pasti diterima
artinya, sekalipun membacanya kurang hudlur, kurang khusyu’. Bahkan sekalipun
membacanya dengan ujub, riyak, takabur, shalawatnya tetap diterima. Adapun ujub,
riyak dan takaburnya itu ada perhitungan sendiri. artinya tidak menyebabkan
ditolaknya shalawat. Berlainan dengan amalan-amalan selain shalawat. Disana ada
ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Kelau tidak dipenuhi, amal tersebut
tidak diterima oleh Allah SWT. Suatu amal (selain membaca shalawat) apabila
dilaksanakan dengan riyak, ujub, takabur, amal itu tidak diterima. Bahkan
disamping tidak diterima, kelak di akhirat dirupakan siksa untuk menyiksa orang
yang beramal.
Demikian pendapat
(qoul) yang paling shoheh. Dalam hubungan ini Al Mukarrom Mualif Shalawat
Wahidiyah menambahkan lebih lanjut, jadi jika shalawatnya diterima, otomatis
nama sipembaca shalawat dan nama orangtuanya diperkenalkan kepada Kanjeng Nabi
SAW. (lihat hadits no. 19 di hal 36 di muka). Otomatis Kanjeng Nabi
mensyafaatinya, dan Allah memberi shalawat (rahmat dan maghfiroh) kepadanya,
dan para malaikat ikut memohon rahmat dan ampunan bagi dirinya sipembaca
shalawat.
(5) Al Mukarrom As-Syekh
Al’Arif Billah Al Haj Mbah KH. Abdoel Madjid Ma’roef Muallif Shalawat Wahidiyah
menerangkan didalam suatu kesempatan memberikan Kuliah Wahidiyah antara lain
bahwa membaca shalawat merupakan ibadah sunnah yang paling gampang yang diberi
berbagai macam kebaikan yang tidak diperoleh pada ibadah-ibadah sunnah selain
membaca Shalawat seperti dzikir, membaca Al Qur’an, shalat sunnah, dan
ibadah-ibadah sunnah lainnya. Kebaikannya antara lain yaitu sekali membaca
shalawat, spontan disyafaati oleh Rasuululloh SAW. Disamping mendapat pahalanya
membaca shalawat itu sendiri. lebih-lebih jika membacanya dengan
sungguh-sungguh ikhlas dan disertai adab-adab lahir batin sebaik-baiknya.
Setengah daripada
kebaikan membaca shalawat lagi yaitu disamping ingat kepada Kanjeng Nabi SAW
sekaligus menjadi ingat kepada Allah. Ingat kepada utusan tentu ingat kepada
yang mengutus. Dengan kata lain membaca shalawat sudah mengandung dzikir Allah.
Berarti, membaca syalawat sudah mencakup isi dan makna dua kalimat syahadat :
“ASYHADU ANLAA ILLAHA ILLALLOH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR ROSUULULLOH SAW”.
Sedangkan dzikir kepada Allah belum tentu ingat kepada Kanjeng Nabi SAW. Lagi,
diantara manfaat membaca shalawat yaitu bahwa shalawat sudah mengandung
istighfar, mohon ampunan Allah Ta’ala dan mengandung do’a “Liqodloil hajat” dan
lain-lain (lihat hadits dimuka).
Membaca shalawat
dikatakan merupakan ibadah sunnah yang paling gampang, sebab disitu tidak ada
syarat-syarat harus begini harus begitu, berbeda dengan ibadah-ibadah sunnah
yang lain. Seperti dzikir misalnya, syaratnya dzikir antara lain hati harus
benar-benar hudlur dan didalam menuju wushul sadar kepada Allah, dzikir harus
ada guru mursyid yang menuntunnya. Jika tidak, seperti diterangkan dimuka
“dakholahas syaithon falaa yantafi’u biha shohibuha” – tergoda oleh setan dan
orang yang berdzikir tidak memperoleh manfaat daripada dzikirnya. Membaca
Al-Qur’an juga harus begitu. Harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Kalau tidak, salah-salah malah
bisa dikecam oleh Al-Qur’an itu sendiri sebagaimana disebutkan :
رُبَّ
تَالٍ لِلْقُرْآنِ وَالْقُرْآنُ يَلْعَنُهَ. قَالَهُ
أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ
“Banyak orang
membaca Qur’an, dan melaknati mengecam si pembacanya”. (Dikatakan oleh Anas bin
Malik).
Hal tersebut
disebabkan antara lain karena kurang tepat bacaan dan adab-adabnya. Kurang
tepat tajwidnya dan mahrojnya. Apabila tepat segala-galanya dan lebih-lebih
sambil menghayati maknanya maka, membaca Al Qur’an adalah “afdlolul ibaadah” =
paling utamanya ibadah sunnah sebagaiman sebda hadits :
أَفْضَلُ
عِبَادَةِ أُمَّتِىْ تِلَاوَةُ الْقُرْآنِ. رَوَاهُ
الْبَيْهَقِى عَنِ النُعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ
“Paling utamanya
ibadah ummat-Ku adalah Tilawatil Qur’an”. (Diriwayatkan oleh Baihaqi dari
Nu’man bin Basyir)
Keterangan dan
uraian tersebut diatas kita tidak boleh salah mengartikan, tidak boleh kita
salahgunakan. Kemudian kita tidak boleh meremehkan ibadah-ibadah sunnah selain
membaca shalawat! Sama sekali tidak boleh! Keterangan tersebut dimuka malah
harus justru mendorong kita untuk lebih berhati-hati di dalam menjalakan
ibadah-ibadah kepada Allah, baik
ibadah-ibadah sunnah dan lebih-lebih ibadah-ibadah yang wajib seperti shalat
lima waktu, puasa dan lain-lain. Ibadah sunnah seperti membaca Qur’an, membaca
dzikir, tahlil, tasbih, shalawat, shalat sunnah dan lain-lain harus kita jalankan
dengan adab-adab lahir batin yang sebaik-baiknya di samping memenuhi syarat
rukunnya. Membaca Al-Qur’an misalnya, cara duduk dan menghadapnya, dalam
keadaan suci dan sebagainya. Itu adab lahir. Sedangkan adab batin antara lain
harus dengan niat ibadah kepada Allah dengan ikhlas tanpa pamrih, LILLAH di
dalam istilah Wahidiyah, hatinya harus hudlur dan menyadari bahwa yang dibaca
adalah Kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasuululloh SAW. Dan bagi yang
mungkin, sambil mengangan-angan dan menghayati maknanya. Bagi yang belum dapat
memenuhi adab-adab seperti di atas harus ada usaha untuk belajar!
Inilah antara lain
yang menjadi tugas pendidikan kanak-kanak muslim sejak mulai tamyis sampai
menginjak dewasa, dan seterusnya.
Kembali tentang
faedah membaca shalawat. Dari keterangan-keterangan diatas dapat kita simpulkan
bahwa, membaca Shalawat boleh dikatakan merupakan “jembatan emas” yang
menyeberangkan manusia kepada pantai perbaikan, peningkatan dan penyempurnaan
ibadah kepada Allah SWT. Shalawat boleh diibaratkan sebagai “kendaraan angkasa”
yang membawa pembacanya kepada tingkat iman dan taqwa yang lebih tinggi, dan
memperbaiki serta menyempurnakan akhlaqul kariimah atau budi pekerti.
Maka oleh karena itu
membaca shalawat kepada Kanjeng Nabi SAW. Termasuk sarana batiniyah yang
penting di dalam mewujudkan masyarakat toto tentrem adil makmur bahagia lahir
batin di dunia dan di akhirat yang diridloi Allah, oleh karena dengan
meningkatkan iman dan taqwa maka akan muncul berbagai macam barokah yang
memberi manfaat yang luas kepada segenap makhluq sebagaimana firman Allah dalam
Surat Al A’rof ayat : 96
öqs9ur ¨br& @÷dr& #tà)ø9$# (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur $uZóstGxÿs9 NÍkön=tã ;M»x.tt/ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur `Å3»s9ur (#qç/¤x. Mßg»tRõs{r'sù $yJÎ/ (#qçR$2 tbqç7Å¡õ3t. 7- الأعراف : 96
“Dan sekirannya
ahli desa (negara) benar-benar iman dan taqwa, pasti kami bukukan bagi mereka
bermacam-macam barokah dari langit dan dari bumi (dari arah yang dapat
diperhitungkan dan yang tidak dapat diperhitungkan). Akan tetapi (sayangnya)
mereka membohongkan (tidak konsekuen), maka KAMI siksa mereka disebabkan karena
perbuatan mereka”. (7 Al-A’raaf : 96)
(6) Di dalam kitab
Sa’adatud Daroini Fii-Sholaati ‘Ala Sayyidinaa Kau-naini SAW. Diterangkan bahwa
diantara faedah shalawat yang besar adalah terbayangnya hati sipembaca kepada
Rasuululloh SAW.
وَمِنْ
أَعْظَمِ فَآئِدَتِـهَا انْطِبَاعُ صُوْرَتِهِ ﷺ عَلَى قَلْبِ
الْمُصَلِّى
سَعَادَةُ الدَّارَيْنِ
: 506
“Setengah daripada faedah membaca
shalawat yang paling besar adalah tercetaknya shuroh Rasuululloh SAW. Di dalam
hati si pembaca shalawat”. (Sa’adaatud Daaroini hal 506)
Dalam bahasa jawa
“tansah keton-ketonan” Kanjeng Nabi SAW = hati selalu terbayang kepada Kanjeng
Nabi SAW. Alhamdulillah di antara para Pengamal Wahidiyah banyak yang
memperoleh pengalaman seperti itu.
Hubungan dengan hal
tersebut, di dalam Wahidiyah sering diserukan supaya melatih hati dengan
Istihdlor, yakni merasa seperti seolah-olah berada di hadapan Rasuululloh SAW,
baik ketika membaca shalawat, maupun di luar membaca shalawat. Atau merasa
seolah-olah seperti mengikuti Rasuululloh SAW. Di manapun kita berada. Dengan
terus-menerus membaca “YAA SAYYIDII YAA RASUULLALLOH”, alhamdulillah dikaruniai
dapat lebih mudah mengetrapkan istihdlor seperti itu.
Orang yang hatinya
senantiasa istihdlor seperti itu sendiri tidak berani melakukan soal-soal atau
perbuatan yang dilarang oleh agama. Tidak berani melanggar larangan-larangan
Allah dan Rasul-NYA SAW. Tidak berani melakukan perbuatan-perbuatan yang
merugikan, baik merugikan diri sendiri lebih-lebih merugikan orang lain.
Senantiasa berhati-hati di dalam segala hal dan tingkah laku. Takut kala-kalau
tidak diridloi Allah wa Rasuulihi SAW. Dengan kondisi batiniyah seperti itu ia
akan selalu mendapat Pancaran Nur Nabian atau Nuuru Nubuwwatihi SAW. Makin kuat
dan makin mendalam istihdlornya, makin bertambah-tambah pula pancaran Nur
ke-Nabian menyinari hatinya dan menembus kepada budi pekerti melahirkan
akhlaqul karimah yang sempurna. Otomatis kondisi batiniyahnya seperti itu
menjadikan orang yang bersangkutan senantiasa bertaholluq (berbudi pekerti)
seperti budi pekerti Allah wa Rasuululloh SAW.
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنْ هَؤُلَآءِ. آمِيْن
Semoga Allah
menjadikan kita dan mereka termasuk golongan orang-orang seperti diatas! Amin!
Hidup dan kehidupan
orang yang seperti di atas sudah berang
tentu akan memberi manfaat kepada dirinya sendiri dan keluarganya. Membuahkan
bagi orang lain, bagi masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan bagi
makhluq-makhluq pada umumnya.
Dengan senantiasa
“ISTIHDLOR” kepada Kanjeng Nabi SAW seperti di atas, orang akan benar-benar
bisa menempati “HAQIIQOTUL MUTAABA’AH”, yaitu hakikatnya mengikuti yang
sempurna. Mengikuti dalam arti yang seluas-luasnya dan selengkap-lengkapnya.
Mengikuti tingkah laku orang yang diikuti, kemudian meniru akhlaqnya, meniru
perangainya meniru cara-caranya berbuat dan bertindak, melakukan, apa yang
disukai lebih-lebih yang diikuti, dan menjauhi apa-apa yang tidak disukai
lebih-lebih yang dilarang oleh orang yang diikuti. Tidak berbeda dengan keadaan
orang yang sedang dimabuk cinta atau mahabbah yang mendalam. Kemanapun dan
dimanapun ia berada selalu ingat dan terbayang kepada orang yang dicintai.
Sampai-sampai ucapannya, tingkah lakunya, gerak-geriknya meniru ucapan, tingkah
laku dan gerak-gerik orang yang dicintai. Dia selalu terbayang atau “istihdlor”
kepada orang yang dicintai. Tepat sekali yang diterangkan di dalam Kitab
Taqriibul Ushuul 55 atau kitab Sa’aadatud Daaroini hal 35 sebagai berikut :
قَالَ
الشَّاذَلِىُّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ : رَأَيْتَ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ
فَقُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ، مَاحَقِيْقَةُ الْمُتَابَعَةِ؟ فَقَالَ : حَقِيْقَةُ
الْمُتَابَعَةِ رَؤْيَةُ الْمَتْبُوْعِ عِنْدَ كُلِّ شَيْئٍ وَمَعَ كُلِّ شَيْئٍ
وَفِى كُلِّ شَيْئٍ (الْمُرَادُ بِـهَا رَؤْيَةُ الشَّهُوْدِ) تقريب
الاصول : 55 / جامع الاصول : 35
“Berkata Imam
Syadzali rodliyallohu ‘anhu “Aku melihat Rasuululloh SAW. Kemudian aku bertanya
: Yaa Rasuululloh, apakah haqiqotul mutaaba’ah itu, Rasuululloh menjawab :
“rukyattul matbu’inda kuli syai-in wa ma’a kulli syai-in” = melihat yang
diikuti berada di sampingnya segala sesuatu dan bersama segala sesuatu dan di
dalam segala sesuatu yang dimaksud”. Yang dimaksud adalah Ru’yah Syuhud /
melihat secara nyata.
Maka jika
benar-benar haqqul yakin mengikuti Rasuululloh SAW, seharusnya bisa melihat
Beliau SAW. Dimana saja dan kapan saja. Istilah yang lebih ringan “terbayang”
atau “ingat”. Melihat disini, dengan mata hati atau disebut “bashiroh”. Akan
tetapi juga mungkindengan mata lahir apa bila kondisi batiniyahnya cukup kuat.
Sudah tentu tidak sembarang hati yang dikaruniai bashiroh seperti itu. Hanya
hati yang bersih dan jernih saja yang mempunyai bashiroh. Makin bersih, makin
jernih dan makin suci, makin tajam dan makin kuat pula bashirohnya sehingga
bisa menembus pada penglihatan mata lahir. Dikatakan juga “mukasyafah”, melihat
Rasuululloh SAW. ‘Yaqodhotan’ = dalam keadaan jaga (bahasa jawa melek-melekan).
Mengenai bertemu Rasuululloh SAW. Ini insyaallah akan dibahas dibelakang.
Orang mengikuti
apabila tidak bisa melihat kepada yang diikuti besar kemungkinan mengalami
kebingungan bahkan bisa tersesat jalan terpisah dari yang diikuti tidak merasa.
Mari kita koreksi diri kita masing-masing selama ini yang mengaku pengikut
Rasuululloh SAW atau sebagai ummat Muhammad SAW. Jangan-jangan telah tersesat
tidak merasa! Na’uudzu Billah min dzalik! Ibarat shalat berjamaah, kita para
ummat adalah makmum dan Rasuululloh SAW imamnya. Apabila makmum tidak mengikuti
gerakan imam menjadi batal makmumnya. Batalnya makmum didalam shalat bisa
diqodho pada kesempatan lain. Akan tetapi batalnya makmum kepada Rasuululloh
SAW bisa membawa akibat fatal, menjadi batal Iman Islam kita! Na’uudzu Billah.
Oleh karena itu mari kita senantiasa koreksi diri bagaimana hubungan bathin
kita terhadap Rasuululloh SAW!
AL FAATIHAH...
YAA SYAAFI’ AL KHOLQISH SHOLAATU WASSALAM...
YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH!
AL FAATIHAH!
Syekh Abul Abbas Al
Mursyi mengatakan sebagaimana dimuat didalam Kitab Taqriibul Ushuul hal 55 dan
kitab Sa’aadatud Daaroini hal 440 sebagai berikut :
قَالَ
السَّيِّدُ الشَّيْخُ اَبُوْالْعَبَّاسِىُّ : لَوْ حُجِبْتُ عَنْهُ ﷺ
طَرْفَتَ عَيْنٍ مَاأَعْدَدْتُ نَفْسِىْ مِنْ جُمْلَةِ الْمُسْلِمِيْنَ. سعادة
الدارين:44/تقريب الاصول:55
“Seandainya aku
terhijab dari (tidak melihat atau mengingat) Rasuululloh SAW. Sekejap mata
saya, aku tidak berani menghitung diriku dari golongannya kaum Muslimin”.
Demikian tebal dan
kuatnya iman seseorang yang hatinya senantiasa dipercaya oleh “Nur Cahaya
Kebenaran” atau “Nuuru Nubuwwatihi SAW”. Tidak tanggung-tanggung mengoreksi
dirinya sendiri. berani menghukum dirinya dengan jujur.
Sesungguhnya “Nuuru
Nubuwwatihi SAW” itu tiada putus-putusnya senantiasa menyinari kalbu kaum
mukminin dan muslimin terus-menerus. Akan tetapi hanya hati yang bersih bening
dan dilingkari oleh iman yang membaja saja yang bisa melihat dan menyadari
terhadap pancaran “Nuuru Nubuwwatihi SAW” yang menyinari ke dalam dirinya.
Sedangkan hati yang masih kotor, yakni hati yang masih tertutup tebal oleh
belenggunya aghyaar (apa-apa selain Allah), hati yang masih dikotori oleh kabut
pedutnya nafsu, hati yang dibelenggu oleh rantai imperealis ananiyah, sekalipun
masih ada iman sedikit-sedikit akan tetapi tidak dikaruniai “bashiroh” atau
penglihatan batin sehingga tidak menyadari bahwa dirinya adalah hanya sebagai
hamba Allah, sebagai ABDULLOH yang tidak memiliki kemampuan apa-apa, bahwa
dirinya adalah sebagai umat Rasuululloh SAW, yang senantiasa menerima jasa dan
oleh karena itu seharusnya senantiasa sadar dan ingat kepada Rasuululloh SAW.
Jadi hati manusia
itu ibaratnya seperti kaca cermin (kaca pengillon). Jika kotor tertutup oleh
debu tidak bisa dipakai bercermin sebab tidak bisa memantulkan cahaya yang
menyinarinya. Baru bisa dipakai bercermin apabila digosok dibersihkan debu-debu
dan kotoran yang menempel. Begitu juga hati manusia apabila kotor, tidak
jernih, tidak bisa memantulkan cahaya kebenaran yang memancar ke dalam dirinya.
Maka dari itu usaha menjernihkan hati harus dilakukan secara terus-menerus.
Tidak cukup hanya satu kali. Operasi mental merupakan proses yang harus
berkesinambungan, supaya hati tetap dalam keadaan jernih dan bersih dari kotoran-kotoran dosa yang
dapat terjadi sewaktu-waktu.
Satusatunya obat
pembersih hati yang paling muujarab, paling paten adalah yang seperti
disebutkan didalam Al Qur’an yaitu “DZIKRULLOH” ingat dan sadar kepada Allah.
Dzikrullah bukan hanya diucapkan dengan lisan yang pokok adalah dzikrul-qolbi
atau ingatannya hati kepada Allah. Sekalipun lisan terus-menerus mengucapkan
Allah-Allah, akan tetapi jika hatinya itdak hudlur bersih hati, melainkan bahkan
bisa menjadi makin kotor karena berkemampuan yang umumnya tidak disadari orang
sebagai dosa. Padahal justru merupakan dosa besar bahkan dosa palin besar,
sebab disitulah timbulnya coup atau pemberontakan terhadap kekuasaan Allah,
mempersekutukan Allah secara samar-samar yang disebut : “SYIRIK KHOUFI”.
Mempersekutukan Allah dalam dirinya dengan merasa bahwa dirinya ada dan
mempunyai kemampuan. Lupa dan tidak sadar segala sesuatu itu adalah ciptaan dan
digerakkan oleh Allah.
Fungsi dan hikmah
shalat adalah dzikrullah sebagaimana firman Allah ;
إِنَّنِى
أَنَااللهُ لَآإِلَهَ إِلَّاأَنَا فَاعْبُدْنِى وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِىْ. 20-
طه : 14
Artinya kurang lebih :
“Sesungguhnya AKU
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain AKU, maka sembahlah AKU dan dirikanlah
shalat untuk mengingat AKU”. (20 Thoha : 14)
Jika hikmah tersebut
bisa diperoleh oleh orang yang menjalankan shalat, maka otomatis hatinya
menjadi bersih, tenang dan tentram.
Firman Allah menjamin hal itu :
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% Ìø.ÉÎ/ «!$# 3 wr& Ìò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$#. 13- الرعد : 28
Artinya kurang lebih :
“(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat
Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tentram”. (13 Ar
Ro’d : 28)
cÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìs3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çt9ò2r& 3 . 29-
العنكبوت : 45
Artinya kurang lebih :
“Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah
yang lain)”. (29 Al-Ankabut:45)
Demikianlah jaminan
yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang menjalankan shalat. Akan
tetapi mengapa kenyataannya tidak seperti itu? Kita juga sudah aktif
menjalankan shalat akan tetapi mengapa hati kita masih sering bingung, tidak
tenang, tidak tentram, tidak mutmainah,
tidak banyak ingat kepada Allah, dan kita masih sering terjerumus ke dalam
perbuatan munkar dan maksiat? Jawabnya harus kita cari di dalam diri kita
sendiri. yaitu antara lain shalat kita masih belum benar. Kita melaksanakan
shalat belum memenuhi syarat dan adab-adabnya shalat. Adab lahir maupun adab
batin. Maka kita tidak bisa memperoleh jaminan yang diberikan oleh Allah SWT
tersebut. Hati kita masih tetap kotor, dikotori oleh kepentingan-kepentingan
hawa nafsu, kita tidak merasa. Misalnya, kita melaksanakan shalat tidak dengan
niat ikhlas beribadah kepada Allah melainkan ada keinginan-keinginan, ingin
pahala, ingin surga, dan lain-lain sehingga nilai ikhlas kita tidak murni.
Maka oleh karena itu
perlu terus usaha meningkatkan dan memperbaiki shalat kita. Dan disamping itu
perlu ada kegiatan lain untuk menunjang berhasilnya operasi mental membersihkan
dan menjernihkan hati. Antara lain yaitu dengan memperbanyak membaca shalawat
kepada Nabi SAW. Sudah kita bahas dimuka. Shalawat apa saja, khususnya Shalawat
Wahidiyah, oleh karena Shalawat Wahidiyah memang dikhususkan untuk menjernihkan
hati dan ma’rifat sadar kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Dingkatnya, jalan pintas
untuk memperoleh kejernihan hati untuk menuju sadar ma’rifat kepada Allah wa
Rasuulihi SAW adalah :
-
Memperbanyak berdepe-depe taqorrub mendekatkan diri, bertobat
memohon ampunan kepada Allah SWT.
-
Memperbanyak membaca Shalawat kepada Nabi SAW
-
Memperbanyak tasyafu’an memohon syafa’at kepada Rasuululloh SAW:
Memohon
bantuan (morit) memohon doa restu, memohon barokah, karomah, nadroh Ghoutsu
Hadzaz Zaman dan para Auliya’ kekasih Allah SWT Rodliyallohu Ta’ala ‘anhum,
agar beliau-beliau berkenan membantu permohonan kita kepada Allah SWT.
MUJAHADAH
Mengamalkan Shalawat
Wahidiyah menurut cara-cara yang telah dituntunkan disebut MUJAHADAH WAHIDIYAH
atau disingkat MUJAHADAH begitu saja. Dengan bermujahadah insyaallah sudah
tercakup keempat kegiatan jalan pintas yang disebutkan dimuka. Dan
alhamdulillah di dalam praktek kenyataannya besar menfaatnya berupa kejernihan
hati, ketenangan batin dan ketentraman jiwa sehingga hati lebih banyak ingat
kepada Allah lebih banyak dzikrullah di samping ingat kepada Rasuululloh SAW.
Pemimpin dan panutan kita semua.
Hati yang sudah
jernih seperti itupun masih bisa menjadi kotor keruh kembali, yaitu akibat dosa
dan maksiat yang diperbuat olehnya. Akan tetapi alhamdulillah tidak sampai
berlarut-larut dan kemudian cepat-cepat bertobat memohon ampunan kepada Allah
SWT dan berubah sikap. Jadi setidak-tidaknya “mahfudh” = terpelihara tidak
sampai berlarut-larut dalam perbuatan dosa. Alhamdulillah!
Sedangkan hati yang
masih kotor belum pernah dicuci bersih seperti di atas apabila ketempelan debu
maksiat dan dosa, pada umumnya sukar sekali untuk menyadari dosa maksiat yang
diperbuatnya jika tidak mendapat pertolongan dari Allah SWT. Akibatnya menjadi
makin berlarut-larut di dalam lautan belukarnya maksiat dan mungkarot. Jika
tidak segera melakukang langkah-langkah perbaikan, pasti kelak diakhirot akan
merasakan penderitaan dan kesengsaraan yang tidak dapat digambarkan ngeri dan
dahsyatnya. Dengan memperbanyak dan tekun
melaksanakan Mujahadah Wahidiyah alhamdulillah dikaruniai banyak sekali
taufiq hidayah dan pertolongan dari Allah SWT, dikaruniai syafa’at tarbiyah
Rasuululloh SAW, Barokah Karomah dan Nadroh Ghoutsu Hadzaz Zaman wa A’wanihi wa
Saairi Auliyaaillahi rodliyallohu Ta’ala ‘anhum, sehingga dikaruniai berbagai
kebaikan dan manfaat lahir dan batin yang tidak sedikit di samping ketenangan
batin dan ketentraman jiwa seperti di atas.
Sekali lagi
alhamdulillah, Shalawat Wahidiyah dikaruniai kegunaan dan manfaat yang banyak
sekali, dan sangat efektif buat segala macam kepentingan dunia dan akhirat,
buat kebutuhan jasmani dan rohani, buat kepentingan spiritual maupun
kepentingan yang bersifat material. Akan tetapi tidak boleh disalahgunakan!
Artinya, jangan kita bermujahadah karena kita didorong oleh
kepentingan-kepentingan tersebut, melainkan harus semata-mata niat beribadah
kepada Allah dengan ikhlas LILLAH – tanpa pamrih dan dijiwai sadar BILLAH –
“LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAH”. Demikian amanat Muallif dan pemberi
ijazah Shalawat Wahidiyah.
Siapa saja diberi
kemampuan oleh Allah SWT asal betul-betul dan sungguh-sungguh di dalam
bermujahadah. Firman Allah didalam Al Qur’an :
وَالَّذِيْنَ
جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِ يَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ
الْمُحْسِنِيْنَ. العنكبوت:69
Artinya kurang lebih :
“Dan mereka
orang-orang yang bersungguh-sungguh didalam menuju kepada KAMI, sungguh akan
KAMI tunjukkan kepada mereka berbagai jalan KAMI. Dan sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (29 Al Ankabut : 69)
Jaahadu
bersungguh-sungguh, di dalam Wahidiyah disebut Mujahadah.
F. MACAM - MACAMNYA SHALAWAT
(ANWAA ‘US - SHALAWAT).
Shalawat kepada Kanjeng Nabi SAW, yang
beraneka macam dan ragamnya itu dapat digolongkan kedalam dua golongan yaitu
“SHALAWAT MAKTSUUROH” dan “SHALAWAT GHOIRU MAKTSUUROH”.
SHALAWAT
MAKTSUUROH
Shalawat Maktsuuroh
ialah shalawat yang redaksinya langsung diajarkan oleh Rasuululloh SAW. Salah
satu contoh ialah “Shalawat Ibrohimiyah” yaitu seperti yang kita baca didalam
takhiyyatnya shalat. Kalimahnya yang masyhur yaitu :
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَّعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ اِبْرَاهِيْمَ.
Jadi tidak memakai
kalimah “Sayyidina”. Memang semua Shalawat Maktsuuroh tidak ada yang memakai
kalimah itu. Ini menunjukkan keluhuran budi Rasuululloh SAW.yang tidak pernah
menonjolkan diri selalu bertawadlu’ berlemah lembut pada siapapun. Suatu sikap
budi luhur yang seharusnya ditiru oleh para umat.
Adapun kita sering
membacanya dengan tambahan kata “SAYYIDINA”, kata itu tambahan oleh para
Shahabat Nabi SAW sebagai cetusan rasa takdhim dan mahabbah. Sudah sewajarnya
kita para umat menyebut Kanjeng Nabi
SAW. Dengan “Sayyidina” atau kata lain yang dimaksutnya sama, misalnya
“Kanjeng”, “Gusti”, “Bendara” dan sebagainya.
Lebih-lebih terhadap
Rasuululloh SAW. Bukankah Kanjeng Nabi Muhammad SAW adalah “Sayyidul
Anviyaa Wal Mursalin”, Pemimpinnya para
Nabi para Utusan Allah, bahkan “Sayyidul Kholqi Aj Ma’in”, Sayyid atau
Pemimpinnya seluruh makhluq!.
Jadi penggunaan
kalimah “Sayyidina” terhadap Kanjeng Nabi SAW., baik didalam bacaan Shalawat
ataupun diluar bacaan Shalawat merupakan cetusan rasa ta’dhim memulyakan dan
rasa mahabbah-cinta yang mulus. Dan sesuai dengan hadist :
قَالَ
ﷺ :
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ أَدَمَ وَلَا فَخْرَ... الْحَدِيْثَ
رَوَاهُ
اَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِىُّ وَابْنُ مَاجَهٍ عَنْ أَبِى سَعِيْدٍ الْحُذْرِىِّ
“Aku adalah
Sayyidnya anak cucu Adam dan tidak membanggakan diri.....”.(Riawayat Imam Ahamd
dan Thirmidzi dan Ibnu Majah dari Sa’id al khudri).
Ini
mengajarkan kepada kita suapaya lebih memurnikan tauhid kita kepada Allah SWT.
Pada kesempata lain Rasuululloh SAW. Besabda yang artinya :
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ ﷺ
: لَاتَقُوْلُوْا لِلْمُنَافِقِ سَيِّدٌ فَإِنَّهُ وَإِنْ يَكُ سَيِّدًا فَقَدْ
أَسْخَطَتُمْ رَبُّكُمْ عَزَّوَجَلَّ رواه ابو داود باسناد صحيح
Abu Hurairah Ra berkata : Rasuululloh SAW
besabda “Janganlah kamu memanggil orang munafiq dengan sayyid. Kalau memang
benar ia oran terhormat. Maka berarti kamu telah memurkakan Tuhan kamu” (HR.
Abu Dawur Sahih).
Allah SWT, melarang
tidak boleh mengundang Kanjeng Nabi SAW. Hanya dengan menyebut “Yaa Muhammad”
atau “Yaa Abal Qoshim” dan panggilan lain yang tidak mengandung nilai ta’dhim. Firman
Allah :
w (#qè=yèøgrB uä!$tãß ÉAqß§9$# öNà6oY÷t/ Ïä!%tæßx. Nä3ÅÒ÷èt/ $VÒ÷èt/. 24- النور : 63
“Janganlah kamu
jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada
sebagian (yang lain)”.
Didalam ayat lain disebutkan larangan Allah :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#þqãèsùös? öNä3s?ºuqô¹r& s-öqsù ÏNöq|¹ ÄcÓÉ<¨Y9$# wur (#rãygøgrB ¼çms9 ÉAöqs)ø9$$Î/ Ìôgyfx. öNà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 br& xÝt7øtrB öNä3è=»yJôãr& óOçFRr&ur w tbrâßêô±s?. 49- الْحُجُرَات : 2
Artinya kurang lebih :
“Wahai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu meninggalkan suara kamu melebihi Nabi (SAW), dan
janganlah berkata kepada-Nya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara)
sebagian kamu terhadap sebagian yang yang lain, salah-salah menjadi hapus
amal-amal kamu sekalian da kamu sekalian tidak menyadari”. (49-Al Hujurot:2).
Kedua ayat tersebut betitik berat pada bidang adap
terhadap Rasuululoh SAW.memanggil nama kanjeng Nabi SAW. Dengan “menjangkar”
istilah orang jawa, artinya memanggil Nabi SAW adalah sangat tidak sopan dan merupakan suu-ul adap yang bisa
mengakibatkan terhapusnya amal-amal kebaikan.
Kita para ummat
wajib menghormat dan memulyakan Kanjeng Nabi SAW. Syekh Abul Abbas At-Tijani
berkata sebagaimana disabutkan didalam kitab Sa’aadatud-Daaroini halaman 11
bahwa “siyaadah” (sebutan sayyidi) adalah termasuk ibadah. Sebab maksud pokok
dari pada membaca Shalawat adalah menghormat mengagungkan Kanjeng Nabi SAW.
Jadi apabila meninggalkan “siyaadah” di dalam membaca Shalawat, berarti tidak
menghormat tidak memulyakan Kanjeng Nabi SAW. Ini perlu kita perhatikan !.
SHALAWAT GHOIRU MAKTSUUROH
Shalawat Ghoiru
Maktsuuroh adalah shalawat yang disusun oleh selain Kanjeng Nabi SAW. Yaitu
oleh para Sahabat, para Tabi’in, para Sholihin, para Auliya’, para Ulama dan
oleh umumnya orang Islam. Maka tidak aneh bahwa umumnya Shalawat Ghoiru
Maktsuuroh itu kalimatnya ada yang panjang-panjang, susunan bahasanya disertai
kata-kata yang indah-indah, mengekspresikan penghormatan, pujian dan sanjungan
yang romantik sebagai cetusan dari getaran jiwa mahabbah dan syauq atau rindu
yang mendalam. Bahkan tidak sedikit yang disusun dengan menggunakan kesastraan
yang tinggi, menggunakan kalimat-kalimat yang baliigh dalam bentuk nadhom atau
syair, sajak dan puisi. Dan di samping Shalawat banyak disertakan doa-doa
munajad kepada Allah SWT dan kalimat-kalimat tasyafu’an memohon syafaat kepada
Rasuululloh SAW. Hal tersebut menambah ikrom, ta’dhim dan rasa mahabbah yang
makin mendalam.
Ada banyak sekali
macamnya Shalawat Ghoiru Maktsuuroh dengan name yang bermacam-macam pula.
Berpuluh, beratus bahkan beratus ribu. Allahu A’lamu !
Ada yang diberi nama
dengan nama Muallifnya dan ada yang diberi nama menurut fadilah dan faedah yang
terkandung didalamnya. Contoh Ghoiru Maktsuuroh antara lain Shalawat Munjiyat,
Shalawat Naariyah, Shalawat Badawi, Shalawat Badar, Shalawat Burdah, Shalawat
Masyisyiyah dan masih banyak lagi. Shalawat Wahidiyah termasuk Shalawat Ghoiru
Maktsuuroh, dan nama “Wahidiyah” diambil dari salah satu Asmaul Husna yang
terdapat didalamnya yaitu “ALLOHUMMA YAA WAHIDUU...”.
Mari kita menyatakan
syukur kepada Allah SWT dengan membaca surat Al Fatihah satu kali dihaturkan
sebagai hadiyah disamping kepada Rasuululloh SAW. Kepada Beliau-Beliau Mullif
Shalawat-Shalawat tersebut diatas.
AL FAATIHAH...
Banyak Shalawat
Ghoiru Maktsuuroh yang mengandung ajaran yang penting-penting. Ada yang
mengandung ajaran bidang akhlaq dan bidang adab, ada yang mengandung bidang
Ajaran Tauhid, Ajaran Haqiqot dan Ma’rifat, dan ada yang mengandung ajaran
Syariah. Shalawat Masyisyiyah yang ditaklif oleh Syekh Abdus Salam bin Masyisy
berisi ajaran Tauhid. Shalawat burdah taklifan, Syekh Bushiri mengandung
dorongan batin yang menggugah dan menumbuhkan rasa mahabbah dan rindu kepada
Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Dan Shalawat
Wahidiyah yang mengandung ajaran yang meliputi bidang haqiqot dan bidang
syariat, mencakup bidang akhlaq dan bidang adab, bidang tauhid, bidang iman,
bidang Islam dan bidang Ihsan, pokoknya bidang Ubudiyah dan bidang
kemasyarakatan. Shalawat Wahidiyah mengandung dan memberikan bimbingan praktis
didalam merealisasi pelaksanaan “HABLUM MANILLOH WA HABLUM MINANNAS”, yakni
membimbing pelaksanaan dan realisasi
kewajiban serta tanggungjawab terhadap Allah wa Rasuulihi SAW, terhadap
keluarga, terhadap bangsa dan negara, terhadap sesama ummat manusia, terhadap
agama, bahkan terhadap sesama makhluq pada umumnya.
Bimbingan praktis
tersebut dituangkan dengan kalimah-kalimah yang baliigh tetapi mudah difahami
dan mudah diterapkan dan dilaksanakan seperti dapat kita saksikan di dalam
Lembaran Shalawat Wahidiyah yang disampaikan kepada masyarakat luas dengan
cuma-Cuma. Titik fokus yang menjadi tujuan daripada bimbingan praktis tersebut
adalah bidang wushul ilallohi atau bidang Ma’rifat atau sadar kepada Allah wa
Rasuulihi SAW. Begitu baliigh susunan bahasanya, sehingga untuk mendalaminya
perlu dibeberkan dengan bahasa yang praktis dan dengan penjelasan-penjelasan
yang luas untuk lebih memudahkan di dalam pengamalan dan penerapannya.
Itulah antara lain
tugas Buku Kuliah Wahidiyah ini dan buku-buku Wahidiyah lainnya. Seperti :
-
Risalah Penjelasan Mengenai Shalawat Wahidiyah dan ajaran Wahidiyah
-
Pedoman Pokok-Pokok Ajaran Wahidiyah
-
Tuntunan Mujahadah dan acara-acara Wajidiyah
-
Tuntunan Mujahadah kanak-kanak Wahidiyah
-
Tuntunan Pembinaan Wanita Wahidiyah
-
Mingguan Wahidiyah dan
-
Brosure-brosure Wahidiyah yang dikeluarkan oleh Penyiar Shalawat
Wahidiyah Pusat.
Baik Shalawat
Maktsuuroh atau Shalawat Ghoiru Maktsuuroh adalah cukup memenuhi untuk
pelaksanaan dari Firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 56 :
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#q=|¹ Ïmøn=tã (#qßJÏk=yur $¸JÎ=ó¡n@
“... wahai
orang-orang yang beriman bacalah Shalawat kepada Nabi (SAW) dan sampaikan salam
hormat yang sebaik-baiknya”.
Seperti diuraikan
dimuka bahwa macamnya Shalawat ada banyak sekali dan kita tidak mampu
menghitungnya. Masing-masing Shalawat dikaruniai faedah dan manfaat
sendiri-sendiri yang satu sama lain tidak sama. Hanya Allah dan Rasul-NYA
SAW< yang mengetahui.
Ditinjau dari
Muallifnya, sudah tentu Shalawat Maktsurooh adalah yang paling utama sebab
ditaklif oleh Rasuululloh SAW sendiri. Akan tetapi juga tidak sedikit Shalawat
Ghoiru Maktsuuroh yang dikaruniai faedah dan manfaat yang sangat berguna bagi
para ummat. Manfaat lahiriyah dan manfaat batiniyah, baik untuk kepentingan didunia
maupun kepentingan diakhirat. Banyak Shalawat Ghoiru Maktsuuroh yang membuahkan
rasa ta’dhim dan mahabbah serta kesadaran kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Jadi
pada dasarnya semua Shalawat adalah baik, dan dikaruniai manfaat kebaikan yang
tidak sedikit. Antara lain tergantung kepada sipembaca Shalawat. Sangatlah
tercale dan dikhawatirkan suu-ul adab apabila kita memperbandingkan satu
Shalawat dengan Shalawat yang lain. Suu-ul adab kepada Muallif Shalawat dan
suu-ul adab kepada Rasuululloh SAW!
Al Mukarrom Romo KH.
Abdul Madjid Ma’roef Qs. Wa Ra. Muallif Shalawat Wahidiyah di dalam suatu
kuliah wahidiyahnya menerangkan bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap fadilah kebaikan Shalawat. Yaitu, disamping fadlol dari Allah SWT dan
syafaat Rasuululloh SAW, fadilahnya suatu Shalawat ada hubungannya dengan
antara lain :
1. Kondisi Muallif Shalawat. Terutama kondisi batiniyah.
2. Susunan redaksi Shalawat
3. Situasi dan Kondisi Masyarakat ketika shalawat itu ditaklif
4. Tujuan Shalawat itu ditaklif
5. Situasi dan kondisi si pembaca Shalawat
6. Adab lahir dan batin ketika membaca Shalawat.
Bagi kita yang
paling penting adalah perhatikan adab-adab ketika membaca Shalawat. Antara lain
yaitu :
1.
Niat ikhlas beribadah kepada Allah tanpa pamrih
2.
Menta’dhim dan mahabbah kepada Rasuululloh SAW
3.
Hatinya Hudlur kepada Allah dan istidlor = merasa seperti di
hadapan Rasuululloh SAW
4.
Tawaddlu’ merendah diri, merasa butuh sekali kepada pertolongan
Allah SWT, butuh sekali syafaat dan bantuan (moril) dari Rasuululloh SAW.
Kemudian dari sekian
banyak Shalawat yang berbeda-beda fadillah dan manfaatnya itu sudah pasti kita
boleh memilih shalawat apa yang akan kita amalkan, sesuai dengan kebutuhan dan
hajat kita tanpa mengurangi hormat dan perhatian kita terhadap Shalawat yang lain-lain.
Sesuai dengan
situasi dan tuntutan zaman pada masa akhir ini dimana berbagai macam pengaruh
datang membuat kegoncangan di dalam hati kita sehingga hidup kita menjadi tidak
tenang dan tidak tentram. Maka sudah seharusnya kita mengamalkan Shalawat yang
membuahkan atau yang membekas ketenangan batin dan ketentraman jiwa, pokoknya
Shalawat yang mendatangkan kesejahteraan rohani. Sebab dengan kesejahteraan
rohani akan mudah dibangun kesejahteraan jasmani yang kokoh dan stabil.
Kesejahteraan rohani
tersebut tidak lain adalah berupa penigkatan iman dan taqwa, peningkatan ingat
dan sadar kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Shalawat yang memberi faedah seperti
itulah yang seharusnya kita amalkan di samping amalan-amalan atau doa-doa lain.
Alhamdulillah Shalawat
Wahidiyah dikaruniai faedah yang cocok dengan tuntutan kebutuhan seperti
tersebut di atas. Pengamalan Shalawat Wahidiyah Alhamdulillah membuahkan
kejernihan hati, ketenangan batin dan ketentraman jiwa dan makin bertambah
banyak ingat kepada Allah wa Rasuulihi SAW, suatu kondisi batiniyah yang
menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir batin di dunia
dan akhirat. Dengan kondisi batiniyah seperti itu maka akan lahir akhlaq-akhlaq
dan perbuatan-perbuatan yang baik didalam menjalankan ibadah pengabdian diri
kepada Allah SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa dan didalam hubungan dalam pergaulan
hidup di masyarakat. Maka oleh karena itu pengamalan Shalawat Wahidiyah perlu
kita usahakan, perlu kita perhatikan
dengan tidak mengesampingkan lebih-lebih meremehkan atau mengurangi perhatian
terhadap amalan-amalan selain Shalawat Wahidiyah.
Ditinjau dari segi
redaksi atau susunan tata bahasanya, Shalawat Ghoiru Maktsuuroh ada yang
berbentuk permohonan kepada Allah SWT. Seperti umpamanya dengan kalimah :
“ALLOHUMMA...” dan ada juga yang secara langsung menyampaikan shalawat itu
kepada Rasuululloh SAW seperti : “AS SHOLAWATU WASSALAAMU ‘ALAIKA WA’ALA AALIKA
YAA SAYYIDII YAA RASUULULLOH”
الصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِكَ يَاسَيِّدِيْ رَسُوْلَ اللهِ
Di dalam Shalawat
Wahidiyah kita jumpai ada bentuk shalawat dengan “Allahuma sholli...” dan ada
yang bentuk menyampaikan langsung kepada Rasuululloh SAW, yaitu shalawat yang
ketiga : “YAA SYAFI’AL KHOLQIS-SHOLAATU WASSALAM...” dan shalawat yang keempat
: “YAA SYAFI’AL KHOLQI HABIIBALLOHI...”
Shalawat yang ketiga
“Yaa Syafi’al Kholqis-sholatu wassalam... “ disebut “SHALAWAT TSALJUL QULUUB”
yang berarti “saljunya hati”. Nama lengkapnya agak panjang yaitu :
صَلَوَةُ
ثَلْجِ الْغُيُوْبِ فِى تَبْرِيْدِ حَرَارَةِ الْقَلُوْبِ
(Shalawat Salju Ghoib untuk mendinginkan hati yang panas)
Dan alhamdulillah
memang nyata shalawat “Yaa syafi’al Kholqis-sholaatu wassalam...” tersebut
memberi rangsangan dalam hati menjadi dingin tidak mudah meluap panas tetapi
juga tidak menjadi beku.
Baik shalawat yang
menggunakan “Allohuma sholi” maupun yang langsung disampaikan kepada
Rasuululloh SAW. Masing-masing ada khosyiyahnya sendiri-sendiri. Beliau Muallif
Shalawat Wahidiyah menerangkan bahwa shalawat yang tidak memakai lafal “ALLAH”
diantara fadilahnya adalah membekas rasadingin dan tenang dan tentram di dalam
hati. Sedangkan shalawat yang memakai lafal “ALLAH” merangsang rasa panas
didalam hati, artinya hati menjadi bersemangat dan bergairah, bergairah untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik diridloi Allah wa Rasuulihi SAW.
Kemudian mana yang
perlu kita perbanyak pengamalannya, apakah shalawat yang memakai lafal “ALLAH”
atau tidak memakai lafal “ALLAH”, itu tidak menentu tergantung “waaridun
Ilahiyyun’ (getaran hati dari Allah) yang diberikan kepada hati seseorang.
Suatu ketika mungkin shalawat yang menggunakan lafal “ALLAHUMMA” atau lafal
“ALLAH” seperti misalnya “SHOLLALLOHU ‘ALA MUHAMMAD” yang meninggalkan kesan
yang baik didalam hati. Akan tetapi mungkin pada suatu tempo justru shalawat
yang redaksinya langsung kepada Rasuululloh SAW dan tidak mengadung lafal
“ALLAH” yang memberikan kesan atau rangsangan yang baik di dalam hati.
Shalawat Wahidiyah
terdiri dari rangkaian dua bentuk redaksi shalawat seperti di atas. Ada yang
bentuk “ALLAHUMMA...” dan ada yang langsung disampaikan kepada Rasuululloh SAW.
Tanpa disertai lafal “ALLAH”. Maka logis apabila faedah yang diberikan Allah
SWT kepada Shalawat Wahidiyah benar-benar cocok dengan apa yang dibutuhkan oleh
umat dan masyarakat dewasa ini. Yakni hati yang dingin, tenang dan tentram
tetapi bersemangat dan bergairah.
Selain itu Shalawat
Wahidiyah disamping shalawat yang menjadi intinya, disertakan pula doa-doa
permohonan kepada Allah SWT. Hal-hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang.
Yaitu misalnya pada shalawat kedua “ALLAHUMMA KAMAA ANTAAHLUH...” ditambahkan
lagi dengan pemohonan kebaikan bagi pribadi, keluarga, bangsa dan negara,
bahkan bagi ummat masyarakat manusia seluruh dunia, baik yang masih hidup
maupun yang masih meninggal dunia. Nenek moyang kita, leluhur kita dan
saudara-saudara kita yang sudah berada di alam kubur tidak ketinggalan menjadi
sasaran penting yang dimohonkan di dalam Shalawat Wahidiyah. Kesejahteraan dan
barokah bagi bangsa dan negara, bahkan bagi seluruh makhluq ciptaan Allah
termasuk objek yang harus dimohonkan di dalam Mujahadah Shalawat Wahidiyah.
Ditambah lagi dengan permohonan barokah bagi mujahadah yang sedang kita
laksanakan, kemudian diakhiri dengan getaran jiwa yang kuat mengetuk hati
jami’al ‘alamin – umat seluruh dunia termasuk diri kita sendiri terutama, yaitu
ajakan “FAFIRRUU ILALLOOH” = larilah kembali kepada Allah (wa Rasuulihi SAW).
Arti pada “barokah” adalah bertambahnya kebaikan.
Yang penting lagi,
didalam Wahidiyah kita dibimbing oleh Muallif Shalawat Wahidiyah. Antara lain
yaitu didalam setiap kita berdoa, kita harus husnulyaqin = berbaik kebaikan
bahwa permohonan kita dikabulkan oleh Allah SWT, yaitu menerapkan sabda hadits
:
إِذَادَعَوْتُمْ
فَأَيْقِنُوْا بِالْاِجَابَةِ. رَوَاهُ التِّرْمِذِىُّ عَنْ ابِى هُرَيْرَةَ
Artinya :
“Apabila kamu
sekalian berdoa maka yakinlah (doamu) diijabahi oleh Allah SWT”. (Riwayat
Tirmidzi dari Abu Huroiroh)
Akan tetapi kita
tidak boleh terpancang hanya memandang terkabulnya doa saja! Didalam berdoa
kita harus menitikberatkan doa kita itu sebagai pelaksanaan ibadah kepada
Allah. Kita memang diperintah untuk berdoa. Firman Allah :
tA$s%ur ãNà6/u þÎTqãã÷$# ó=ÉftGór& ö/ä3s9. 40- الْمُؤْمِنْ : 60
Artinya kurang lebih :
“Dan Tuhanmu
berfirman : “Berdoalah (memohonlah) kamu sekalian kepada-KU, niscaya akan
kuijabahi bagimu”. (40 Al mukmin :60)
Jadi kita berdoa
untuk melaksanakan perintah-NYA yaitu “UD’UUNI”. Berdoa dengan niat ibadah kepada Allah dengan
ikhlas tanpa pamrih “LILLAH” istilah di dalam Wahidiyah. Dan disamping LILLAH
harus pula ada niat “LIRROSUL” mengikuti tuntunan Rasul SAW, dan dijiwai sadar
kepada Allah wa Rasuulihi SAW! Lihat Ajaran Wahidiyah di belakang!
G ATTA’ALLUQ BIJANAABIHI
SAW
(HUBUNGAN DENGAN
RASUULULLOH SAW)
Dimuka sudah kita
bahas bahwa faedah membaca shalawat yang paling besar menfaatnya adalah
“inthibaa ‘ushuurotihi SAW ‘ala qolbil-musholi” = tercetaknya pribadi (shuuroh)
Rasuululloh SAW di dalam hati sipembaca shalawat. Dengan kata lain selalu
terbayang kepada Rasuululloh SAW. Dengan demikian terjalin hubungan jiwa yang
sanga erat antara sipembaca shalawat dengan Rasuululloh SAW. Kita yakin bahwa
eratnya hubungan jiwa dengan Rasuululloh SAW merupakan pusaka dan pondasinya
iman dan taqwa, dan menjadi patrinya mahabbah kepada Allah wa Rasuulihi SAW.
Dan kita yakin bahwa iman, taqwa dan mahabbah merupakan bangunannya
keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin rohani dan jasmani di
dunia dan di akhirat.
Maka oleh karena itu
hubungan kita sebagai ummat terhadap Rasuululloh SAWsebagai pemimpin kita,
sebagai pembimbing kita, sebagai pembela kita dari kesesatan dan kehancuran
perlu dipupuk, ditingkatkan dan disempurnakan yang sebaik-baiknya! Hubungan yang
masih bersifat formalitas ala syarii’ah harus ditingkatkan menjadi semacam
hubungan molekuler yang lebih kokoh lahir dan batin.
Bukankah Rasuululloh
SAW sendiri sesuai dengan kepribadian Beliau yang “ROHMATAN LIL ALAMIN” dan
“BIL MUKMINIINA ROUUFUR-ROHIIM” telah melekatkan dan meratakan “lem perekat”
hubungan terhadap, sekalian para umat.
Firman Allah didalam Al Qur’an memberitahukan hal itu kepada kita
antara lain :
ôs)s9 öNà2uä!%y` Ñ^qßu ô`ÏiB öNà6Å¡àÿRr& îÍtã Ïmøn=tã $tB óOGÏYtã ëÈÌym Nà6øn=tæ úüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ Ô$râäu ÒOÏm§. 9- التَّوْبَه : 128
Artinya kurang lebih :
“Sesungguhnya
telah datang kepadamu sekalian seorang Rasul dari kalangan kamu sekalian yang
sangat berat memprihatinkan kamu sekalian, yang mencurahkan kasih terhadap kamu
sekalian dan berkasih sayang terhadap orang-orang mukmin”. (9 Al Taubah : 128)
Begitu mendalam
keakraban hubungan batin Rasuululloh SAW terhadap para ummat sampai Beliau SAW
memanggilnya sebagai “ikhwan” sebagai “kawan”, sebagai “saudara” dengan
sabdanya :
وَشَوْقَاهْ
إِلَى إِخْوَانِى الَّذِيْنَ يَأْتُوْنَ مِنْ بَعْدِىْ ( إِنْسَانْ
كَامِل 2/88 )
Artinya kurang lebih :
“Betapa rindu-Ku
kepada saudara-saudara-Ku yaitu mereka yang datang sesudah-Ku”. (Insan Kamil II
hal 88)
Jadi kita para
ummatnya seharusnya tinggal menempelkan dan melekatkan hubungan jiwa dengan
Rasuululloh SAW yang “lem perekatnya” sudah ada dan sudah diratakan oleh
Rasuululloh SAW sendiri. mari kita renungkan hal ini dan kita adakan koreksi
diri bagaiman hubungan kita selama ini terhadap Junjungan kita Kanjeng Nabi
Besar Muhammad SAW. Pemimpin kita, Pembimbing kita dan Pembela kita yang sangat
menyayangi kita!
AL FAATIHAH!
YAA SYAAFI’AL KHOLQIS-SHOOLATU WASSALAM...
YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH....
Adapun cara-cara
mengadakan dan memperbaiki hubungan yang akrab kepada Rasuululloh SAW atau yang
disebut “ATTA’ALLUQ BIJANAABIHI SAW” ada dua jalan, yaitu seperti diterangkan
didalam kitab Sa’aadatud-Daaroini fis-sholaati ‘Ala Sayyidil Kaunaini SAW,
karangan Syekh Yusuf bin Ismail An Nabhani. ATTA’ALLUQ SHUURIYYUN dan ATTA’ALLUQ
MAKNAWAYYUN.
TA’ALLUQ SHUURIYYUN atau hubungan secara formal dapat ditempuh
melalui dua jalan :
(1) Menjalankan segala apa
yang diperintahkan dan menjauhi atau meninggalkan segala apa yang dilarang oleh
Rasuululloh SAW. Jadi menjalannkan syari’ah Islam secara komplit lahir dan
batin dengan tepat dan sempurna di dalam segala hubungan. Baik itu dalam
hubungan kepada Allah wa Rasuulihi SAW, maupun di dalam hubungan dengan
masyarakat, terhadap keluarga, terhadap tetangga, terhadap bangsa dan
negaranya, terhadap sesama ummat manusia segala bangsa terhadap agamanya bahkan
terhadap sesama makhluq pada umumnya.
(2) Fanak atau lebur di
dalam lautan mahabbah atau cinta kepada Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, antara
lain dengan memperbanyak membaca shalawat, memperbanyak dan mengangan-angan
penuh rindu dan syauq kepada Rasuululloh SAW. Memperbanyak membaca dan
mendengarkan uraian-uraian atau hikayah-hikayah yang mengandung pujian dan
sanjungan terhadap kebesaran dan kemulyaan Rasuululloh SAW. Sehingga tumbuh rasa
mahabbah dan rindu yang mendalam. Juga dengan berangan-angan dan berfikir
tentang jasa-jasa dan pengorbanan serta perjuangan Rasuululloh SAW di dalam
membela ummat.
TA’ALLUQ MAKNAWAYYUN atau secara hubungan maknawi juga dapat
ditempuh melalui dua jalan :
(1) Melatih hati
membayangkan atau istihdlor kepada pribadi Beliau SAW yang mulia dan agung itu
dengan sepenuh ta’dhim, mahabbah atau kagum. Ini bagi mereka yang sudah pernah
bertemu Rasuululloh SAW, dalam mimpi atau dalam keadaan jaga (tidak tidur) atau
yaqodhotan. Bagi yang belum pernah membayangkan sifat-sifat dan budi pekerti
Beliau SAW yang luhur itu. Bagi yang sudah pernah ziarah ke Makkah dan Madinah
dapat membayangkan Ka’bah, membayangkan Maqom Rasuululloh SAW, membayangkan
Masjid atau tempat-tempat lain yang bersejarah yang dipergunakan oleh Beliau
SAW di dalam memperjuangkan agama Islam dan di dalam memberikan tuntunan dan
bimbingan kepada para sahabat radliyallohu ta’ala ’anhum. Semua itu harus kita
lakukang dengan beradab ta’dhim dan tawadhu’.
MASALAH MIMPI
BERTEMU KANJENG NABI BESAR MUHAMMAD SAW.
Mimpi
bertemu Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW adalah mimpi baik, mimpi yang benar,
mimpi yang hak. Siapapun orangnya yang bermimpi dan bagaimanapun keadaan
mimpinya, itu mimpi yang benar. Sebab syetan tidak dapat tamatsul atau
menyerupakan diri (mendo-mendo-Jawa) dengan Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW.
Bersabda dalam Hadits :
مَنْ رَآنِى
فَقَدْرَأَ الْحَثَّ فَإِنَ الشَّيْطَانَ لَايَتَمَثَّلُ بِى. رَوَاهُ
مُسْلِمٌ وَغَيْرُهُ
Artinya kurang lebih
:
“Barang siapa
melihat AKU dalam mimpi maka sungguh ia melihat kebenaran (melihat Rasuululloh
SAW, dengan sebenarnya). Oleh karena sesungguhnya syetan tidak dapat
menyerupakan diri sebagai aku”. (Riwayat Imam Muslim dan lainnya)
Di dalam kitab
Ta’thiirul Anaam “MAN ROAANI” diberi tafsir yang shokheh : “WALAU ‘ALA AYYI
SHUUROTIN WA HAA LATIN” = sekalipun dalam rupa dan keadaan yang bagaimanapun
juga.
Memang, hasil impian
seseorang bisa jadi tidak sama. Ada yang bermimpi bertemu Rasuululloh SAW, persis
seperti apa yang disifatkan dan diterangkan di dalam kitab-kitab sejarah.
Tetapi ada yang menyimpang dari itu. Tetapi keduanya sama-sama benar menurut
hadits tersebut di atas. Perbedaan itu disebabkan antara lain karena situasi
dan kondisi batiniyah dari orang yang bermimpi. Pada umumnya semakin bersih
semakin jernih hati orang yang bermimpi, msemakin dekat dengan yang sebenarnya.
Ibaratnya sebagai kaca cermin. Semakin bersih dan semakin tinggi mutu kaca
cermin, semakin jelas dan semakin sempurna hasil percerminan yang diperoleh.
Masalah mimpi boleh
dikatakan termasuk di dalam lingkungan metafisika, termasuk perkara ghoib yang
sampai sekarang masih belum biasa atau memang tidak bisa diungkap secara
ilmiah, tidak terjangkau oleh pendekatan rasional seperti halnya bidang exacta.
Akan tetapi sebagai ummat Muhammad SAW, yang percaya dan yakin akan kebenaran
sabda Rasuululloh SAW, yang maksudnya kurang lebih bahwa mimpi yang baik adalah
“juz-unmunan-Nubuwwah” = bagian daripada kenabian. Maka dari itu kita harus bergembira
dan wajib bersyukur kepada Allah SWT, apabila kita bermimpi baik, dan
seharusnya prihatin dan mawas diri serta banyak istighfar memohon ampunan
kepada Allah SWT. Apabila kita bermimpi buruk.
(2) cara “TA’ALLUQ MAKNAWI”
yang kedua ialah mengetrapkan dalam hati (merasa) “BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYAH”.
Itu merupakan syuhuudul qolbi dari para Ahwaalul Kariimah. Yaitu senantiasa
sadar dan merasa bahwa asal kejadian segala makhluq (termasuk diri kita) adalah
“NUR MUHAMMAD” (SAW). Hati senantiasa merasa (kroso dalam bahasa jawa) apa yang
disabdakan dalam Hadits Qudsi :
خَلَقْتُكَ
مِنْ نُوْرِىْ وَخَلَقْتُ الْخَلْقَ مِنْ نُوْرِكَ
Artinya kurang lebih
:
“AKU (Allah)
menciptakan Engkau (Muhammad SAW) dari NUR-KU dan AKU menciptakan makhluq dari
NUR-MU”
Jadi hakikat asal
kejadian makhluq adalah “NUR MUHAMMAD SAW”. Berarti segala makhluq tidak
terpisah sedetikpun dari Nur Muhammad. Baik makhluq jenis kasar maupun yang
jenis halus yang kelihatan mata, yang dapat diraba dan yang tidak dapat diraba,
yang exacta dan metafisika, yang lahir dan yang batin, mahluq dunia maupun
makhluq-makhluq akhirat, makhluq bumi maupun makhluq akhirat. Segalanya itu
harus disadari dan bisa terasa di dalam hati pada segala saat dan keadaan.
Tentang bagaimana wujudnya “NUR MUHAMMAD”, kita tidak mampu mengindra dengan
khoyal, lebih-lebih dengan rasio. Yang penting harus kita yakini segala hakikat
yang benar. Jadi kita berfikir, berangan-angan, kita merasakan sesuatu, merasa
gembira atau merasa sedih, begitu juga penglihatan, pendengaran, penciuman,
perasaan dan lain sebagainya, itu semua berasal kejadian dari “NUR MUHAHHAD
SAW”. Itu harus kita rasa kita latih dalah hati tidak cukup dengan pengertian
ilmiah saja. Sebab masalah ini adalah masalah “dzauq” masalah rasa, masalah
feeling.
Untuk memudahkan
pemahaman, kita memakai gambaran seperti di bawah ini. Akan tetapi harus
diingat bahwa gambaran tidak sama persis dengan yang digambarkan. Sebuah foto
tidak persis dengan orang yang punya foto. Gambaran tersebut ialah
KAIN-BENANG-KAPAS. Kain ibarat makhluq, benang ibaratnya Nur Muhammad dan kapas
ibarat Nur Allah.
Kain tersusun dari
benang. Wujudnya kain sebab wujudnya benang. Tidak pernah ada kain yang tanpa
benang. Jadi pada hakikatnya kain itu adalah benang. Kain itu sendiri tidak
punya hakikat wujud. Begitu pula makhluq. Wujudnya makhluq sebab wujudnya “NUR
MUHAMMAD”. Jadi pada hakikatnya makhluq itu adalah Nur Muhammad. Pada
hakikatnya tidak satupun makhluq tanpa Nur Muhammad. Jika makhluq dihindari
oleh Nur Muhammad otomatis spontan menjadi ‘adam, tidak wujud. Sekali lagi ini
adalah masalah dzouq, masalah rasa tidak dapat hanya diperhitungkan atau
dipertimbangkan atau dianalisa dengan rasio atau akal pikiran. Pengertian dan
pemahaman oleh akal pikiran hanya membantu meresapnya rasa dalam hati.
Sekali lagi, makhluq
itu tidak mempunyai hakikat wujud sendiri. wujudnya makhluq sebab diwujudkan
atau sebab wujudnya Nur Muhammad. Inilah yang harus kita rasa di dalam hati.
Melihat makhluq (diri kita pun juga makhluq) harus spontan merasa NUR MUHAMMAD.
Begitu juga kita mendengar, mencium, merasa dan sebagainya harus spontan merasa
NUR MUHAMMAD SAW, itulah orang yang terhijab. Tertutup mata hatinya. Tertutup
dari kebenaran hakiki. Jika tidak ada usaha mengadakan perbaikan untuk membuka
tabir hijab dirinya, maka selamanya akan tetap terhijab dan semakin tebal. Dan
kelak di akhirat akan dimasukkan ke dalam “Naarul hijab” atau “Naarul Bu’di” –
“Nerakanya jauh” dari Allah SWT. Suatu penderitaan yang paling pedih karena
tidak bisa ikut mencicipi kenikmatan “Jannatul-Qurdi” - “Surganya dekat” kepada
Allah wa Rasuulihi SAW.
Semoga kita termasuk
orang-orang yang memperoleh fadlol dari Allah SWT, memperoleh Syafa’at Tarbiyah
Rasuululloh SAW. Memperoleh barokah Nadroh Ghoutsu Hadzaz Zaman seperti
tersebut di atas.
Amiin!
AL FAATIHAH!...
Pemahaman
selanjutnya. Benang terbentuk atau terjadi dari kapas. Tanpa kapas benang itu
sendiri tidak ada, tidak wujud. Adanya benang sebab adanya kapas. Jadi hakikat
wujudnya benang adalah kapas. Benang sendiri tidak mempunyai hakikat wujud.
Wujudnya benang sebab wujudnya kapas, atau sebab kapas, begitu saja singkatnya.
Begitu juga “NUR MUHAMMAD” hakikat wujudnya Nur Muhammad adalah “NUR ALLAH”.
Begitu juga seterusnya hakikat wujud daripada makhluq adalah Nur Allah. Makhluq
itu sendiri tidak mempunyai sifat wujud. Yang memiliki sifat wujud hanya Allah.
Sedangkan wujudnya makhluq sebab diwujudkan oleh Allah. Makhluq tidak wujud
jika tidak diwujudkan oleh Allah. Wujudnya makhluq sebab Allah! Istilah dalam
Wahidiyah, wujudnya makhluq itu BILLAH. “LAA HAULAA WA LA QUATA ILAA BILLAH =
tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Allah, sebab Allah (BILLAH).
Pemahaman lebih lengkap tentang BILLAH dan BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYAH periksa bab
Ajaran Wahidiyah di belakang!.
Pengertian BILLAH
dan BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYAH harus sungguh-sungguh meresap kedalam hati, dan
diterapkan dengan rasa! Tidak cukup dan tidak boleh hanya menjadi pengertian
ilmiah saja! Harus ditembuskan menjadi penerapan rasa dzauqiyah! Lebih-lebih
tidak boleh hanya digunakan sebagai bahan percakapan, lebih-lebih untuk
bermujahadah dan dijadikan meteri diskusi perdebatan! Tidak boleh mengadakan
pembahasan masalah ini harus disertai penerapannya didalm hati. Hati harus
terus-menerus dilatih merasa BILLAH dan BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYAH.
Permulaan mungkin
sulit. Akan tetapi jika terus-menerus dilatih dan ada perhatian dan kemauan
yang sungguh-sungguh, insyaallah lama-lama mendapat kemajuan. Disamping melatih
hati terus-menerus supaya giat melakukan Mujahadah Wahidiyah. Alhamdulillah
dalam pengalaman banyak dikaruniai kemajuan.
Di bawah ini
dinukilkan Shalawat bernadhom yang juga ditaklif oleh Hadrotul Mukarrom Mbah
Kyai Haji Abdoel Madjid Ma’roef Muallif Shalawat Wahidiyah, yang apabila
diperbanyak, membacanya syukur dimudawamahkan atau dilestarikan disamping Mujahadah Wahidiyah, alhamdulillah besar
sekali menfaatnya bagi meningkatnya kesadaran BILLAH dan BIHAQIQOTIL
MUHAMMADIYAH.
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامْ ~ عَلَيْكَ وَالْآلِ اَيَا خَيْرَ الْاَنَامْ
ALHAMDU LILLAHIS-SHOLATU WASSALAM ‘ALAIKA WAL ALI AYA KHOIROLANAAM
“Segala puji bagi Allah : shalawat dan salam semoga senantiasa
melimpah kepangkuan-Mu serta keluarga duhai (Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baik
manusia”.
رَبٌّ
كَرِيْم وَاَنْتَ ذُوْخُلْقٍ عَظِيْم ~ فَاشْفَعْ لَنَا فَاشْفَعْ لَنَاعِنْدَ
لْكَرِيْم
ROBBUN KARIIM WA ANTA DZUU KHULQIN ‘ADHIIM FASYFA’LANA FASYFA’LANAA
‘INDAL KARIIM.
“Tuhan Maha Mulia, sedangkan Engkau (Kanjeng Nabi) memiliki akhlaq
yang agung. Maka syafa’atilah kami, syafa’atilah kami disisi Tuhan Yang Maha
Mulia”.
يَامَنْ
ِبِهِ قَدْعُرِفَ الْخَلَاقُ ~ لَوْلَاكَ مَاخُلِقَتِ الْخَلَآئِقُ
YAA MAN BIHI QOD’URIFAL KHOLLAQU LAULAAKA MAA KHULIQOTIL KHOLAAIQU
“Duhai (Kanjeng Nabi SAW) orang yang menjadi sebab dikenalnya Tuhan
Maha Pencipta, sekiranya tidak karena Engkau, tidaklah segala makhluq ini
diciptakan”.
Disabdakan didalam Hadits kurang lebih :
لَوْلَاكَ
لَوْلَاكَ مَاخَلَقْتُ الْاَفْلَاكَ. جامع الاصول : 89
Artinya kurang lebih :
“Jika tidak karena Engkau (Muhammad SAW), jika tidak karena Engkau,
sungguh AKU tidak menciptakan cakrawala”.
مِنْ
نُوْرِكَ الْخَلْقُ جَمِيْعًا خُلِقَا ~ وَاَنْتَ مِنْ نُوْرِالَّذِى قَدْ خَلَقَا
MIN NUURIKAL-KHOLQU JAMII’AN KHULIQO WA ANTA MIN NUURIL-LADZII QOD
KHOLAQO
“Dari Nur-Mu segala makhluq diciptakan, sedangkan Engkau diciptakan
dari Nur Tuhan Yang Maha Pencipta”.
يَاخَيْرَ
خَلْقَ اللهِ حَقًّا اَجْمَعِيْن ~ اَنْتَ اِمَامُ الْاَنْبِيَا وَالْمُرْسَلِيْن
YAA KHOIRO KHOLQILLAHI HAQQON AJMA’IIN ANTA IMAAMUL-ANBIYA WAL
MURSALIN
“Duhai (Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baiknya semua makhluq Allah,
sungguh benar Engkau adalah Pemimpinnya para Nabi dan para Utusan”.
يَااَيُّهَا
الرَّسُوْلُ يَامُحَـــــــمَّدُ ~ يَاصَاحِبَ الْمَقَامِ يَامَحْمُوْدُ
YAA AYYUHAR-ROSUULU YAA MUHAMMADU YAA SHOHINAL-MAQOOMI YAA MAHMUUDU
“Duhai Kanjeng Rasul, duhai Kanjeng Nabi Muhammad yang menduduki
maqom (yang tertinggi), duhai Kanjeng Nabi yang terpuji”.
يَاأَيُّهَا
الشَّفِيْعُ يَامُشَفَّعُ ~ كُلُّ شَفِيْعٍ هُوَ مِنْكَ يَشْفَعُ
YAA AYYUHASY-SYAFII’U YAA MUSYAFFA’U KULLU SYAFI’IN HUWA MINKA
YASYFA’U
“Duhai Kanjeng Nabi yang banyak memberi syafaat, duhai Kanjeng Nabi
yang diterima Syafaatnya, setiap yang mensyafaai itu dari Engkau jua dapatnya
mensyafaati”.
يَاشَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلَاةُ
وَالسَّلَامْ × عَلَيْكَ نُوْرَ الْخَلْقِ هَادِىَ الْأَنَامْ
وَأَصْـــــــــــلَـهُ وَ
رُوْحَـــــــهُ أَدْرِكْــــــــــنِــى × فَـــــقَدْ ظَـــــلَمْـــتُ
أَبَــــــدًا وَرَبِّــــــــــــنِـى
وَلَـــيْسَ لِى
يَـــاسَــــــــيِّدِىْ سِـــــوَاكَا × فَإِنْ تَرُدَّكُـــنْتُ شَــخْصًا
هَالِــكَا
يَاسَـــيِّدِىْ
يَارَسُـــوْلَ الله
Terjemah lihat
halaman ... dimuka.
Kembali masalah
“TA’ALLUQ BIJANAABIHI SAW”.
Muallif Shalawat
Wahidiyah senantiasa menganjur-amanatkan agar supaya disamping Mujahadah
Wahidiyah memperbanyak membaca :
يَاسَـــيِّدِىْ
يَارَسُـــوْلَ الله
YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH
Dimana dan kapan saja ada kesempatan dan sambil melakukan pekerjaan
apa saja. Dibaca lisan atau dalam hati, melihat situasi dan kondisi. Mujahadah
Wahidiyah dengan hitungan yang sebanyak-banyaknya. Misalnya dibaca sekian ribu
kali atau selama sekian jam tidak terbatas. Semakin banyak semakin baik,
lebih-lebih apabila ada kepentingan atau mempunyai suatu hajat. Asalkan tidak
disalahgunakan harus dijiwai LILLAH-BILLAH, LIRROSUL-BIRROSUL dan seterusnya.
Alhamdulillah manfaatnya besar sekali bagi terjalinnya hubungan jiwa yang lebih
akrab, lebih mendalam dan lebih mesra dengan Rasuululloh SAW. Dan selain itu
dikaruniai pula manfaat-manfaat lain yang tidak dapat diperkirakan nilainya dan
diluar perhitungan akal pikiran. Manfaat lahir dan manfaat batin, soal materi
dan non materi, manfaat dunia dan manfaat ukhrowi. Alhamdulillah.
Atas dasar
pengalaman seperti tersebut di atas, maka memperbanyak membaca “YAA SAYYIDII
YAA RASUULALLOH” merupakan cara “TA’ALLUQ BIJANAABIHI SAW” yang paling gampang.
Kami tidak atau mungkin belum mampu membuat uraian analisa secara ilmiah yang
konkrit, akan tetapi secara imani kita percaya dan yakin akan kebenaran fakta
pengalaman yang nyata seperti diatas. Sebab “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOOH”
adalah sebutan nida’ dan panggilan langsung kepada Rasuululloh SAW yang
mengandung makna “tasyafu’an” = (memohon syafa’at yang dijiwai dengan ta’dhim,
mahabbah, tadhollum dan idtiqor / memulyakan, cinta, pernyataan diri dholim /
berdosa dan cetusan rasa butuh). Sedangkan Kanjeng Nabi SAW bersifat rouf rohim
kasih sayang dan banyak memberikan pengorbanan bagi para ummat. Firman Allah :
ôs)s9 öNà2uä!%y` Ñ^qßu ô`ÏiB öNà6Å¡àÿRr& îÍtã Ïmøn=tã $tB óOGÏYtã ëÈÌym Nà6øn=tæ úüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ Ô$râäu ÒOÏm§. 9- التوبه : 128
Artinya kurang lebih :
“Sungguh telah datag kepadamu sekalian Rasul dari kaummu sendiri,
yang berat terasa olehnya penderitaanmu sekalian, sangat menginginkan (keimanan
dan keselamatan) bagimu sekalian, amal belas kasihan dan menyayangi orang-orang
mukmin”. (9 At-Taubah : 128)
Maka kita yakin
dengan adanya panggilan “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH” pasti Kanjeng Nabi Besar
Muhammad SAW tidak sampai hati membiarkannya dan pasti mengulurkan syafaatnya.
Para Kahlul Kasyfi
menerangkan bahwa “YAA SAYYIDII YAA RASUULALLOH” adalah “Iltijaa-ul ummah ila
sayiddihim” = mengungsikan ummat kepada Pemimpinnya yakni Kanjeng Nabi Besar
Muhammad SAW. Dan pada saat yang demikian itu Kanjeng Nabi SAW yang menjawab
dengan penuh kasih sayang, dengan untaian KALIMAT...
مَاحَاجَتُكَ
يَاأُمَّتِى؟
“Apa gerangan hajat kebutuhanmu wahai umat-Ku?”
Sekalipun sudah
berada di alam kubur, Rasuululloh SAW diperlihatkan / diperdengarkan bacaa
shalawat para ummat.
Lihat hadits tentang
Shalawat dimuka.
H HAL SYAFA’AT
“SYAFAAT” maknanya
adalah “PERTOLONGAN”. “Syafa’atan hasanatan” berarti pertolongan yang membawa
kepada kebagusan, dan syafa’atan sayyiatan adalah pertolongan yang menyeret
kepada kejahatan dan kekejian. Di dalam pembahasan ini yang dimaksud adalah
syafaatan hasanatan. Di dalam Syarah Sulam hal.7 dikatakan :
اَلشَّفَاعَةُ
سُؤَالُ الْخَيْرِ مِنَ الْغَيْرِ لِلْغَيْرِ
Yang disebut syafaat
adalah memohon kebaikan dari atau orang lain untuk orang lain. Atau mudahnya,
mengusahakan kebaikan bagi orang lain. Atau memberikan jasa-jasa baik kepada
orang lain tanpa mengharap upah atau imbalan jasa. Memberi jasa baik dimintai
maupun tidak diminta.
Di dalam penggunaan
istilah, pada umumnya sebutan Syafaat dipakai untuk pertolongan yang khusus
dari Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, sedangkan pertolongan yang diberikan oleh
selain Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW umpamanya oleh para Auliya Allah, oleh
Ulama’ atau Sholihin atau oleh orang yang lebih tua umurnya disebut barokah
atau doa restu, bantuan, dukungan atau jangkuan sesungguhnya semua itu tidak
lain syafaat juga namanya. Syafaat dalam arti pertolongan.
Syafaat Kanjeng Nabi
Besar Muhammad SAW itu terjadi di dunia akhirat. Yang didunia antara lain dan
ini yang paling berharga dan tak ternilai dengan harga adalah iman dan Islam
didada setiap mukmin dan muslim. Boleh dikatakan bahwa syareat islam tuntunan
Rasuululloh SAW adalah syafaat dari Nabi SAW. Dan seperti kita sadari dari
kenyataan bahwa tuntunan Rasuululloh SAW tersebut disalurkan dan disampaikan
kepada kita melalui proses yang panjang. Melalui para sahabat Rodliyallohu
Ta’ala ‘Anhum, kepada para Tabi’in-para Tabi’it Kholaf- para Kyai, para
cendekiawa-Ustad, para guru akhirnya sampai kepada kita. Berarti mereka-mereka
adalah perantara antara kita dengan Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Mereka-mereka itu adalah penyambung / penyalur syafaat Rasuululloh SAW kepada
para umat. Dapat kita fahami bahwa mereka dapat menjalankan fungsinya sebagai
penyalur syafaat adalah juga dari syafaat Rasuululloh SAW. Dan begitu
seterusnya, sambung menyambung. Tanpa Rasuululloh SAW mereka tidak melakukan
hal-hal seperti itu, kitapun tidak memiliki iman dan islam dan faham-faham
keagamaan seperti sekarang ini.
Begitu gambaran
luasnya syafaat-syafaat Rasuululloh SAW di dunia ini dan begitu penting dan
berharga bagi kita para ummat sehingga kita tidak mampu menghitung betapa
besarnya nilai syafaat Rasuululloh SAW. Ini suatu pertolongan yang sangat kita
butuhkan. Kita butuhkan untuk membawa diri kita kepada kebaikan, kesejahteraan
dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Kita butuhkan untuk membebaskan
dan menyelamatkan diri kita kari bahaya kejahatan dan kekejian yang akan
menyeret kepada kesengsaraan dan kehancuran dunia akhirat.
Adapun syafaat
Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW di akhirat kelak yang disebut “SYAFA’ATUL
UDZMA” adalah pertolongan agung yang sangat dibutuhkan oleh seluruh ummat
manusia di padang makhsyar kelak di akhirat. Di padang makhsyar itu nanti
seluruh ummat manusia dari jaman nenek moyang kita kanjeng Nabi Adam ‘alaihis
sholatu was salam, sampai manusia yang terakhir menemui hari qiyamah
dikumpulkan semua. Terjadilah peristiwa yang maha dasyat suatu tragedi
kebingungan yang sangat memuncak dan belum pernah dialami sebelumnya. Di bawah
pembakaran terik panas sinar matahari yang pada saat itu dikebawahkan oleh
Allah hanya tinggal setinggi galah, tiap-tiap menusia mengalami
problem-problemnya sendiri-sendiri sebagai akibat tindak lakunya ketika hidup
di dunia. Disebut “Yaumul Hasyri” atau hari berkontrontasi saling
berhadap-hadapan satu sama lain. Baik bapak, ibu, anak, saudara dan sebagainya
saling tuntut-menuntut, saling tuduh-menuduh satu sama lain. Satu sama lain
melarikan diri ketakutan, takut karena tuntutan.
#sÎ*sù ÏNuä!%y` èp¨z!$¢Á9$#.tPöqt Ïÿt âäöpRùQ$# ô`ÏB ÏmÅzr&. ¾ÏmÏiBé&ur ÏmÎ/r&ur. ¾ÏmÏFt7Ås»|¹ur ÏmÏ^t/ur. Èe@ä3Ï9 <ÍöD$# öNåk÷]ÏiB 7Í´tBöqt ×bù'x© ÏmÏZøóã. 80- عبس :
33-37
Artinya kurang lebih :
“Maka apabila
datang suara yang memekakan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari seseorang
melarikan diri (karena takut dituntut) dari saudaranya dari ibu dan bapaknya,
dari sitri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai
urusan yang sangat menyibukkan”. (80 ‘Abbasa :33-37)
Akan tetapi
kemanapun larinya toh akhirnya dipertemukan juga satu lawan yang lain.
Terjadilah pertengkaran yang seru saling tuntut menuntut dan saling tuduh
menuduh. Ada yang menang dan ada yang kalah. Siapa yang kalah, terjatuh masuk
ke dalam jurang neraka. Mungkin ada yang sama-sama kuat, dan keduanya
terjungkir masuk kedalam jurang neraka bersama-sama.
Di dalam peristiwa
yang dasyat di padang Mahsyar seperti di atas itulah timbul kepanikan yang
sangat memuncak, kemudian para manusia sama minta pertolongan kepada Nabi-Nabi
mulai Kanjeng Nabi Adam ‘alaihis sholatu wassalam dan seterusnya agar dapat
terlepas dari peristiwa yang dasyat itu. Akan tetapi semua Nabi-Nabi yang akan
dimintai syafaat atau pertolongan itu sibuk oleh dirinya sendiri.
Akhirnya Junjungan
kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Rasuululloh SAW yang tampil cancut tali wondho
memberikan pembelaan bagi para ummat dengan bersungkur sujud memohon ampunan
dan kasih sayang kepada Allah SWT bagi para ummat. Dan Allah SWT Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayangpun kemudian berkenan mengabulkan Munajat Nabi dan
Kekasih-Nya nomor satu itu. Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad
Rasuululloh SAW pembela dan pembebas ummat dari kesengsaraan. Inilah yang
dimaksud “SYAFA’ATUL UDZMA” syafaat paling agung.
Sebagai ummat
Kanjeng Nabi SAW kita harus menyadari betapa besar pengorbana Beliau SAW di
dalam membela ummat. Kemudian kita perlu koreksi diri sampai seberapa mendalamnya
mahabbah dan ta’dhim kita kepada Beliau shollallohu alaihi wassalam.
AL FAATIHAH...
Ada sebagian
pendapat yang ingkar tidak mempercayai adanya “syafa’at” dengan mengemukakan
ayat 48 surat no.74 Al Mudatstsir :
$yJsù óOßgãèxÿZs? èpyè»xÿx© tûüÏèÏÿ»¤±9$#. 74- المدثر : 48
Artinya kurang lebih :
“Maka tidak
berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at”.
(74 Al-Mudatstsir : 48)
Pendapat ini tidak
akan dapat dibenarkan oleh karena yang dimaksud “mereka” dalam ayat tersebut adalah
Kuffar minal mujrimiin, orang-orang kafir yang mendustakan atau tidak
mempercayai adanya “yaumud-diin” hari pembalasan sebagaimana disebutkan pada
ayat sebelumnya yaitu ayat no.46 :
$¨Zä.ur Ü>Éjs3çR ÏQöquÎ/ ÈûïÏd9$#. 74- المدثر : 46
Artinya kurang lebih :
“Dan adalah kami
mendustakan Hari Pembalasan”. (74 Al-Mudatstsir : 64)
Sedangkan syafa’at
yang dimaksud seperti diatas adalah dalam hubungannya dengan orang mukmin.
Adapun pendapat yang mempercayai adanya syafa’at menggunakan dasar Surat no.20
Thoha ayat 109 :
7Í´tBöqt w ßìxÿZs? èpyè»xÿ¤±9$# wÎ) ô`tB tbÏr& ã&s! ß`»oH÷q§9$# zÓÅÌuur ¼çms9 Zwöqs%. 20- طه : 109
Artinya kurang lebih :
“Pada hari itu
tidaklah berguna sesuatu syafa’at, kecuali (syafa’atnya orang yang Allah Maha
Pemurah telah memberi ijin kepada-Nya dan Dia tidak meridloi perkataannya)”.
(20 Thoha : 109)
Jelas dari ayat
tersebut bahwa ada orang yang diijinkan dan diridloi Allah memberikan syafa’at.
Dan kita yakin, Beliau Rasuululloh SAW diberi mandat penuh oleh Allah untuk
memberikan Syafa’at. Sebab, Beliau SAW adalah Nabi, Utusan dan Kekasih Allah
nomer satu yang diberi predikat “Sayyidul anbiyaa wal Mursalin” yang
“Dhuukhulqin ‘adhim” berbudi luhur dan yang menjalankan fungsi “rohmatan
lil’alamin”.
Dalam hubungan
syafa’at Rasuululloh bersabda :
أَنَا سَيِّدُ
وَلَدِ آدَمَ وَلَا فَخْرَ وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تُنْشَقُّ عَنْهُ الْاَرْضُ
وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ، بَيَدِى لِوَاءُ الْحَمْدِ تَحْتَهُ
اَدَمَ فَمَنْ دُوْنَهُ
رَوَاهُ
التِّرْمِذِىُّ وَابْنُ مَاجَهٍ عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ الْحُذْرِىِّ وَالْحَاكِمُ
عَنْ جَابِرٍ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ
Artinya kurang lebih :
“Aku adalah
sayyid dari anak cucu Adam dan tidak membanggakan diri, dan Aku adalah orang
yang pertama memberikan syafa’at dan orang pertama yang diterima syafa’atnya.
Ditangan-Kulah “BENDERA PUJI” dan dibawah bendera itu bernaung Nabi Adam
kemudian orang-orang lainnya (anak cucu Adam)”. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan
Ibnu Maajah dari Abu Sa’id Al Khurdi dan Al Hikam dari Jabir dengan sanad yang
shoheh)
يَشْفَعُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلَاثَةٌ : الْأَنْبِيَآءُ ثُمَّ الْعُلَمَآءُ ثُمَّ
الشُّهَدَآءُ
رَوَاهُ
إِبْنُ مَاجَهٍ عَنْ عُثْمَانَ
Artinya kurang lebih :
“Yang dapat
memberi syafa’at besok pada Yaumul Qiyamah ada tiga : yaitu para Anbiya’
kemudian para Ulama, kemudian para Syuhadak”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah
dari Usman Ra)
حَيَاتِىْ
خَيْرٌلَكُمْ وَمَمَاتِىْ خَيْرُلَكُمْ، وَأَمَّا حَيَاتِىْ فَأَسُنُّ لَكُمُ
السُّنَنَ وَأَشْرَعُ لَكُمُ الشَّرَائِعَ، وَأَمَّا مَمَاتِىْ فَإِنَّ
أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَىَّ فَمَارَاَيْتُ مِنْهَا حَسَنًا حَمِدْتُ اللهَ
عَلَيْهِ وَمَارَأَيْتُ سَيِّئَا إِسْتَغْفَرْتُ اللهَ لَكُمْ.
رَوَاهُ الْبَزَّرُ عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ
“Hidup-Ku adalah
kebaikan bagi kamu sekalian dan kematian-Ku pun kebaikan bagi kamu sekalian.
Adapun hidup-Ku maka AKU memberikan tuntunan berbagai sunnah kepada kamu
sekalian dan mengajrkan berbagai macam syari’at kepada kamu sekalian. Sedangkan
kematian-Ku (yang juga kebaikan bagi kamu sekalian), oleh karena sesungguhnya
amal-amal kamu sekalian diperlihatkan kepada-Ku. Maka apa saja yang AKU lihat
daripadanya kebaikan, Aku memuji kepada Allah atas kebaikan itu, dan apa Aku
melihatnya keburukan, maka Aku memohon ampunan kepada Allah bagi kamu
sekalian”. (Diriwayatkan oleh Bazzar dari Abdullah bin Mas’ud dengan sanad yang
shoheh)
Jelaslah bahwa
syafa’at Rasuululloh SAW itu meliputi dunia dan akhirat. Di dunia memeberikan
syafa’at berupa bimbingan, tuntunan dan tarbiyah lahir batin, syar’an wa
haqiqotan, materiil dan moril spirituil, bahkan boleh dikatakan jasa waruuhan.
Iman dan Islam kita ini adalah Syafa’at dan jasa dari Rasuululloh SAW, bahkan
lebih lagi daripada itu. Segala hidup dan kehidupan kita dan segala apa yang
ada di dunia ini adalah sebab syafa’at atau jasa dari Rasuululloh SAW. Mari
kita renungkan Ayat 103 Surat Ali Imron :
÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ã ª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»t#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE. 3- ال عمران : 103
Artinya kurang lebih :
“Dan kamu
sekalian sudah berada ditebingnya jurang neraka, kemudian Allah menyelamatkan
kamu sekalian dari padanya, demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
kamu sekalian agar kamu sekalian mendapat petunjuk”. (3 Ali Imron : 103)
Kita para manusia waktu
itu yaitu pada zaman jahiliyah sudah berada ditebingnya jurang neraka dan sudah
akan menjerumus kepada kehancuran akibat ulah manusia itu sendiri semakin jauh
dari Tuhan sehingga nyaris sudah kehilangan sifat-sifat kemanusiaannya. Tingkah
laku perbuatannya sudah menyerupai binatang bahkan lebih buas daripada binatang
buas. Kemudian Allah SWT menyelamatkan manusia dengan mengutus Junjungan kita
Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW untuk menjadi juru penerang dalam kegelapan dan
Juru Selamat dari kesengsaraan dan kehancuran, sebagai perwujudan rahmat kasih
sayang Allah SWT kepada seluruh alam.
!$tBur »oYù=yör& wÎ) ZptHôqy úüÏJn=»yèù=Ïj9. 21- الْاَنْبِيَآء : 107
Artinya kurang lebih :
“Dan tiada AKU
mengutus Engkau (Muhammad SAW) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alamin”.
(21 Al-Anbiyaa : 107
Ditetapkannya Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW sebagai Rasul utusan
Allah itu bukan hanya terbatas buat Bangsa Arab saja, melainkan meliputi
seluruh ummat manusia.
!$tBur y7»oYù=yör& wÎ) Zp©ù!$2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #Zϱo0 #\ÉtRur £`Å3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w cqßJn=ôèt. 34- سباء : 28
Artinya kurang lebih :
“Dan tiada AKU
mengutus Engkau (Muhammad SAW) melainkan meliputi buat seluruh ummat manusia
seluruh dunia sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Akan tetapi
sebagian besar manusia tidak mau mengerti”. (34 As-Sabaa : 28)
Demikian itulah
fungsinya Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW Utusan Allah, Pemimpin
seluruh ummat bangsa manusia sedunia, yang telah membebaskan manusia dari
belenggu imperealisme nafsu angkara murka dan menyelamatkan manusia dari ranjau
kebiadapan. Maka oleh karena itu kita sebagai ummat yang telah diselamatkan
seharusnya menyadari hal itu dan seharusnya beradab lahir batin yang
sebaik-baiknya terhadap Beliau Rasuululloh SAW dimanapun dan kapan saja serta
apapun yang sedang kita kerjakan. Lebih-lebih ketika membaca shalawat. Shalawat
apa saja.
Setengah daripada
adab ketika membaca Shalawat seperti sudah kita singgung dimuka, yaitu harus
disertai niat ibadah kepada Allah dengan ikhlas LILLAHI TA”ALA, semata-mata
melaksanakan perintah Allah, tanpa ada pamrih atau keinginan suatu apapun.
Melaksanakan perintah Allah dengan sepenuh ta’dhim dan mahabbah
semurni-murninya. Jangan sampai kita maunya membaca Shalawat menengok
lebih-lebih kepincut ingin memperoleh fadilah-fadilahnya membaca Shalawat.
Ingin pahala, ingin surga, ingin terkenal, ingin diberi keistimewaan-keistimewaan,
ingin ini ingin itu dan lain-lain, jangan. Sebab yang demikian itu akan merusak
atau mengurangi ta’dhim dan mahabbah kita kepada Allah wa Rasuulihi SAW untuk
kepentingan nafsu! Ini sangat Suu’ul adab sekali.
Ingin kepada
kebaikan-kebaikan dan fadilahnya membaca Shalawat, baik kebaikan dunia maupun
kebaikan akhirat boleh saja, bahkan memang kita diperintahkan agar usaha
mencari kebaikan dan meninggalkan hal-hal yang buruk. Dalam segala hal apa
saja. Ketika menghadapi kesulitan misalnya, disamping harus sabar dan ridlo dan
tawakal harus ikhtiar mencari kesembuhan atau mencari obat. Hanya sabar, ridlo
dan tawakal tidak ikhtiar atau usaha jalan keluarnya adalah terkecam dan
termasuk dosa. Begitu seharusnya. Akan tetapi janganlah “keinginan-keinginan”
seperti itu yang menjadi dasar dan yang mendorong kita mau membaca Shalawat.
Dasar ta’dhim dan mahabbah dan niat ibadah kepada Allah SWT dengan ikhlas
LILLAH karena Allah harus senantiasa menjiwai di dalam kita membaca Shalawat
atau di dalam kita menjalankan ibadah-ibadah lainnya.
Sabda hadits-hadits
dimuka ada keterangan lainnya tentang fadilah kebaikannya membaca Shalawat
justru harus kita jadikan pendorong untuk menigkatkan dan memperkuat iman dan
mahabbah kita kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Justru harus kita jadikan
pendorong dan penguat rasa ta’dhim dan kagum kita terhadap kebesaran kasih
sayang Allah wa Rasuulihi SAW kepada kita para ummat, justru harus kita jadikan
untuk menigkatkan syukur kita kepada Allah SWT. Sehingga denga demikian, dengan
memperbanyak membaca Shalawat, akan tumbuhlah rasa syauq atau rindu yang
mendalam didalam lubuk hati nurani kita, sehingga kita benar-benar secara
lahiriyah dan secara batiniyah menjadi ABDULLAH hamba Allah yang benar, menjadi
UMAT MUHAMMAD SAW, yang taat setia secara utuh dan konsekuen, sehingga kita
bisa meniru budi, sikap dan kepemimpinan Rasuululloh SAW yang “rohmatalil
‘alamin” yang “dzukhulqin ‘adhiim” yang “bil-mukminiina rouufur-rohim” yang
senantiasa memberi manfaat kepada orang lain, berguna bagi bangsa, negara dan
masyarakat ummat manusia dan bagi makhluq lingkungan hidupnya. Manfaat lahir
manfaat batin, manfaat di dunia dan manfaat di akhirat.
********************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar